2. PERJODOHAN

2K 170 4
                                    

“Terbaik menurut kita belum tentu baik. Namun, terbaik menurut Tuhan sudah tentu baik untuk kita.”

''''''

Brak!

"Bapak!" Sekar berlari ke arah pria paruh baya yang tengah duduk di ruang tamu. "Pak, apanya yang sakit? Kita ke puskesmas yuk! Apa ke rumah sakit aja?"

Aji  sedikit terkejut dengan kedatangan anak semata wayangnya yang tiba-tiba, ditambah lagi gadis ini yang tak henti-hentinya mengoceh membuatnya merasa malu dengan seorang pemuda yang ada di depannya.

"Pak, kok diem aja? Ayo kita ke rum— "

"Ayu!" Aji menatap tajam anaknya hingga membuat gadis itu terdiam. "Ucap salam dulu!"

Gadis itu menghela napas panjang. "Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Mendengar ada suara di belakangnya, Sekar membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang pria yang juga sedang duduk sembari menatap foto yang terpajang di rumah ini. Di detik selanjutnya Sekar kembali menatap Aji.

"Tak kirain Bapak sendiri," kata Sekar santai.

Aji beralih menatap pria yang ada di depannya sembari tersenyum lebar. "Maaf ya Nak Zayyan, Ayu memang suka kelepasan."

Pria yang sering dipanggil Zayyan itu mengangguk kecil. "Enggak apa-apa, Pak."

Aji kembali menatap Sekar. "Ayu, Bapak minta tolong buatin teh dua ya."

Gadis itu mengangguk. "Iya, Pak," balasnya lalu berjalan ke arah dapur.

Setelah kepergian Sekar keduanya kembali bercakap-cakap layaknya dua insan yang sudah kenal lama.

Tadi saat Aji hendak pulang ke rumah, tiba-tiba saja ada sebuah motor yang menyerempet dan langsung meninggalkannya begitu saja. Beruntung ada seorang pria yang menolong Aji, jadi pria itu bisa diantar pulang oleh pemuda, yang tak lain dan tak bukan adalah Zayyan.

"Makasih ya Nak Zayyan udah mau nolongin, Bapak."

Pria itu tersenyum tipis sembari mengangguk. "Sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong sesama manusia, apalagi ini Bapak."

Aji tertawa mendengar itu, tak dipungkiri memang Zayyan adalah pria yang baik. "Bagaimana kabar Panji sekarang?"

"Alhamdulillah bai— "

"Panji? Siapa itu, Pak?" celetuk Sekar yang baru saja datang.

"Hus! Kamu itu kalo ngomong yang sopan. Pak Panji itu ayahnya Zayyan," tegur Aji yang menatap putrinya tajam.

Sekar tersenyum kikuk sembari meletakkan gelas yang berisikan tes manis itu di atas meja. "Hehe, ya maaf, Ayu 'kan nggak tahu."

"Bapak kenal sama Pak Panji?" tanya Sekar sembari mendudukkan dirinya di samping Aji.

Pria paruh baya itu mengangguk. "Dulu Pak Panji itu sahabatan sama Bapak. Dari kecil sampai SMP, tapi setelah itu Bapak udah jarang ketemu lagi sama Pak Panji. Ya karena Bapak yang berhenti sekolah, dan Pak Panji juga pindah ke kota."

Sekar menganggukkan kepalanya tanda sudah paham. Aji memang hanya sekolah sampai SMP saja, dan setelah itu ia tidak melanjutkan sekolahnya lagi karena tidak punya biaya hidup.

"Jadi, kapan orang tua kamu mau ke sini Nak Zay?" tanya Aji.

"Kata Ayah lusa, Pak."

Sekar mengerutkan keningnya, ia menoleh ke arah bapaknya. "Loh, mau silahturahmi ya, Pak?"

Promise MeWhere stories live. Discover now