32. Tak berdaya

13.5K 1.1K 53
                                    

Happy reading..
.
.

Gibran terbangun saat mendengar suara mual, menggaruk rambutnya dia melirik ke kamar mandi dengan desahan.

Berjalan masuk ke kamar mandi dia melihat istrinya tengah muntah. Bisa di katakan sudah menjadi kegiatan setiap pagi bagi Gibran mengurus Haira yang mual beberapa waktu belakangan ini.

Gibran dengan lembut memijat tengkuk istrinya, berusaha membuat Haira sedikit lebih nyaman.

Membasuh mulutnya, Haira berbalik memeluk Gibran dengan lemas tak bertenaga, mengubur wajah pucatnya di dada sang suami dia merasa seluruh tubuhnya menjadi jelly.

Di kecup kening istrinya, dengan suara penuh perhatian ia berkata "Udah mualnya?"

Haira tak memiliki tenaga lebih untuk menjawab, dia hanya mengangguk.

Gibran menggendong Haira membiarkan kaki Haira menggantung di pinggangnya. Mengelus punggung Haira, Gibran berjalan ke arah dapur.

Haira dengan lelah bersandar membaringkan pipinya di pundak Gibran dia benar-benar kelelahan sudah seminggu ini dia merasakan mual, tak nafsu makan, dan yang lebih parahnya lagi apa yang dia makan selalu di muntahkan.

Jadi berat badannya benar-benar turun drastis. Membuat tubuhnya yang kurus semakin kurus.

Mendudukkan Haira di meja Gibran memberikan Haira minum. Melihat wajah pucat istrinya dia semakin khawatir, dia paham tak mudah bagi seorang wanita yang sedang hamil tapimelihat istrinya dia sadar bahwa itu tak seperti yang dia pikirkan.

Jujur saja waktu mantan istrinya hamil dia tak melihatnya merasa mual separah ini malah wanita itu masih terlihat sangat bugar setiap harinya, jadi kenapa Haira begitu lesu.

Untuk yang kesekian kalinya Gibran kembali mengecup dahi Haira. Berkata “Sayang, entah kenapa aku nyesel liat kamu harus menderita kayak gini. Coba kalo waktu itu aku pake pengaman, enggak perlu kamu cape kayak gini!"

Haira merasa tersentuh atas perhatiaan suaminya akan tetapi bukan berarti dia setuju.

Mengusap pipi kasar sang suami, Haira tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Mencubit hidung mancung pria itu, “Hei! Enggak boleh ngomong gitu .. Kakak tau di luaran sana ada banyak wanita yang berharap bisa berada di posisi aku, berharap bisa mengalami sendiri proses berkembangnya sang anak di rahim .. Jadi aku sama sekali enggak merasa menderita justru aku seneng karena bisa ngalamin ini semua .. lagian saat itu kamu kan di bus kak, jadi mana inget sama pengaman .. Tapi mau secape apa pun aku sekarang, aku pikir semuanya sepadan demi bayi kita kak .. Asalkan kakak bantuin aku yah."

Gibran tak bisa menahan senyumannya, membungkukkan badannya dia mengecup perut Haira dari balik baju.

“Anaknya Ayah, baik-baik ya jangan bikin Bunda nya repot lama-lama soalnya kasihan Bunda kamu udah kurus gini loh, gak enak buat di peluknya tau!"

Memukul pundak Gibran, Haira berkata tak terima dirinya di bilang kurus “Enak aja kurus, nih masih montok ..” sambil mengangkat dua gunungnya membuat Gibran menatap dalam lagian sudah satu  bulan dia tak menyentuh istrinya jadi melihat istrinya seperti ini dia sedikit tak tahan.

'Liat kamu nakal mana kuat aku dek!'

Melumat bibir Haira dengan lembut, memeluk pinggang sang istri dengan lembut berusaha untuk tak menekannya. Haira tak tinggak diam, ia membalas lumatan itu, dengan tangan meremas rambut Gibran. Keduanya berciuman untuk waktu lama hingga Haira merasa sesak barulah mereka berakhir.

Mengecup puncak kepala Haira Gibran berkata “I Love You ..”

.
.

Saat tengah bermain dengan putranya Ajeng merasakan sakit di perutnya, dia tahu ini kontraksi. Jadi dengan tenang dia mulai mengatur napasnya.

EXCUSE ME [END]] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang