15. Siapa Agra?

14K 628 3
                                    

Happy reading ..
...

Setelah meluapkan emosinya Ajeng meninggalkan Theodor sendiri di kamar, dia juga tak menemukan benda yang di cari.

Hingga duduk di meja makan bersama pun Ajeng tak mengatakan sepatah kata pada Theodor.

Ajeng malah berkata pada Zayyan “Azy sayang gimana tidurnya, nyenyak? ..”

Zayyan mengunyah makanan di mulutnya, meletakkan sendoknya di piring yang sudah kosong itu sebelum berkata “Momy, Azy mimpi naik harimau .. gede banget ..”

Melihat putranya begitu ceria, rasa kesal di hati Ajeng seketika tersapu.

“Terus harimaunya ada banyak ..blabla ..” mendengarkan Zayyan yang bersemangat menceritakan mimpinya, Ajeng tak berdiam saja. Sesekali dia juga menanggapi walau hanya dengan beberapa kata dan anggukan kepala.

Theodor yang menyaksikan adegan hangat itu terdiam, dia sadar dia sudah mengatakan sesuatu yang salah pada Ajeng dan sepertinya Ajeng juga mulai kembali bersikap acuh padanya.

“Azy mau liat harimau asli enggak? ..”
Sambil bertanya dia mengikuti Ajeng menuju ruang tamu dengan Zayyan dalam pelukannya.

Zayyan mengangguk dengan semangat. Melihat itu Theodor melirik Ajeng yang masih acuh duduk di sofa lain sebelum kembali berkata, “Kalo Om ajak liat harimau besok Azy mau? ..”

Zayyan ingin langsung setuju tapi dia ingat sesuatu dan berbalik menatap Momy nya. Dia berkata dengan harap – cemas “Momy, Azy boleh enggak besok ikut Om jahat? .”

Walau Ajeng mengabaikan Theodor bukan berarti dia akan mengabaikan putranya. Jadi dia mengangguk, membiarkan Zayyan pergi dengan Theodor besok.

Zayyan yang melihat itu sangat senang hingga terus meloncat.

Ajeng yang khawatir Anaknya tersandung hanya bisa berkata “Hati-hati sayang, nanti jatuh loh! .”

“Yes Momy ..”

Theodor melihat Zayyan yang meloncat-loncat akhirnya mengangkatnya, biarkan anak itu duduk di pahanya.

Dia tersenyum, “Azy Happy? .”

Zayyan mengangguk, dia tersenyum hingga memperlihatkan gigi putihnya.

“Happy banget. Soalnya Azy udah lama enggak liat harimau lagi .. Jadi Azy enggak sabar banget buat besok! Makasih om jahat, om jahat baik deh.”

Seketika dahi Theodor mengernyit, dia ingin bertanya kalau dia baik lantas kenapa masih ada om jahatnya.

Dia hanya bisa mendesah, jadi dia berkata dengan lembut “Kok masih panggil Om jahat, ganti dong jangan Om panggilnya! .”

“Terus Azy harus panggil apa? .”

“Panggil Daddy sayang! .”

Theodor menyaksikan raut wajah Zayyan yang berubah-ubah.

Zayyan menatap Ajeng dengan bingung. Sedangkan Ajeng hanya bisa merutuki nasibnya.

Dia tak mungkin menyuruh Zayyan menolak itu, karena bagaimana pun Theodor adalah ayah kandungnya.

Melihat sang Momy mengangguk, Zayyan menatap Theodor. Dia berkata “Om jangan panggil Dady, ganti aja .”

“Kenapa? .”

“em- om Agra bilang jangan sembarang panggil orang lain Daddy, katanya kalo nanti panggil Daddy sembarangan nanti Momy di culik terus Azy enggak bisa ketemu Momy lagi .. Azy enggak mau .. jadi Azy enggak bisa panggil Om, Daddy! ..”

Sialan ..’ Kali ini Theodor terdiam seribu bahasa.

Dia curiga Pria bernama Agra itu punya dendam kepadanya dan sengaja mengatakan itu kepada Zayyan. Tapi dia yakin dia tak pernah mengenal pria bernama Agra sebelumnya.

Lain halnya dengan Ajeng yang malah tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Zayyan.

Dia tertawa puas, dalam hati berkata ‘Mampus Lo, kena Ulti anak sendiri! .’ 

Theodor melirik Ajeng yang tertawa dengan datar, Ajeng yang di tatap malah balik menatap seakan menantang Theodor.

Takut membuat kesalahan yang baru, jadi dia memilih menatap putranya.

“Emang om Agra itu siapanya Azy? .”

Sebenarnya dia ingin bertanya ‘Siapanya Ajeng? .’ tapi dia khawatir memancing amarah Ajeng lagi. Lagi pula di mata wanita itu dirinya masih bukan siapa-siapanya.

Zayyan tak mengerti, dia bingung bagaimana menjelaskannya. Baginya Om Agra ya omnya.

Pada akhirnya suasana menjadi canggung karena tak ada yang menjawab pertanyaan Theodor.

Siapa sebenarnya Agra ini sampai mereka enggak mau ngomong apa pun, sebegitu pedulinya mereka terhadap pria itu sampai sepakat enggak mengatakannya .. Sialan .’

Theodor pikir keduanya tak ingin menjelaskan, tapi yang Theodor tak tahu ialah Zayyan sendiri tak tahu bagaimana menjelaskannya sedangkan Ajeng wanita itu tak mencoba menjelaskan karena menurutnya tidak penting.

Di saat hatinya gelisah, Theodor masih bisa menampilkan wajah tenang. Sambil menggosok rambut lembut Zayyan yang sangat berbeda dengan rambutnya itu, dia mengalihkan topik dan berkata “Azy enggak ajak Momy perginya? .”

Zayyan menggeleng “Momy enggak suka pergi ke sana!”

“Terus kalo Azy mau ke Zoo siapa yang biasanya temenin Azy? ..”

“Om Agra!”

Agra lagi, siapa sih Arga ini, Theodor merasa orang ini selalu ada di sekitar Ajeng dan Zayyan dan itu bukan untuk kurun waktu yang singkat.

Theodor mulai merasakan krisis, dia merasa keberadaan Agra ini akan menjadi penghalang dia dan Ajeng.

Tak bisa di biarkan ..’ Theodor pikir dia harus menghancurkan orang bernama Agra, agar kehidupan keluarganya tetap aman dan sehat.

Agra di sisi lain bersin membuat seluruh orang di ruang rapat menatapnya, menggosok hidungnya yang gatal dia melambaikan tangannya tanda untuk melanjutkan pertemuan.

Berpikir siapa yang memikirkannya 'Hm, kayaknya keponakan ku tersayang lagi kangen omnya ini'

Agra tak tahu bahwa pria yang akan menjadi adik iparnya yang sedang memikirkannya.

Berpikir untuk menghancurkannya.
Jika dia tahu dia pasti tak akan membiarkannya, mungkin Agra akan segera memboyong Ajeng dan putranya kembali ke Jerman.

🦋

Tok! Tok! Tok!

“Masuk!”

Haira membuka pintu kantor bosnya, siapa lagi kalau bukan Gibran.

“Ada apa? ..”

Haira menyodorkan sebuah berkas ke hadapan Gibran, “Hal yang ketua minta saya cari tau, sudah selesai. Kalo begitu saya pamit dulu ..”

Gibran membiarkan Haira, sekretarisnya keluar ruangan.

Gibran mulai membuka berkas tadi yang berisi informasi pemilik puluhan hektar tanah di pusat kota, dia selalu ingin tahu siapa pemilik tanah itu.

Bagaimana pun tanah itu sangat cocok untuk di jadikan sebuah taman hiburan yang selalu di inginkan istrinya.

Dia berharap saat kabar tentang proyek ini muncul, Istrinya bisa mendengar dan kembali.

Hanya ini satu-satunya cara yang dia pikirkan setelah gagal meminta bantuan Theodor terakhir kali.

Di sisi lain sebuah toko bunga di pusat yang masih tertutup terdapat sepasang pria dan wanita yang tengah bermesraan.

Entah apa yang pria itu bisikan hingga membuat sang wanita merona karena malu.

Melihat wajah merona sang wanita, pria itu segera melumat habis bibir mungilnya.

Jika orang lain melihat ini mungkin mereka akan berpikir pasangan yang penuh kasih sayang.

Sangat di sayangkan bahwa kenyataannya sang wanita sudah menjadi istri orang, namun keduanya seakan lupa tentang hal ini.

Karena pada akhirnya pria itu mengangkat dan membawa sang wanita ke ruang istirahat di bagian belakang toko bunga.

🦋

Pukul sepuluh malam akhirnya Haira bisa menghela napas lega.

Dengan cepat dia membereskan barang-barangnya di meja, mematikan Komputer dia mulai bersiap meninggalkan kantor.

Dia melirik pintu bosnya yang masih terang benderang, seharunya pria itu masih berada di kantor.

“Dasar cowok rajin .” gumam Haira meninggalkan meja kerjanya.

Dia berpikir apa yang akan dia makan malam ini, mudah-mudah Ibunya memasak menu favoritnya.

Memikirkan Ayam goreng plus sambal, dia bisa merasakan air liurnya mulai banjir.

“Pikirin apa sih sampai bengong begitu? ..”
Asyik dengan pikirannya hingga Haira tak sadar bahwa sudah ada orang lain di tempat parkir.

Dia menoleh dan melihat Bosnya, dengan tenang dia menarik pikirannya “Ketua, udah mau pulang juga? ..”

“Iyah, lagian tinggal saya sendiri di perusahaan jadi kenapa enggak pulang aja .”

Tunggu sebentar bukannya tadi masih ada beberapa orang yang masih sibuk jadi kenapa mereka sudah pada enggak ada.

Melirik jam tangannya, betapa terkejutnya dia melihat jarum jam sudah mengarah ke arah angka 11.

Lah Anj*ng, Gue melamun sampai satu jam begini. Untung enggak ke sambet ..’

Gibran melihat Haira kembali melamun, melambaikan tangannya di wajah Haira namun tak di respons.

Dia mengangkat alisnya aneh, kenapa menurutnya Sekretarisnya ini sedikit salah .

Tepukan di bahunya menyadarkan Haira, dengan tanda tanya di wajahnya dia menatap Gibran dengan bingung.

“Jangan melamun terus Haira bahaya, kalo begitu saya duluan ya, Mari .”

“Ah, Silahkan ketua ..”


Selepas peninggalan Gibran, Haura merutuki dirinya “Bisa-bisa Gue ketahuan melamun dua kali sama si bos .. aduh gimana kalo nanti si bos jadi ragu kasih tugas ke Gue, bisa-bisa ganti posisi. Ah anj*ng emang ..”

....
.
Maaf kemarin enggak Up .. sinyal jelek banget cuy ..

Jadi karena sinyal data jelek, terus gabut akhirnya ketiduran ..

Sekian penjelasan daku. Bye.

Nov2023.17

EXCUSE ME [END]] Where stories live. Discover now