'you'

76 18 0
                                    

Setelah memutari GBK tiga kali, akhirnya aku dan Bagas memutuskan untuk berhenti berlari. Lalu kami duduk di pinggir Stadion bersama dengan puluhan orang lainnya yang juga tampak kelelahan.

Rombongan kelas kami entah sudah pada berpencar ke mana. Clara juga tidak tampak batang hidungnya, sehingga sekarang aku benar-benar hanya tinggal berdua saja dengan Bagas.

Suara merdu Isyana Sarasvati terdengar dari dalam stadion, ternyata hari ini bertepatan dengan konser salah satu penyanyi terbaik Indonesia itu. Sehingga pantas saja GBK tampak lebih ramai dari biasanya.

Aku menyelonjorkan kakiku yang terasa lemas dan pegal, lalu mengelap keringat yang mengalir di kening dengan punggung tangan.

“Hahhhhhh ... Capek!” keluhku dengan napas ngos-ngosan. Sudah dibilang aku bukan tipe yang suka olahraga, jadi dipaksa olahraga begini benar-benar membuat tubuhku sakit semua. Dan seorang Bagaskara Waluyo benar-benar teman olahraga super kejam!

“Makanya jangan males olahraga. Baru lari gitu aja udah tepar.”

Aku memukul punggung Bagas yang duduk di sampingku. Dan tentu saja hal itu langsung membuat cowok itu protes dan ngomel.

“Lo beneran bukan teman lari yang menyenangkan, Gas! Jujur aja ya, gue ini tepar bukan karena capek fisik, tapi karena capek mental gara-gara lo!”

“Idih, dari awal memang mental lo udah bermasalah kali.”

“Ngaca! Itu mah lo kan? Dari pertama kita ketemu, lo yang udah nyebelin!”

“Lah emangnya pas pertama ketemu gue ngapain? Bukannya sejak awal lo yang suka cari gara-gara dan ngomelin gue ini itu?”

“Lo duluan yang begitu! Lo yang—” Aku langsung mengunci mulutku yang hendak protes soal perlakuan Bagas padaku pas pertama kali kami bertemu. Toh, semua sudah berlalu, protes sekarang memang apa untungnya?

Cuma, emang sejak awal gue nggak semenarik itu ya? Sampai si sialan ini buang muka pas gue senyumin?

“Gue kenapa?” tanyanya dengan kening berkerut bingung.

“Udahlah nggak usah dibahas. Bangunin, gue mau beli minum,” ujarku seraya mengulurkan kedua tangan minta dibangunkan.

“Haish!”

Bagaskara mengacak-acak rambutku hingga kuncirannya berantakan, lalu ia bangkit dari duduknya dan meraih kedua tanganku lumayan kencang hingga aku terhuyung menabrak dada bidang cowok itu.

Coklat. Aku nggak pernah tahu apa parfum seorang Bagaskara, tapi cowok ini selalu bau coklat.

Karena sudah malas mengomel, akhirnya aku pun langsung menjauh dari rengkuhan Bagas tanpa protes apa-apa. Lalu kami berjalan bersisian ke satu-satunya supermarket yang ada di GBK untuk membeli minuman karena sudah haus luar biasa.

***

Sekali lagi aku menyakinkan Clara kalau aku bisa pulang sendiri. Jadi, gadis itu bisa menikmati kencannya dengan Kak Kenzo. Lagian kalau aku ikut dengan mereka aku malah bakal jadi obat nyamuk, jadi lebih baik aku pulang dengan Bagas walau selama perjalanan cowok itu bakal bertingkah menyebalkan.

Setelah mengambil barang yang aku titipkan di Paxel Box. Aku dan Bagas pun segera menuju parkiran. Lalu Bagas duduk di kursi kemudi, dan aku duduk di sampingnya.

Seperti biasa, Jakarta di malam Minggu memang macetnya minta ampun. Oleh karena itu, tadi aku dan Clara memutuskan untuk naik busway daripada membawa mobil sendiri.

Untuk menghilangkan rasa bosan karena macet, aku pun memutar random lagu yang ada di playlist Sportify milikku dan Bagas.

Dan lagu JP Saxe yang berjudul If the World Was Ending menggema di seluruh mobil.

Yups, aku dan Bagas memang memakai Sportify bersama. Lalu kami juga membuat playlist bersama, tak disangka ternyata selera musik kami sama sehingga playlist kami benar-benar cocok dan lagu-lagu di sana adalah lagu yang selalu aku putar setiap hari.

Ah ya, awalnya,  kami berlangganan Sportify bersama untuk membuat playlist lagu-lagu nge-hits untuk diputar di Jasmine untuk menemani pelanggan yang tengah berkunjung, tapi akhirnya hal ini malah keterusan hingga kami memutuskan untuk berlangganan berdua. Biar lebih hemat, toh keseringan Bagas yang suka bayar. Aku bayar telat atau nggak bayar doi bakal lupa. Tapi begitu inget, beuh nagihnya amit-amit!

Karena bosan dengan kebungkaman yang memenjara, akhirnya aku pun memutuskan untuk membuka pembicaraan dengan pertanyaan paling random sedunia.

“Bagaskara....”

“Hm?” jawab cowok itu seraya mengalihkan pandangan ke arahku sebentar, sebelum kembali fokus ke jalanan.

“Ada nggak temen sekelas atau kakak kelas yang lo traktir?”

“Ada.”

“Siapa?”

“Kamu.”

Brakkkkkkkkk ... Lalu mobil Bagas terbalik!

august. (Completed)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon