Chapter 03.

41K 3.9K 50
                                    

"Ayah!" Panggilan dengan suara yang cukup keras itu berasal dari kamar, membuat Alera dan Lendra sontak menghentikan acara makan mereka.

Saat Lendra akan bangkit, Alera lantas menghentikannya. "Biar aku saja," ucapnya.

Lendra hanya mengangguk, ia memperhatikan istrinya yang perlahan bangkit kemudian berjalan menuju kamar mereka. Ada sedikit keraguan di hatinya. Keraguan yang dibalut rasa takut, karena biasanya sang istri sangat tidak menyukai anak mereka.

Namun Lendra berusaha menepis itu semua. Ia berpikir untuk memberikan istrinya kesempatan lantaran perubahan yang ia lihat beberapa menit belakangan. Memang perubahannya masih tergolong singkat, tapi karena rasa cintanya yang teramat besar, membuat Lendra langsung memberikan kepercayaan.

Beberapa saat kemudian, Alera keluar dari kamar dengan menggendong seorang anak laki-laki berusia lima tahun. Anak laki-laki yang tak lain adalah Enzi itu terlihat merengek seraya menduselkan wajahnya pada dada sang ibu. Beberapa kali Alera memberikan kecupan hangat di pelipis dan pucuk kepala sang anak lantaran merasa gemas dengan sikap manja itu.

Lendra terdiam melihat hal tersebut. Ia tahu anaknya selama ini selalu mengharapkan kasih sayang sang ibu, namun apa boleh dikata. Alera dulu bahkan sangat enggan berdiam dalam waktu yang lama di dekat mereka.

"Mas, Aku mau mandikan Enzi dulu, ya?" ucap Alera meminta izin. Kemudian tanpa menunggu jawaban dari sang suami, ia langsung membawa anak berusia lima tahun itu keluar rumah. Karena berdasarkan ingatan yang diperoleh Alera, di belakang rumah mereka terdapat sebuah sungai yang biasa digunakan untuk mandi.

Izin yang diucapkan istrinya itu membuat Lendra buru-buru menghabiskan makanannya. Ia bahkan belum memberi wanita itu izin, tetapi sudah ditinggalkan. Bagaimana kalau Alera menenggelamkan anak semata wayang mereka di sungai?

Tidak! Itu tidak boleh terjadi.

Lendra lantas bangkit, kemudian berjalan keluar untuk segera menyusul sang istri ke sungai. Tapi sebelum itu, Lendra lebih dulu mengunci pintu rumah mereka, jika tidak, bisa saja bandit merampok rumah mereka.

Dengan alas kaki seadanya, Lendra menyusuri jalan setapak yang mengarah ke arah sungai. Sayup-sayup terdengar suara beberapa manusia sedang bercengkrama dengan aliran air sebagai suara latar. Lama-kelamaan, suara itu semakin jelas. Netral hitam kelam milik Lendra dapat melihat orang-orang yang sedang mandi termasuk sang istri dan anaknya.

Sepasang ibu dan anak itu tampak merendam tubuh di dalam air dengan Enzi berada di punggung sang ibu. Canda tawa terlihat menghiasi mereka, bahkan senyum lebar tak ayal terpatri di wajah lucu Enzi. Tanpa sadar, sudut bibir Lendra turut tertarik membentuk sebuah senyum. Hati suami mana yang tidak menghangat saat melihat sang istri yang biasanya tak menghiraukan sang anak, justru sekarang sedang bercanda riang.

Lendra menarik langkah menuju bibir sungai untuk mendekati anak dan istrinya yang masih belum sadar dengan kedatangannya. Pria berusia tiga puluh tahun itu berjongkok kemudian menadahkan air sungai dengan kedua tangannya.

Selanjutnya, Lendra menyiramkan air itu ke kepala sang istri yang belum basah membuat sang empu seketika menoleh. "Mas? Kamu di sini?" tanya Alera dengan dahi mengernyit.

Lendra tersenyum seraya mengangguk pelan. "Hmm, baru saja."

Alera hanya membulatkan bibirnya. Ia kemudian mengajak anaknya untuk naik ke atas. "Sayang, kita bersih-bersih dulu, ya. Biar ibu ambil daun gosoknya dulu." ujarnya.

Pada zaman ini, sabun memang belum ditemukan. Rata-rata para rakyat jelata seperti Alera dan Lendra menggunakan daun yang biasa digunakan untuk pengganti sabun. Sedangkan para bangsawan memiliki cairan yang dibuat dari bahan alami sebagai sabun mereka.

Rakyat jelata bisa saja membeli cairan itu jika memang memilik banyak uang karena harganya yang memang sangat mahal. Semangkuk cairan sabun itu saja dibandrol dengan harga satu koin perak yang setara dengan seratus koin perunggu. Bagi bangsawan mungkin sangat murah, namun bagi rakyat jelata, seratus koin perunggu bisa digunakan untuk makan selama dua pekan.

Alera menurunkan anaknya di bibir sungai. Selanjutnya ia menatap sang suami yang sudah berdiri dengan tatapan yang juga ke arahnya. Seulas senyum jahil muncul di wajah Alera karena memikirkan sebuah ide. Ia membalik tubuhnya kemudian mulai berjalan pelan.

Lendra yang melihat hal tersebut langsung mengalihkan pandangan ke arah sang anak. Ia bersiap ingin berjongkok kembali, tetapi tiba-tiba dorongan kuat di tubuhnya membuat Lendra membulatkan matanya. Bersamaan dengan itu, tubuhnya tercebur ke dalam air, menyisakan gelak tawa yang meluncur dari bibir Alera.

Pelakunya memang Alera. Dan inilah ide jahil yang muncul di otak perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu. Entahlah, kenapa ia melakukan ini, yang pasti Alera saat ini sedang merasa senang.

Bergegas perempuan itu berjalan menuju rerumputan yang ada di sekitar sungai, meninggalkan Enzi yang melongo melihat tindakan sang ibu. "Aku ingin melakukannya juga!" seru Enzi membatin.

~o0o~

Alera melihat-lihat Tumbuhan-tumbuhan liar yang ada di depannya, mencoba memilah daun yang cocok digunakan untuk membersihkan tubuh. Tentu saja ia mencari daun yang airnya bisa membunuh kuman seperti sirih. Namun sirih hanyalah contoh dan tidak cocok untuk dipakai sebagai sabun mandi karena sari pati daunnya yang juga terasa pedas

"Cari daun juga, Lera?" Suara seorang wanita terdengar membuat Alera langsung menolah. Ia tersenyum kecil.

"Iya, Nyonya." sahutnya kemudian kembali memilah tanaman-tanaman luar itu. Saat ini memang bukan Alera saja yang sedang mencari daun. Ada juga beberapa orang yang turut melakukan hal yang sama.

"Akhirnya kau keluar rumah juga. Saya hampir tidak pernah melihatmu keluar rumah. Bahkan saya berpikir bahwa Lendra sudah kau tinggalkan," celetuk wanita itu kembali.

"Saya sedikit sibuk, Nyonya. Jadi jarang keluar," jawab Alera tanpa menoleh sama sekali.

"Sibuk apa? Kau saja tidak punya pekerjaan. Cuma rakyat miskin." ucap Ibu itu tajam.

Alera memilih tak mengindahkan ucapan tersebut. Ia tahu jika wanita yang mengajaknya bicara ini memang sedikit sombong karena statusnya sebagai seorang istri pemimpin daerah mereka. Jika di masa depan, wanita ini menjadi istri kepala desa.

Tak lama kemudian, Alera melihat daun yang sangat cocok untuk dijadikan mandi. Yaitu daun Pappermint. Daun itu juga terlihat tumbuh cukup lebat membuat Alera seketika memikirkan sebuah ide. "Bagaimana kalau aku membuat sabun sendiri?" pikirnya.

Mengenyampingkan hal tersebut, Alera meraih beberapa lembar daun tersebut kemudian membawanya kembali ke arah sungai. Alera mengernyit saat tidak menemukan suaminya di mana pun. Gegas perempuan itu mendatangi anaknya. "Enzi, mana ayahmu?"

"Situ." Enzi menunjuk ke arah air, membuat Alera turut mengalihkan pandangannya.

"Mana?" tanya Alera bingung.

"Ayah memang lagi tidak terlihat. Kata Ayah, jika ada ibu bertanya, katakan kalau ayah sudah tenggelam," ucap Enzi polos.

Alera seketika mendatarkan wajahnya. Jadi suaminya berniat mengerjainya?

TBC.

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang