7

39.1K 2.3K 14
                                    

Suasana di ruangan itu sangat sepi. Tidak ada yang berniat memecah keheningan. Ervan merasa tatapan mereka semua mengarah padanya.

Ervan menghela napas sejenak.
"Ayah meninggal, jadi Ervan yang menggantikan ayah untuk bekerja. Ervan tidak tega melihat ibu bekerja, jadi-" Penjelasan Ervan dipotong oleh suara dengan nada yang tegas dari Axton -daddy- "Kau yang tidak tega atau kau yang dipaksa. "

Ervan seketika menggerutu dalam hati. "Ervan. " Peringat Ian pada Ervan. Perlu diketahui jika Ian tidak suka dengan anak yang berbohong. Ervan tersenyum canggung menanggapi panggilan dari Ian. Tertangkap basah jika ia ketahuan berbohong.

"Ervan dipaksa ibu untuk bekerja, Ervan juga tidak sekolah lagi. Kata ibu kerja saja, biar dapat uang banyak. Bisa beli apa saja. Ervan awalnya menolak karena masih ingin bersekolah, tapi ibu marah marah. Ervan takut. Jadi Ervan bekerja sampai saat ini. "

"Pernah uang hasil dagangan Ervan diambil oleh preman. Jadi Ervan pulang tidak membawa uang dan ibu marah besar pada Ervan. Setelah kejadian itu, Ervan sakit. Tadi pagi juga tidak sarapan karena disuruh ibu cepat cepat berangkat bekerja."

"Saat Ervan sedang jualan, Ervan tidak sengaja melihat preman yang ambil uang Ervan. Karena Ervan takut, jadi Ervan lari deh sampai hampir ditabrak oleh Kak Lio. Tapi bukan salah kak Lio. Semua salah Ervan. Menyebrang tidak lihat situasi. " Penjelasan lengkap dari Ervan membuat suasana di ruangan itu menjadi mencekam.

Axton -daddy- hanya menatap datar. Tak bereaksi apa apa karena ia sudah tau sebelumnya. Freya -mommy- yang biasanya menanggapi sesuatu dengan tenang dan tidak mudah terpancing emosi, kini tersulut emosi. Ansel yang geram mendengar tindakan ibu Ervan, mengepal tangannya erat. Pertanda ia sedang menahan emosi.

Gio menatap prihatin ke Ervan. Anak seusia Ervan sudah merasakan pahitnya kehidupan. Geram kepada ibu Ervan. Jika tau perlakuan ibu Ervan pada Ervan seperti itu, tak segan segan Gio dan keluarganya mengambil Ervan darinya.

Ian menunduk dengan kepalan tangan yang erat. Sangat emosi. Melihat senyuman dan keceriaan Ervan selama ini, ternyata dibalik semua itu Ervan menutupi penderitaannya dengan baik. Ian semakin yakin membawa Ervan ke mansionnya. Menjadikan Ervan adiknya dan suasana mansion pasti tidak akan membosankan jika ada Ervan. Biarkan ibunya hidup sendiri. Tidak bergantung kepada Ervan lagi.

"Ervan anak yang kuat. Mommy kagum denganmu. Sini peluk mommy, Ervan. " Puji Freya pada Ervan. Memeluk dengan penuh kasih sayang. Ervan membalas pelukan mommynya Ian. Menikmati pelukan penuh kehangatan itu sambil berpikir kapan ibunya seperti mommynya Ian.

"Daddy. " Panggil Ian pada daddynya. Axton yang peka akan tatapan Ian padanya segera mengangguk. Axton menghampiri istrinya dan Ervan yang kini sudah melepaskan pelukannya masing-masing.

"Ervan, kamu suka bermain di mansion kami? " Tanya Axton dengan niat yang terselubung.
Ervan mengangguk-anggukan kepala dengan semangat.

"Ervan suka, di mansion enak. Bisa bermain sepuasnya. Tempatnya juga luas. Bisa makan makanan enak. " Dengan semangat Ervan menceritakan tentang dirinya ketika di mansion keluarga Orlando. Ian mendengar ucapan Ervan merasa senang. Pasti mudah untuk membawa Ervan ke mansion.

"Bearti Ervan mau kan tinggal di mansion? " Tanya Axton. Kali ini ia tidak ingin terlalu banyak basa basi.

"MAUUUU.. eh? " Jawab Ervan yang awalnya semangat, menjadi bingung. "Tinggal di mansion? "

"Ya, Ervan bisa tinggal di mansion kita. Ervan bisa melakukan apa saja. Ervan tidak perlu bekerja lagi. Ervan cukup tinggal di mansion bersama kita. " Tutur Mommy diselingi bujukan.

Ervan menoleh kepada Freya -mommy-. "Apakah boleh? " Tanya Ervan. Kali ini bukan Mommy yang menjawab. Melainkan Ian. "Tentu saja, bahkan untuk selamanya. " Timpal Ian dengan senyuman yang tipis. Axton dan Freya menatap Ian. Jarang melihat ekspresi Ian yang penuh semangat dalam suatu hal. Biasanya menghadapi apapun dengan raut muka datar. Tidak berekspresi.

"Ervan mau, tapi-"

Mereka yang awalnya senang atas jawaban Ervan, harus menahan kesenangan itu dulu. Karena jawaban Ervan yang menggantung.

"Tapi apa? " Tanya Gio yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ayolah! Siapa yang akan menolak jika tinggal di mansion milik keluarga Orlando. Teman Gio dan Ian tidak ada yang pernah memasuki mansion Orlando. Orang lain tidak boleh memasuki mansion Orlando. Kecuali, jika keluarga itu sendiri yang inisiatif mengajaknya.

"Nanti ibu sendirian. " Lirih Ervan.

Semua orang yang mendengar lirihan itu seketika menatap Ervan dengan datar. Jengah mendengar sebutan ibu dari mulut Ervan.

"Orang seperti itu tidak perlu dikasihani. " Sarkas Ansel yang dari tadi diam menyimak percakapan mereka. Ervan anak yang terlalu baik dan polos. Seharusnya yang perlu dikasihani itu Ervan.

"Nanti kita sama sama izin ke ibumu Ervan. " Kata mommy dengan lembut. Rencananya mereka akan berbicara baik baik dengan ibunya Ervan. Namun jika dengan berbicara baik baik tetap tidak mendapatkan izin. Maka tugas itu akan diserahkan ke daddy dan Ansel. Biar mereka berdua yang menghandlenya.

Orlando. Jika menginginkan sesuatu, maka harus mendapatkannya, apapun yang terjadi!

Ervan menganggukkan kepalanya. Ia hanya bisa pasrah. Jika ia menolak, entah apa yang dilakukan Ian dan keluarganya terhadapnya. Ervan terlalu takut mengambil risiko. Sebaiknya ia patuh kepada mereka.

"Em, kapan Ervan keluar dari rumah sakit? " Tanya Ervan. Ingin segera pulang, pasti ibunya akan marah lagi karena ia pulang tidak membawa uang.

"Besok, kamu boleh pulang sayang. Besok kita akan mengantarmu sampai rumah dan berbicara dengan ibumu. Ervan tidak sendirian lagi mulai sekarang. " Ucap mommy dengan sayang. Ervan menatap Freya dengan mata berkaca-kaca. Tak pernah ada orang yang berbicara seperti itu kepadanya. Ervan merasa terharu.

"Nanti Ervan bisa sekolah lagi sama kak Ian. " Kata Ian dengan senyum tipisnya. Membayangkan kedepannya pasti menyenangkan. Melihat kelucuan Ervan setiap hari.

Ervan mendengar ajakan itu, segera menggelengkan kepalanya.

Daddy, mommy, Ian dan kakak-kakaknya terkejut! Mereka kira Ervan akan senang mendengar jika ia akan bersekolah lagi.
Tapi nyatanya Ervan menolak.

"Kenapa? " Tanya Ian dengan tatapan dingin mengarah ke Ervan. Apakah Ervan tak ingin berangkat bersamanya? Apakah Ervan tak ingin bersekolah lagi? Kenapa?

Ervan menundukkan kepalanya ketika melihat tatapan Ian kepadanya. Menundukkan kepala dengan mengerucutkan bibirnya. Dikit dikit natap tajam dikit dikit natap tajam. Gerutu Ervan dalam hati.

Semua orang melihat tindakan Ervan merasa gemas. Mengerucutkan bibirnya dengan lucu dan membuat pipinya semakin chubby. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk menanggapi kegemasan Ervan.

Mereka berpikir, apa yang membuat Ervan tidak mau bersekolah lagi?

Kira kira kenapa ya?

Yang vote♡´・ᴗ・'♡

Ervan [End🤎]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang