27. Jadi dia yang kesal

15.7K 1.1K 23
                                    

Ajeng sedang mengeringkan rambutnya saat nada dering telepon terdengar, meletakkan pengering rambut di tempatnya dia berjalan ke arah ponsel yang berbunyi dan melihat sebaris nomor tak di kenal di layar ponsel Theodor.

Walaupun Ajeng bisa langsung mengangkatnya karena sebagai istri dia mempunyai hak itu namun dia tak mengangkatnya. Jadi dengan ponsel yang tengah berdering di tangannya dia mengetuk pintu kamar mandi.

“Sayang, ponsel kamu bunyi !”

“Angkat aja, Yang.” teriakan Theodor terdengar dari balik pintu kamar mandi.
Sedetik setelah panggilan tersambung terdengar suara isak tangis seorang wanita.

“Theo, bantu aku! Gibran menceraikanku .. blabla ...” Selebihnya hanya omong kosong jadi Ajeng abaikan.

Ajeng malah dengan tenang mendengarkan kisah dramatis dari wanita satu ini, siapa lagi jika bukan si pemeran asli dalam novel.

Amelia Keyla Putri.

Melirik layar ponsel yang masih menyala dia berpikir, ‘Cih! Ternyata udah kelabakan juga dia sampai mikir buat telepon Theodor. Padahal tuh orang enggak ada urusannya sama suami Gue. Emang dasar ulat, bawaannya gatal aja’

Tapi jika kabar tentang perselingkuhannya tersebar itu artinya para pria di bawah roknya sudah tahu jati dirinya yang sebenarnya, hancur sudah imej gadis lugu nan polos itu. Jadi jika di pikirkan lagi memang bukan tanpa kemungkinan Amel akan menelepon Theodor, namun sepertinya keberuntungan pun sedang tidak berpihak padanya.

Sebab yang mengangkat teleponnya bukanlah Theodor melainkan Ajeng. Yang pasti hanya membawa kehancurannya lebih cepat lagi.

Ah. Tidak seperti Theodor akan mengangkanya juga.

Sebenarnya salah satu alasan Ajeng belum mengizinkan Theodor dan keluarganya mengumumkan pernikahan ini adalah karena keberadaan wanita ini, juga rasa penasarannya sendiri.

Walaupun tak ketinggalan pria itu selalu mengajaknya untuk segera melangsungkan resepsi, tapi apalah daya Ajeng tak luluh oleh bujuk rayu yang Theodor lontarkan selama ini. Bisa di katakan hanya satu lagi harapan Theodor yang belum terwujud, yaitu mengadakan resepsi pernikahan keduanya.

Ajeng ingin tahu ketika masalah besar mendatangi Amel akankah wanita itu memanggil suaminya dan dia mendapatkan jawabannya sekarang. Wanita itu benar-benar berani memanggil suaminya.

Dia pernah berpikir untuk membuatnya berakhir lebih baik namun sepertinya sekarang tidak perlu, haruskah dia menyiksanya atau langsung membunuhnya saja. ‘Hah, Merepotkan’

Ajeng berdehem untuk melembutkan suaranya menyembunyikan pikiran gelapnya “Em, maaf mbak ini siapa yah? kok telepon nomor saya panggil nama Theo ..”

Telepon sempat sunyi sebelum kembali terdengar suara marah wanita “Kamu siapa? kenapa kamu yang angkat! mana Theo?”

Lah saya istrinya kenapa situ marah-marah, berasa ke gep selingkuh anjir' batinnya.

"Loh mbak ini aneh-aneh aja, ini nomor telepon saya yah pasti saya yang angkatlah masa mertua saya. Lagian Theo itu siap sih?  Kalo mbak nyari dia mbak salah nomor. Soalnya nama saya Aura bukan Theo.”

“Ini beneran bukan nomor Theo? Kamu enggak bohongkan?” terdengar suaranya yang penuh keraguan.

“Mbak pikir saya bohong! Nih ya mbak ngapain saya bohong, kita kenal juga enggak jadi apa faedahnya saya bohongin mbak. Aneh! Udah ah saya tutup, mau masak.” tanpa menunggu jawaban pihak lain Ajeng menutup telepon.

Niat hati cuman pura-pura tapi malah jadi dia sendiri yang kesal.

Saat Theodor keluar dari kamar mandi dia melihat istrinya berbalik ke arahnya dan mendengus . Dia bingung kenapa istrinya jadi kesal, padahal sebelumnya baik-baik saja. jadi dia bertanya dengan bingung “Sayang, kamu kenapa?”

“Tadi ada cewek yang telepon nangis kejer-kejer katanya dia jadi janda terus di usir dari rumah, katanya enggak punya sepeser pun jadi dia minta tolong sama kamu, buat di izini tinggal bareng kamu?"

Memeluk istrinya Theodor mungkin tahu siapa penelepon itu lagi pula dia membantu Gibran mencari wanita itu sebelumnya “Bukan urusan aku dia di usir atau jadi gembel sekalipun. Terus kamu jawab dia gimana ?”

“Ya, aku bilang kalo dia salah nomor, tapi kayaknya tuh orang enggak percaya deh. Jadi hari ini kamu ke kantor bawa ponsel lain!” ucap Ajeng menatap tajam.

Theodor gemas melihat istrinya cemburu, dia pikir selama ini istrinya tak punya rasa cemburu tapi ternyata bukan tak punya cuman masa berlakunya belum tiba. Mungkin karena Ajeng juga sedang hamil yang mana dia jadi lebih sensitif, membuatnya lebih mudah tersinggung alias baperan.

Jadi dia tak bisa menahan diri untuk menjatuhkan kembali ciuman di bibir ranum istrinya itu.

Setelah itu dia mengangguk mengerti, dia berkata dengan penuh harap “Punya kamu aku bawa boleh?"

Ayolah. Jarang-jarangkan ada kesempatan untuk dia memamerkan cintanya, dia juga iri melihat rekan kerjanya yang bebas menebar cinta dengan pasangannya di mana pun. Sedangkan dia hanya bisa melihat dari samping.

Walaupun hanya sekedar bertukar ponsel, tapi tak masalah.

Melihat sepasang mata menatapnya penuh harap, membuat Ajeng tak kuasa menolak. Apalagi dia merasa melihat bayangan ekor bergoyang di belakang suaminya itu membuatnya tak bisa menahan mulutnya untuk tersenyum.

“Terserah.” Jawaban Ajeng membuat Theodor bahagia.

Dengan perasaan yang bahagia dia menyodorkan dasi ke depan Ajeng, tanpa menunggu perintah dia segera membungkuk maklum tubuh istrinya pendek. Juga dengan Ajeng yang terlihat nyaman membantu suaminya itu.

Jika ada melihat mereka pasti bisa menilai postur keduanya yang terlihat sangat terbiasa yang menandakan hal seperti itu sudah seperti kegiatan sehari-hari mereka.

Berdiri di depan rumahnya, Theodor mengecup kepala dan bibir istrinya, kemudian dia berjongkok dan tak ketinggalan mengecup perut Ajeng.

“Sayang! kalo gitu, aku berangkat dulu.”
Ajeng mengecup bibir suaminya dan melambai “Hati-hati.”

Ajeng berdiri di halaman hingga mobil Theodor menjauh sebelum kembali ke dalam rumah.

Duduk di sofa Ajeng menelepon kakaknya, begitu panggilan terhubung dia berkata “Kak, masih ada orang yang bisa di pake enggak?”

Tanpa bertanya lebih lanjut Agra langsung menjawab, lagi pula hal seperti ini bukan yang pertama kalinya terjadi “Ada. Tapi tumben pake punya kakak? “

“Orang yang di bawa Sion lagi pada sibuk, jadi aku pinjam beberapa bawahan kakak sebentar. Boleh kan?”

“Kalo gitu tetap aman.” Ajeng mendengus sebagai jawaban.

Menutup panggilan telepon, Ajeng termenung.

Sepertinya sudah waktunya dia sendiri yang turun tangan dalam masalah Amelia.

Selama ini dia hanya membiarkan Gibran mengurus masalah tentang Amel karena menurutnya pria itu pasti tak akan membiarkan para pria selingkuhan itu lolos begitu saja. Jadi dia pikir cukup untuk Radi namun hal itu sepertinya tak cukup untuk mengakhiri tingkah Amel.

Karena sekarang sepertinya wanita itu masih punya banyak waktu senggang jadi sudah saatnya dia mengirim beberapa pengisi waktu luang untuk menemani hari-hari wanita itu ke depannya.


🌸

Gibran muncul di kantor Theodor untuk ke sekian kalinya lagi.

Dia tak mengerti kenapa pernikahan yang selama ini menjadi impiannya malah berakhir kandas seperti ini. Dia pikir mantan istrinya itu hanyalah gadis polos seperti yang selama ini dia tahu tapi ternyata dia salah, mungkin dalam artian lain dia memang yang pertama untuk istrinya tapi bukan berarti dia yang terakhir.

Selama ini dia hanya di bohongi oleh wanita itu, Gibran bertanya-tanya kenapa selama ini dia menjadi sebodoh itu, bagaimana dia tak menyadari kecurangan wanita itu padahal jika di pikirkan kembali semuanya menjadi terlihat begitu jelas.

“Apa Lo udah selesai melamunnya?  Gue mau makan nih.” suara tak senang Theodor membuat Gibran tersadar.

“Bro, menurut Lo tuh cewek pake dukun enggak? Kok bisa-bisanya Gue sampe begitu tergila-gila sama tuh cewek.”

Menggosok alisnya lelah “Dia enggak pake dukun, Lo nya aja yang goblok. Udahlah terima kenyataannya aja dan jangan ganggu Gue terus!”

Gibran mengabaikan kalimat terakhir Theodor yang mengusirnya dan malah memanggil Cakra untuk membelikan makanan.

Theodor ingin sekali melempar orang satu ini jika perlu lempar ke laut, jika bukan karena kasihan akan nasib buruknya. Karena jika terus seperti ini bisa stres sendiri dia lama-lama.

Kangen Ayang ‘ pikirnya.

💮

Saat Theo keluar dari perusahaannya di jam pulang seseorang menghalangi jalannya, melirik wanita yang menghalanginya dia hanya bisa meratapi nasibnya ‘Tadi lakinya sekarang ceweknya, kapan Gue bisa jauh dari orang-orang goblok ini, enggak tau apa Gue udah kangen banget sama ayang.’

Amelia muncul dengan gaun putih selutut di tambah tatapan sendu yang membuatnya terlihat begitu menyedihkan dengan muka pucatnya. dia menatap Theodor dengan berkaca-kaca sedangkan yang di tatap mukanya datar tanpa perubahan ekspresi sedikit pun.

“Theo..” Mendengar panggilan penuh kelembutan itu seketika rasa mual dan merinding muncul.

“Hm? ...”

Penampilannya saat ini seperti orang yang tersakiti apalagi nada mempertanyakan “Aku telepon nomor kamu tadi pagi kok yang angkat malah cewek, siapa cewek itu?”

Membuat Theodor semakin muak mendengarnya.

Orang lewat mulai berkumpul sambil menunjuknya seakan menuduh dia karena membuat gadis cantik menangis.

Melihat keadaan sekitar, dia tahu akan seperti apa selanjutnya jadi dia sengaja berkata dengan suara yang sengaja dia keraskan “Tunggu sebentar, kita enggak ada hubungan apa pun jadi Lo enggak boleh panggil Gue Theo karena itu cuman di pake sama orang yang dekat sama Gue aja, sedangkan Lo Gue kenal aja enggak kan .. Dan kalo Lo ada perlu pergi cari suami Lo bukan Gue .. Eh salah yah seharusnya mantan suami yah, karena kalian udah pisah.”

Penonton pikir pria itu bajingan ternyata wanita itu yang caper.

Menjadi istri orang lain tapi mengatakan hal ambigu seperti itu, orang bodoh pun tahu bahwa dia sengaja. Mereka mau tak mau bertanya-tanya kesalahpahaman apa yang membuat wanita itu berpikir mereka akan berpihak padanya.

Theodor meninggalkan Amel mematung tak percaya dengan apa yang dia dengar, bukankah dulu pria ini yang selalu ada di saat dia membutuhkannya tapi kenapa sekarang malah mengatakan hal yang menohok padanya.

Dan kenapa sekarang tak satu pun pria yang pernah berjanji akan selalu menyayanginya ada untuknya, semuanya berlalu lebih cepat dari yang lain.

Dan kini harapan terakhirnya hancur, membuat bingung harus bagaimana.

Meremas tangannya Amel telah membuat keputusan, dia bertekad bagaimanapun caranya dia harus kembali menjadi istri Gibran.

Karena dia tak mau kembali hidup susah seperti dulu.

Berbalik ke arah mobilnya dia melaju menuju tempat tinggal sebelumnya dia tak tahu bahwa masalah baru akan segera menghantuinya.

Berani menginginkan pria Diajeng maka tamat sudah hidupnya.









....

Januari.2024.21


EXCUSE ME [END]] Where stories live. Discover now