12. Masih bisakah hidup damai

31.6K 1.8K 21
                                    

Gibran akhirnya memutuskan untuk menghubungi pihak lain. Toh tak ada cara tercepat selain ini.

"Mau rival atau apalah nanti, yang penting sekarang cuman dia yang bisa bantu! ."

Butuh waktu lama untuk panggilan tersambung, terdengar nada tak sabar "Ada apa? .."

Tanpa omong kosong, Gibran langsung mengatakan intinya "Theo, bantu Gue cari Amel, dia udah enggak ada kabar selama seminggu terakhir .."

"Lo seorang Gibran Casildo minta tolong ke Gue, enggak salah? .."

"Bukannya Lo suka sama Amel, bantu Gue cari dia, Gue kasih apa pun yang Lo mau .. kecuali Amel .."

"Wait, siapa bilang Gue suka cewek itu? .."

"Waktu SMA, bukannya Lo sering ikuti Amel, kalo bukan suka terus apa? .."

"Oh yang waktu itu Gue cuman penasaran aja enggak lebih lagian sekarang Gue udah punya -"

Saat Gibran akan berbicara terdengar suara di pihak lain di lanjut umpatan yang di layangkan padanya "Gibran bangsat Lo .."

Setelah itu panggilan langsung berakhir.


Menatap ponselnya yang mati, sepertinya tanpa di sadari dia sudah menyinggung Theodor.

Menghela napas lelah, Gibran berharap "Semoga orang itu semakin sibuk, dan lupa tentang Gue .."

Gibran yang tak tahu jika harapannya menjadi nyata.

Karena Theodor benar-benar dalam masalah besar saat ini.

'Mampus Gue, baru juga berhasil luluh dikit .'

Duduk bersandar di sofa dengan anaknya dalam pelukan, Ajeng mengabaikan pria brengsek di sampingnya.

Saat Ajeng menyelesaikan sarapannya, secara tak sengaja dia mendengar obrolan Theodor di telepon.

Ajeng secara tak sengaja mendengar bahwa bajingan ini tertarik pada Amel.


Yah Amel, Amelia Keyla Putri dia tak mungkin melupakan nama ini karena tokoh utama wanita dalam novel [Keramahan Cintanya] adalah wanita itu.

Wanita yang dapat membuat setiap pria bertekuk lutut di hadapannya, jika bukan karena Gibran, Ajeng rasa wanita itu akan bersama Theodor.

Tak perlu alasan, karena setiap penjahat di ciptakan untuk menjadi penghalang pahlawan dan ban cadangan pahlawan wanita.

Dan Ajeng ingat akhir Theodor dalam novel.

Dia jatuh miskin dan juga cacat di kedua kakinya karena pahlawan yang memberinya pelajaran. Karena membantu menyembunyikan persembunyian Amel dari Gibran.

Tapi dari nada telepon tadi terlihat hubungan keduanya tak seburuk dalam novel jadi bagaimana bisa Theodor berakhir menyedihkan di tangan orang itu.

Tiba-tiba Ajeng merasakan tempat di sebelahnya bergerak, menoleh melihat Theodor mengeluarkan Zayyan dari pelukannya.

Bocah itu yang kehilangan sandaran favoritnya berteriak "Om jahat lepaskan Azy .."

Zayyan terus memukul tangan Theodor, tapi yang di pukul tak berkutik karena bagi Theodor pukulan itu tak terasa apa pun.

Ajeng membawa kembali Zayyan ke pelukannya tapi gagal, malah sekarang dia yang di peluk oleh Theodor bersama anaknya.

Mengabaikan bocah yang menggerutu kesal, Theodor berbisik "Marah? Baguslah kalo marah. Itu artinya kamu cemburu, mau saya cium biar marahnya hilang? .."


BLUSH

Seketika pipi Ajeng menjadi merah, dia tak percaya bagaimana bisa Theodor menjadi pria narsis di depannya.

Zayyan menatap heran pada wajah ibunya sebelum berkata "Momy, kenapa wajahnya merah? ."

🦋

Pada akhirnya Ajeng meninggalkan topik tentang Amel di belakang, dia dengan malas bersandar dalam pelukan Theodor, sambil memainkan tangan pria yang jauh lebih besar dari tangannya.

"Nah, Lo enggak masuk kerja? .."

Theodor yang sedang menikmati waktu bersama wanitanya terdiam.

Sepertinya dia lupa bahwa sekarang masih hari kerja. Dia rasa saat ini Cakra sudah membom ponselnya.

Menempatkan bocah gembul itu kembali ke pelukan Ajeng, Theodor merogoh ponsel di sakunya.

Memanggil Cakra. Saat panggilan tersambung, dia langsung berkata "Saya tidak akan ke kantor hari ini, jadi kalo ada berkas penting bisa kirim via email ke saya! .."

Walau bingung Cakra tetap mengiyakan saja. Meletakkan ponselnya di samping.

"Tumben si bos enggak masuk, biasanya kan yang paling rajin .." gumamnya.

Ajeng yang menyaksikan seluruh proses, berkata "Emang boleh Yah Presiden kayak Lo bolos kerja? enggak takut apa karyawannya kabur ."

Theodor tersenyum, berbisik "Enggak masalah. Malah bagus mereka kabur saya jadi punya banyak waktu buat berduaan terus sama kamu. Apalagi kalo mereka pada kabur saya enggak harus kasih uang pesangon .."

Ajeng tak tahu bahwa cara kerjanya masih bisa seperti ini.

'Dasar kapitalis .'

Dia merasa kasihan dengan karyawan yang bekerja pada Theodor. Bisa-bisanya mereka masih betah punya bos model begini.

Ajeng tak tahu saja, bonus bulanan dan tahunan karyawan perusahaan atas nama Theodor selalu mengalir lancar. Mana ada yang mau menolak jika mendapatkan uang dua kali lipat lebih banyak.

Dan Zayyan yang terabaikan, mendengar bisikan Theodor berteriak tak terima "Momy itu punya Azy, Om jahat enggak boleh ambil Momy dari Azy .."

Menatap anaknya dengan remeh, Theodor mengeratkan pelukan pada Ajeng "Hm, Kata siapa punya kamu? orang jelas-jelas punya saya loh .."

Mendengar itu Zayyan menggelengkan kepalanya dengan panik "No no no, Momy itu cuman punya Azy. Kalo om jahat mau Momy, Om jahat cari di luar sana jangan ambil punya Azy .."

Menyaksikan perdebatan keduanya, entah kenapa Ajeng mulai menghawatirkan masa depannya.

'Bisakah hidup Gue ke depannya masih damai? ..'

Menghela napas dia menarik Zayyan itu kembali duduk.

"Tenang Azy, sayangnya Momy itu Cuma kamu, enggak perlu di ladeni om jahatnya Yah, Nanti malah kamu sendiri yang capenya .." ucap Ajeng sambil mengusap kepala putranya, menatap tajam ke arah Theodor yang di balas senyuman


Setelah membujuk Zayyan, Ajeng bersandar pada pundak Theodor.

Melihat ini Theodor heran akan tingkah tak biasa Ajeng.

Dan benar saja, Theodor merasakan pinggangnya di cubit. Theodor tak berani melawan, lagian bisa melihat Ajeng yang kesal juga merupakan hal baru baginya.

Selesai menumpahkan kekesalannya Ajeng pindah, setengah berbaring di sofa bermain dengan ponselnya.

"Kenapa saya di cubit? .." Theodor bertanya sambil melilitkan tangannya di pinggang Ajeng.

"Lo bisa enggak kalo ngomong enggak usah kontak fisik, Risih sumpah .."

Walau Ajeng berbicara seperti itu tapi dia tak menolak, malah dia membiarkannya.

Theodor tak mengambil hati ucapan Ajeng, dia malah berkata "Biar kamu terbiasa nanti .."

"Terus kenapa saya di cubit? ."

"Jangan ngomong aneh-aneh di depan anak Gue, bisa enggak? ."

"Azy anak aku juga sayang, terus aku emang ada ngomong salah? Kan emang benar kamu itu punya aku ."

Ajeng mendelik, "HAH, sejak kapan Gue jadi punya Lo? ."

"Sejak anak pertama kita lahir, kamu di sudah takdirkan menjadi milikku ."

Ajeng mendengar nada mendominasi Theodor jengah. Tapi dia masih sadar ada sesuatu yang salah, "Kok anak pertama, bukan tunggal? .."

Dengan tatapan dalam, Theodor berkata "Hm, bukannya kita bakalan kasih adik buat Azy nanti, jadi enggak mungkin dia anak tunggal .."

Entah kenapa Ajeng merasa Theodor sangat menyebalkan. Dia ingin sekali menjahit mulut pria itu, jangan biarkan dia terus mengeluarkan omong kosong.

"Kita, kalo Lo yang hamilnya sih boleh .."ketusnya.

Terkekeh, mendekatkan bibirnya di telinga Ajeng "HUH, apa artinya lampu hijau udah menyala? .."

Merasakan gigitan di kupingnya "THEODOR ANJ*NG ..."

Teriakan marah seorang Ajeng menggelegar membuat Zayyan tersentak kaget apalagi Theodor yang tepat di sampingnya.

'Telinga Gue ..' pikirnya dalam hati sambil mengusap telinganya.

🦋

Malam minggu malamnya para orang sibuk bersantai.

Empat orang wanita tengah berkumpul dengan berbagai macam camilan dan minuman berserakan di meja.

Siapa lagi jika bukan Ajeng dan ketiga temannya.

Sebagai seorang ibu akhirnya Ajeng bisa merasakan malam mingguan tanpa anak di sampingnya.

Di mana Zayyan? Entah.

Ajeng tak tahu Zayyan di bawa pergi ke mana, karena Tadi pagi Zayyan terus menangis dan membuat segala macam masalah. Jadi Theodor yang melihat Ajeng lelah memutuskan membawa Zayyan keluar.

Ajeng khawatir tapi dia pikir tak apa bagi Zayyan tinggal lebih lama dengan Theodor, lagi pula Theodor adalah ayah kandungnya. Jadi seharusnya bisa di percaya.

"Diajeng, emang Lo udah boleh minum? .." Tanya Bianca menatap wanita yang dari tadi menenggak minuman beralkohol itu.

Duduk dengan malas di sofa, Ajeng menikmati setiap tegukan bagaimana pun sejak hamil dan menyusui Zayyan dia belum pernah menyentuh minuman alkohol apa pun.

Tapi sekarang dia sudah tak perlu menyusui jadi sekali-kali minum tak apa.


"Gue udah enggak menyusui, jadi seharusnya enggak ada masalah .."

"Gue kira Lo udah berhenti minum, ternyata enggak .." Canda Haira.

Serly yang asyik memakan camilannya menyahut "Emang Lo percaya Seorang Diajeng bakalan berhenti minum? Gue sih enggak .."

"Lah kita sama .."

"Mana mungkin .."


"Anj*ng Lo pada .." Ucap Ajeng sembari melempar bantal pada Serly.


Dan ruangan pun di penuhi gelak tawa para wanita.












...

Nov2023.13


EXCUSE ME [END]] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora