40

19.8K 1.3K 47
                                    

Mendengar penawaran dari Varrel membuat Ervan memiringkan kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendengar penawaran dari Varrel membuat Ervan memiringkan kepalanya. Ke luar negeri? Apakah seru?

Varrel menahan senyumannya yang akan terbit dari bibirnya ketika melihat ekspresi menggemaskan Ervan. "Bagaimana? Mau kan?" tanya Varrel dengan sedikit mengandung paksaan.

"Bentar kakak," jawab Ervan yang kini menundukkan kepalanya dengan membuka lebar semua jari tangannya. Varrel menyatukan alisnya, sebenarnya  apa yang sedang dilakukan oleh adiknya saat ini. Ingin menyela kegiatan adiknya tapi melihat ekspresi serius Ervan, niatan itu ia urungkan.

Sedangkan Ervan sedang bergelut dengan dirinya sendiri. Setelah membuka lebar semua jarinya, ia mulai menekuk satu persatu jari tangannya dengan menggumam dalam hati.

Mau, gak, mau, gak, gumam Ervan dalam hati. Seterusnya sampai berada di jari terakhirnya. Ervan seketika melengkungkan bibirnya ke bawah dengan sorot mata kecewa. Saat jari terakhir ia tekuk, tepat ia menggumamkan kata tidak. Bearti ia tidak ikut kakaknya ke luar negeri?

Varrel tidak sesabar itu untuk menunggu adiknya yang entah sedang melakukan apa, tapi melihat raut muka murung adiknya, Varrel tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menyela kegiatan Ervan.

"Kenapa? Apa yang membuatmu murung?" tanya Varrel terkesan mendesak.

Ervan menggelengkan kepala sebagai respon pertanyaan kakaknya, "Ervan gak mau," jawab Ervan setelah ia memutuskan jawabannya dengan pasti.

"Kenapa gak mau?" tanya Varrel dengan menekan setiap katanya. Padahal ia berharap Ervan ikut bersamanya.

Ervan mengangkat tangannya dan membuka lebar-lebar telapak tangannya, "Kata mereka, Ervan gak usah ikut kakak," balas Ervan dengan senyum pepsodent seraya menggerakkan telapak tangannya ke kanan ke kiri.

Varrel semakin mengerutkan keningnya, mereka? Siapa yang dimaksud oleh adiknya.

Belum sempat Varrel menanyakan maksud adiknya, pintu kamarnya terbuka dan Ian berdiri di ambang pintu.

"Ervan, makan." Ian berucap dengan tatapan datarnya seperti biasa. Ian mengumpati Varrel yang belum kembali ke luar negeri. Kenapa lama sekali, jika ingin kembali, cepat lah kembali. Tidak perlu berdrama seperti ini seakan-akan tidak ingin jauh-jauh dari adiknya. Ervan itu adiknya.

"Ervan mau makan," ucap Ervan. Ia turun dari tempat tidur Varrel dan mulai berjalan ke Ian. "Ayo kak Ian, jangan lama-lama," peringat Ervan yang mulai berjalan menuju ke arah tangga.

Ian tersenyum tipis, sebenarnya siapa yang membuat ini lama?

Menuruti perkataan adiknya, Ian segera menyusul adiknya agar tidak berlama-lama. Dan meninggalkan Varrel yang kini menampilkan raut muka datarnya. Adiknya tidak mau ikut dengannya, lantas ia harus bagaimana. Apakah memaksanya? Tapi ia tidak ingin Ervan membencinya.

Ervan [End🤎]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang