Chapter 37

75.6K 3.9K 98
                                    

HAPPY READING

***

Hari sudah semakin gelap dan Misya masih berada di apartemen Al. Kini mereka berdua sedang menonton acara televisi. Setelah selesai mandi tadi, Al langsung bergabung dengan Misya yang sedang menonton acara televisi.

Dan mereka juga sudah menikmati makanan yang dipesan Al tadi. Setelah Al bergabung tadi, pesanan makanan mereka datang dan mereka berdua langsung menyantapnya.

Dan setelah makan tadi, Misya memutuskan untuk mandi di apartemen milik Al. Karena Misya merasa tubuhnya lengket. Dan ia meminjam baju milik Al. Lagi. Setelah itu, ia langsung bergabung dengan Al. Dan sekarang mereka berdua sedang menonton acara televisi.

"Sya." Panggil Al.

Kini posisi mereka berdua berdampingan. Duduk dibawah dan bersandar di sofa, menghadap televisi yang menampilkan sinetron malam.

Sebenarnya Al tidak terlalu menyukai acara seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin bukan jika dirinya meninggalkan Misya sendirian di apartemennya demi menuju markas Tiger. Karena biasanya jika Al sedang bosan maka ia akan datang ke basecamp nya. Itu lebih baik dari pada menikmati kebosanan di apartemennya.

"Hm." Jawab Misya yang masih fokus dengan tontonannya.

"Lo ngga mau cerita?"

"Cerita?" Tanya Misya yang langsung menatap ke arah Al yang menatapnya juga. Sedari tadi, Al memang menatap Misya.

Al langsung menganggukkan kepalanya. "Iya."

"Soal?"

"Kehidupan asli Lo."

Misya menghela napas panjang. Sungguh, dirinya sedikit tidak suka jika ditanya dengan kehidupan pribadinya. Tapi dengan terpaksa, Misya harus menceritakan semuanya.
Misya mengulurkan tangannya ke arah Al berniat menjabat tangan Al. "Kenalin, gue Revaza."

Al menaikkan satu alisnya ke atas, dan melirik ke arah tangan Misya yang masih berada di udara. Tetapi beberapa detik kemudian Al langsung tersenyum tipis dan menjabat tangan Misya.

"Albiru Atlantas Dirgantara."

"Nama panjang Lo?" Tanya Al yang masih menjabat tangan Misya.

"Revaza Khansa." Jawabnya dan langsung melepaskan jabatan tangannya dengan Al.

"Lo boleh tanya tentang gue." Ucap Misya.

"Sekarang gue manggil Lo siapa? Revaza? Misya?"

"Misya, karena Revaza udah ngga ada."

"Oke. Gue boleh tau latar belakang kehidupan Lo dulu?"

"Harus?"

"Iya."

Misya mengulum bibirnya ke dalam sebelum menjawab pertanyaan dari Al. "Saat umur gue 10 tahun, nyokap bokap gue meninggal. Gue masih kecil dan gue udah hancur karena kehilangan dua orang yang gue sayang. Dan gue diurus sama art gue yang udah belasan tahun kerja dirumah gue."

Al menggenggam tangan Misya berniat untuk menyemangatinya. "Dari kecil, gue suka banget sama yang namanya motor sport. Bahkan cita-cita dulu gue pengen jadi pembalap. Gue selalu belajar buat bisa make motor sport. Dan gue seneng banget saat gue udah bisa. Gue terus mencoba biar bisa menguasainya. Udah beberapa tahun kehidupan gue hanya tentang motor sport."

"Sya, gue bener-bener mikir kalau ini semua aneh."

"Ngga ada yang ngga mungkin ketika tuhan udah berkehendak dan Lo ngga bisa menyangkalnya."

"Lo bener."

Misya menganggukkan kepalanya. "Aneh tapi ini terjadi sama gue."

"Sekarang gue jarang banget dimimpiin sama Misya, terakhir dia bilang kalau gue ngga akan bisa balik ke tubuh asli gue."

"Emang Lo pengen balik ke tubuh asli Lo?"

Misya terkekeh pelan. "Gue si pengen."

"Jangan." Lirih Al.

"Kenapa? Lo itu sukanya sama Misya Al, bukan sama gue."

"Kalau gue sukanya sama Misya yang versi sekarang gimana?"

Deg.

Kenapa jantung Misya merasa berdebar saat Al mengucapkan kalimat tersebut? "Ngaco."

Al menangkup kedua pipi Misya dengan kedua tangannya. Dan mereka saling bersitatap. "Mau Lo Misya atau bukan, tapi yang terpenting gue sayang banget sama lo. Dan Lo udah bikin gue nyaman, Lo tau kan gue ngga suka kalau ada yang ngusik milik gue? Jadi jangan coba-coba Lo deket sama cowo lain kecuali keluarga Lo."

Misya menelan saliva nya susah payah. "N-ngga mungkin bisa secepat itu Lo suka sama gue Al."

Al tersenyum tipis dengan tangannya yang masih menangkap kedua pipi Misya. Al menggerakkan ibu jari tangan kanannya yang masih berada di pipi Misya untuk mengelus bibir Misya lembut. Al menatap bibir Misya agresif.

Misya yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menelan saliva nya susah payah dan ia sudah menahan napas sekarang. Sungguh perlakuan Al membuat jantung Misya tidak aman.
"Ngga ada yang ngga mungkin kan?" Ucap Al yang masih mengelus bibir Misya lembut.

Misya tidak fokus dengan apa yang diucapkan Al. Ia hanya fokus dengan kegiatan yang dilakukan Al yang membuat jantungnya tidak aman sama sekali.

Al menatap mata Misya lekat. "Boleh?"

Seakan paham dengan yang diucapkan Al. Misya pun langsung tersadar dan ia cepat-cepat menggelengkan kepalanya dan memeluk Al. Bukan tanpa alasan Misya memeluk Al. Tetapi dirinya berniat untuk menutupi pipinya yang mungkin sudah seperti kepiting rebus.

Al terkekeh dengan tingkah Misya. Al pun membalas pelukan dari Misya. "Gemes banget si Sya. Lo malu gue cium?"

Misya langsung mencubit perut Al yang sialnya sangat keras. "Apaansih!" Ucapnya sambil masih berada dipelukan Al.

Al membenamkan wajahnya di ceruk leher Misya dan menghirup aroma tubuh Misya yang wanginya sama sepertinya. Tangannya digunakan untuk mengelus punggung Misya lembut. Misya yang diperlukan seperti itu merinding dibuatnya.

"Albiru!"

Mereka berdua terkejut saat mendengar suara yang seperti bentakan menyebut nama Al. Mereka berdua langsung menoleh ke sumber suara dan melihat Dirga, papanya Al sedang berdiri dan menatap mereka berdua.

Misya membelalakkan matanya melihat papanya Al. Ia sedikit takut. Tetapi Al malah memutar bola matanya malas. "Apaansih pa." Ucap Al.

Misya menoleh ke arah Al tidak habis pikir. Bisa-bisanya Al bisa sesantai itu ketika dipergoki oleh papanya. Dirinya saja sudah was was sekarang.

Dirga berjalan mendekat ke arah mereka berdua. "Al, papa ngga mau ngeliat kalian ngelakuin itu lagi." Ucap Dirga saat sudah berada didekat Al.

"Kalian udah dewasa, papa takut kalian bisa ngelakuin perbuatan lebih. Apalagi kalian hanya berdua disini." Lanjutnya.

"Al tau pa. Papa sendiri tau kan, Al orangnya gimana."

"Maaf om." Ucap Misya merasa bersalah. Seharusnya dirinya tidak memeluk Al. Jadinya seperti sekarang.

Dirga menghela napas lelah. Susah memang menasehati anaknya yang memiliki watak keras kepala sama sepertinya.

"Kamu tau kan Sya kalau kalian berdua salah."

Misya menganggukkan kepalanya.
"Pa. Cuman pelukan doang."

"Kalian pacaran?" Tanya Dirga.

"Ngga." Jawab Al malas.

Lagi-lagi Dirga tidak habis pikir dengan mereka berdua. Belum pacaran saja bisa seperti itu. Apalagi jika sudah berpacaran? Entahlah, Dirga pusing jika memikirkan itu semua.

"Kayaknya kalian harus tunangan."

Tbc.

TRANSMIGRASI REVAZADonde viven las historias. Descúbrelo ahora