CHAPTER 3 : A MESSAGE FROM OLD COLLEAGUE

2.8K 229 17
                                    

BEXTON ADRIANO

Good Choice Restaurant, January 3rd, Fraser St   11.30 A.M



Geez.

Sudah kubilang aku benci sekali berurusan dengan hal-hal yang menyangkut anak kecil. Atau remaja. Atau remaja kecil. Apapun sebutan mereka, aku tidak suka kalau kasus-kasus yang seharusnya dikerjakan oleh orang sedewasa aku,  harus disangkut pautkan dengan para remaja yang tidak berdosa itu.

Tentu saja aku tidak  bisa melupakannya, bagaimana kasus di rumah lego itu berakhir dengan seorang korban jiwa. Masalahnya adalah, yang meninggal ini anak dari Howard Lanf, salah satu rekan kerja Calvin, temanku yang delapan tahun lebih tua dariku. Tidak, aku bukannya simpatik dengan Howard, hanya saja aku tidak tega melihat dia mengancam-ngancam rekan kerjanya yang lain. Sungguh membuatku muak. Bagaimana bisa dia menyangkutpautkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi?

Sungguh tidak profesional.

Di samping pekerjaanku sebagai detektif (begitulah kata Grey dan Brey, walau aku tidak pernah suka menyebut diriku sebagai seorang detektif), aku sungguh merindukan keluargaku. Jauh dari keluarga membuat mentalku nyaris jatuh, tapi aku sudah melakukannya selama kurang lebih 12 tahun. Keluargaku tidak banyak, aku punya seorang adik perempuan yang masih SMA (bisa dibayangkan betapa jauhnya perbedaan umur kami, entah kenapa orang tuaku memutuskan untuk melakukannya). Terakhir kali aku menemui dia saat dia sedang persiapan mengikuti olimpiade matematika, atau apalah. Aku yang memberikan dia pelajaran tambahan di rumah. Setelah itu, mendapat kabar darinya saja tidak. Satu-satunya yang tersisa dari orang tuaku adalah mama.

Yep, tidak akan kuceritakan lagi selanjutnya.

"Bex, kamu sudah kupanggil berulang kali, tolong, jawablah barang sekali saja!" Calvin mendengus kesal sambil menarik paksa gelas kopi yang kupegang.

"Apa?"

"Kamu begitu sibuk dengan pikiranmu. Apa yang kamu pikirkan, hmm?"

Aku menggeleng pelan sambil mengambil kembali gelas kopiku.

"Hanya keluarga. Tahu sendirilah rasanya rindu dengan orang-orang terdekat."

Calvin mengangguk-angguk mengerti. "Aku mengerti. Well, tidak begitu mengerti, kamu tahu kan, sudah lama aku tidak hidup bersama keluarga."

"Keluarga kecil bahagia yang kamu maksud ini..."

Calvin tertawa mendengarnya, membuatku mau tidak mau tersenyum datar juga.

"Iya, iya. Jangan bahas Jessica lagi. Omong-omong, aku sudah pesankan beberapa menu dim sum yang enak di sini. Kuharap kamu tidak pilih-pilih makanan," ujar Calvin, tepat beberapa saat setelah para pegawai mengantarkan makanan kami.

Aku melihat hidangan yang ada di atas meja. Kami sedang berada di sebuah restoran Cina yang tak jauh dari lokasi pemakaman, sebuah restoran bernama Good Choice. Bangunannya tidak seberapa menarik karena pilihan warnanya pun terkesan datar, hanya terdiri dari warna oranye gelap di bagian atas dengan tembok bermotif kayu, tapi banyak orang yang datang kemari. Bisa ditebak, para pengunjungnya di dominasi oleh orang-orang Asia yang menetap di Vancouver. Tapi siang ini kami beruntung, karena Good Choice tidak seramai biasanya.

"Aku suka bebek panggangnya, kurasa aku harus sering-sering kemari hanya untuk makan siang." Aku berkomentar sambil menyuapkan sesendok bubur yang panas dan gurih. "Bagaimana dengan Laney dan Ray? Mereka akan datang, kan?"

Calvin mengangguk. "Setelah mereka bereskan urusan mereka dengan Howard. Kamu lihat sendiri tadi kan, sepertinya Howard marah sekali."

"Marah sekali bukan kata yang tepat, Calvin," ujarku sambil menyeduh teh hijauku. "Howard hanya memancing mereka berdua."

TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang