Bab 35

382 32 0
                                    

35. Jatuh Suka

HARI pengumuman peringkat kelas datang pagi ini, hampir seluruh siswa kelas XII IPA histeris setelah mendengar Pak Prasetya meneriakkan nama Emilia Folan dengan bangga di podium. Gadis itu menduduki peringkat pertama di kelasnya dan peringkat kesembilan dari empat kelas sains.

"Cewek badung itu?"

"Peringkat pertama?"

"Dan kesembilan dari empat kelas?"

"Serius?!"

"Sumpah. Nggak percaya gue!"

"Pak Pras nggak salah sebut?"

Mereka bahkan lebih syok ketika melihat Emilia benar-benar berjalan ke podium dan mengambil tempat. Emilia berdiri di samping siswa berperingkat lainnya di kelas IPA dengan wajah tak percaya.

Her dreams come true, dan ini lebih dari yang ia harapkan.

Emilia sangat terkejut-sama halnya dengan yang lain. Momen pertama ini tampaknya akan menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakannya seumur hidup. Apakah ini efek dari jatuh cinta? Mungkin. Karena dampak jatuh cinta pada setiap orang berbeda-beda, dan Emilia mendapatkan dampak positif. Bagi Emilia, diam-diam suka di masa remajanya saat ini adalah senjata paling ampuh untuk menaklukkan semua orang, terutama dirinya sendiri.

Bermula dari seseorang yang tidak mau tahu tentang pelajaran dan peraturan di sekolah, hingga menjadi sosok yang patut ditiru.

Namun sayang sekali, di hari bersejarahnya ini, orang yang seharusnya paling bahagia dengan pengumuman ini, malah berhalangan hadir. Wanita yang melahirkan dan merawat Emilia sedari kecil itu harus mengikuti seminar penelitian lagi di luar kota. Padahal Emilia ingin sekali melihat ekspresi Mamanya yang sangat menginginkan hal ini terjadi di hidupnya.

Tapi untungnya Emilia orang yang easy going, tidak terlalu mempermasalahkan keadaan yang tidak begitu merugikan. Toh kehadiran Mamanya diwakilkan Gibran, dan kali ini cowok itu datang bersama Nindy. Jadi Emilia masih bisa tersenyum lebar di atas sana.

Sekarang, para berperingkat saling memberi selamat di atas podium, dan untuk pertama kalinya Emilia dan Tama berjabat tangan. Dari balik kacamata, Emilia dapat melihat Tama tersenyum kagum, persis seperti Papanya saat menyambut Emilia di podium tadi.

"Selamat ya," ucap cowok yang meraih peringkat ketiga di kelasnya itu sambil tersenyum.

"Iya, sama-sama.." jawab Emilia tenang, menyimpulkan bibirnya.

"Semua orang pasti julid sama kamu, sama kayak waktu itu," lanjut Tama, mengingat hampir semua teman dikelasnya julid kepada gadis yang masih berjabat tangan dengannya ini. "..tapi kamu nggak usah dengarin mereka."

Eh? Mendengar ucapan Tama membuat Emilia mengetahui satu hal, bahwa sejak hasil ulangannya disebar, cowok ini juga tidak menuduhnya menyontek.

Emilia merasa tersanjung. "Makasih ya.." sahutnya tersenyum. "..dan makasih juga karena udah nggak jadi bagian dari mereka."

"Sama-sama." sahut Tama, menatap Emilia penuh takjub. "Justru aku salut sama orang kayak kamu.." Sambungnya. "..yang mau berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya."

Emilia tersenyum malu, sekarang pipinya merona. Tama berhasil membuatnya tersipu. Apa yang terjadi jika cowok ini tahu alasan Emilia mau berubah?

Jabat tangan itu berakhir. Tama berbalik, memamerkan punggungnya. Raut wajah Emilia terlihat jelas bahwa dia sangat senang menerima ucapan selamat dari Tama dibandingkan dengan yang lain. Tapi hanya satu orang diantara semua yang berperingkat di kelas IPA tidak memberikan selamat kepadanya.

DELUVIEWhere stories live. Discover now