CHAPTER 7 - THAT ONE MYSTERIOUS GAME

2.1K 224 27
                                    


SIERRA LANEY

Cypress Crescent, Shaugnessy, Vancouver

January 5th, 7.05 A.M



Seperti biasa, aku lah orang yang pertama yang bangun. Kulihat Sam di kamarnya, dan anak itu masih mengorok dengan gaya aneh. Tangan sebelah kanan terangkat ke atas dan kaki sebelah kiri menyilang, dengan kepala miring ke sebelah kiri sekitar 90 derajat dan dua bantal menutupi wajahnya. Bajunya terbuka, menunjukkan perutnya yang, untung saja, berbentuk, walaupun bagian bawahnya cembung sedikit.

 Setelah kupotret bukti perut cembung yang selalu berusaha ditutupinya itu, aku beralih ke sebelah. Bri, yang akhir-akhir ini tampak dekat sekali dengan Sam, tidur sambil memeluk Sam bagaikan guling, dan aku bertaruh saat Sam bangun nanti, dia pasti akan syok berat lantaran dipeluk oleh Bri tanpa rasa bersalah. Mengingat Sam rada sok bersih, dia pasti bakal protes melihat Bri yang bangun dengan wajah kucel, padahal sendirinya tidak kalah kucel.

Mendadak, aku mendengar seseorang tertawa. Tepat di belakangku. Kulihat di kamar yang kudatangi ini, Sam dan Bri masih tertidur. Sebelumnya, aku juga melihat Ethan dan Javier di kamar mereka (iya, aku ini sudah seperti ibu-ibu yang memeriksa apakah anak-anaknya sudah bangun atau belum), dan anak dua itu malah sampai ngorok-ngorok segala. Javier tengkurap seperti orang mati, sementara Ethan membungkus tubuhnya bagai kepompong. Sudah kucoba banguni dengan lemparan sandal mautku, tapi si Ethan malah menutup wajahnya dengan selimut, membuatnya mirip mumi. 

Jadi aku sudah berencana untuk turun ke bawah dan membantu Martha atau apalah. Seperti dugaanku, Martha sudah bangun, sepertinya lebih pagi dariku, karena dia menyukai aroma teh di pagi buta sambil membuat kue, sesuatu yang selalu membuatku senang bangun pagi sejak kecil karena bisa ikut memilin tepung dan menciptakan sarapan lezat.

Lalu aku mendengar suara tawa itu. Suara yang berat, dan nampaknya, orang itu benar-benar berdiri di belakangku sekarang. Kuharap itu bukan si paman Bex yang misterius dan datar banget, atau Om Calvin (tapi tidak mungkin Om Calvin tertawa begitu, karena tawanya biasanya serak). Aduh, lebih baik aku coba berbalik saja. Barangkali itu...

"Jav?"

Cowok itu tersenyum lebar padaku. Dia hanya mengenakan kutang putih (duh, hampir saja aku menyebutnya tank top), dengan celana tiga perempat yang tampak keren kalau dia yang mengenakannya. Tak kusangka, Javier menggunakan kacamata, membuat wajahnya semakin terlihat tampan saja. Tidak, tidak, Sierra, tolong, dia hanya cowok ganteng yang kebetulan tertawa karena...

Ah, masak dia mendengar pikiranku?

"Iya, Sier. Dan aku jadi kasihan dengan Sam. Nggak kebayang, pasti bakal ada perang dunia pagi ini."

Mau tidak mau, aku tersenyum. "Kamu tumben sudah bangun? Tadi aku lihat terakhir kamu seperti orang mati yang jatuh dari gedung."

"Yep, pas kamu masuk, aku sebenarnya sadar. Tapi karena deg-deg-an sendiri, akhirnya aku pura-pura mati saja." Cowok itu menerawang sambil mengusap tengkuknya. "Oh, ada wanita di sebelahmu."

Kontan, aku melompat heboh hingga menabrak Javier yang sudah berani-beraninya mengatakan kalau ada roh yang berdiri tepat di sebelahku. Pagi-pagi begini, di saat hari masih belum cerah, dan rumah masih dalam keadaan gelap. Cowok itu spontan menahanku agar tidak terjatuh atau membangunkan yang lain hanya karena dia melihat roh berkeliaran di rumah ini.

"Wanita a-ap-apaan?" tanyaku terbata-bata.

"Dia penunggu rumah ini. Jangan kuatir, Sier. Tampaknya dia juga kaget melihatmu melompat. Dia nggak berniat ganggu kok."Javier tertawa lembut. "Aku sendiri tadi juga kaget, jadi, kita sama kok." 

TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora