35. Sayang? Sayang??

4.6K 291 15
                                    

Tepat sebelum jam makan siang, Ajeng sampai di parkiran perusahaan suaminya itu.

Duduk di dalam mobil, ia mengeluarkan ponsel bersiap menelepon Theodor.

Tut! Tut! Tut!

Hingga panggilan berakhir, telepon tak kunjung tersambung.

Dia menatap nama suaminya di kontak dengan bingung. Sungguh sangat tak biasa untuk pria itu mengabaikan panggilannya.

Jadi Ajeng mencoba menelepon Theodor beberapa kali lagi, namun hasilnya sama. Dia mulai merasa khawatir, terutama mengkhawatirkan bayinya.

Dia berharap tidak terjadi apa-apa.

Menepis pikiran buruknya, ia keluar dari mobil. Berjalan menuju lobi perusahaan.

"Permisi, apa pak Theodor nya ada?" Tanya Ajeng kepada seorang resepsionis.

Ajeng merasa dia sudah sopan dalam bertanya tapi di mata Yeni sang resepsionis tidak demikian.

Di matanya, wanita kampung di depannya mencoba menyanjungnya. Mencoba mendapatkan kabar tentang atasannya dari dia.

'Cih, Dasar kampungan !' Batin yeni melirik pakaian Ajeng yang terkesan biasa saja itu.

Padahal itu buatan tangan, jelas tanda pembuatnya tak akan sebesar logo brand.

Sepertinya wanita satu ini terlalu sering di sanjung sehingga lupa daratan. Jika Ajeng tahu apa yang dia pikirkan, Ajeng pasti sudah memberikannya kaca agar dia sadar diri bahwa tak ada yang Ajeng sanjung darinya yang hanya sebagai resepsionis.

Kesombongan Yeni bukan tanpa sebab, sejak dia bekerja di perusahaan ini banyak orang di sekitarnya berbondong-bondong menyanjungnya, mereka berharap kecipratan olehnya.

Lagi pula tak ada yang tak mau bekerja di perusahaan sebesar EO's yang cabang dan bisnisnya di mana-mana. Dan bonus juga gajinya yang besar.

"Permisi, pak Theodor nya ada atau enggak? Saya tanya kok diem aja."

Ajeng mengernyit, bisa-bisa orang ini melamun saat bekerja. Dia pikir jika itu bawahannya sudah pasti dia pecat.

Melirik name tag di dadanya, Ajeng memberi tanda pada Yeni mulai sekarang.

Dan Yeni tak tahu bahwa pekerjaannya sedang di ambang menghilang.

Yeni memutar matanya, dia menatap Ajeng dengan sinis. Dia merasa kedatangan Ajeng  ke sini hanya untuk bertemu Atasannya itu.

Dia pikir 'Heh, mimpi!'

"Ada!" Jawab Yeni sekenanya. Menurutnya hanya buang-buang tenaga untuk berbicara dengan orang kampung.

"Oh, kalo gitu bisa tolong teleponin, bilang Ajeng gitu!"

Kali ini Yeni menatap Ajeng jijik, dia berkata dengan sarkase "Anda siapa maen suruh saya seenaknya? Lagian emang anda sudah buat janji?"

Jika janji bahwa ia akan datang ke perusahaan menemui pria itu maka memang ada. Tapi mendengar nada suara wanita ini, membuat Ajeng kesal.

Juga dia ini istri Theodor, bos perusahaan ini. Jadi seharusnya ia bisa di panggil nyonya bos!

Namun dia ingin melihat apa yang akan di lakukan orang ini. Sehingga Ajeng memilih menggelengkan kepala.

"Kalo begitu enggak bisa!"

Ajeng menatap dingin Yeni, "Bukankah lebih baik anda menghubunginya terlebih dahulu. Siapa saya orang penting, apa anda enggak takut kena masalah!" ... Di pecat misalnya sambungnya dalam hati.

EXCUSE ME [END]] Where stories live. Discover now