PROLOG

3.4K 247 3
                                    

Seorang pria paruh baya berjalan memasuki kamar seseorang. Matanya melihat gadis yang tengah berkutat dengan beberapa buku di meja belajarnya, hanya dengan satu penerang lampu.

Tak terasa sudut bibir pria itu terangkat sempurna, kedua kakinya melangkah mendekati gadis yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya.

"Udah malam, kenapa nggak tidur?" tanya pria itu yang mengelus puncak kepala anaknya yang tertutup oleh jilbab.

Gadis itu menoleh sembari tersenyum. "Ini sebentar lagi tidur kok, Pak."

Pria yang kerap dipanggil Aji itu menyeret kursi yang ukurannya tak terlalu besar dan diletakkan di samping anaknya, lalu setelah itu ia mendudukkan dirinya di sana.

"Ayu udah makan?"

Gadis itu mengangguk. "Udah. Bapak udah makan?" tanyanya dan diangguki Aji.

Setelah itu hening, tak ada yang membuka suara di antara keduanya. Sampai akhirnya gadis yang bernama Sekar Ayuningtyas itu menutup bukunya, yang menandakan bahwa dirinya sudah selesai dengan kegiatan belajarnya.

"Bapak, kalo Ayu pengen jadi dokter itu salah ya?" tanya Sekar yang menatap Aji dalam.

Aji menggeleng cepat. "Enggak salah kok."

"Ayu pengen banget jadi dokter, supaya kalo Bapak sakit Ayu yang ngobatin." Sekar tersenyum kecil, "tapi Ayu juga tahu batasan kok kalo kita bukan orang kaya."

"Kita emang bukan orang kaya, tapi Bapak bakalan berusaha buat bantuin kamu jadi dokter," balas Aji mantap.

"Jadi mulai dari sekarang, tugas kamu hanya belajar dan belajar. Enggak apa-apa semua orang meremehkan kamu, karena yang tahu jalan hidupmu itu cuma diri kamu sendiri, Ayu."

Sekar tersenyum manis, gadis yang masih duduk di bangku SMA itu berhambur ke pelukan ayahnya. Begitu beruntungnya ia mempunyai ayah yang sangat menyayanginya.

"Makasih, Pak."

Aji mengangguk, tangannya bergerak membalas pelukan Sekar. "Tapi Ayu juga harus ingat. Kalo suatu saat Ayu nggak bisa meraih cita-cita, Ayu jangan sedih dan menyalahkan Tuhan."

Sekar masih terdiam dan enggan menyela pembicaraan Aji. Ia masih nyaman berada di pelukan Aji, pelukan ternyamannya ketika ibunya sudah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"Ayu bisa merencanakan, tapi Allah yang memutuskan bagaimana Ayu ke depannya. Allah tahu gimana baiknya Ayu ke depannya, sedangkan Ayu nggak tahu. Jadi apapun hasilnya, Ayu tetep harus bersyukur."

--------

TBC...

Jangan lupa tinggalin jejak kalian di setiap part ya. Ambil sisi positif cerita ini, dan buang sisi negatifnya.

Promise MeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz