Bab 22

352 35 1
                                    

BAB 22 ADA PENAMBAHAN IDE YA, GUYS. SELAMAT MEMBACA!

-------------------------------

22. TEKAD!

EMILIA menghela nafas panjang. "Nggak! Nggak bisa!" tuturnya-setalah sepakat ganti posisi dengan Bara.

Sekarang Emilia sudah berada di dalam kamarnya, berdiri di balik pintu dengan tangan yang menggenggam ponsel dan menempelkan ke dagunya.

"Gue nggak bisa diam aja-selama gue jadi budaknya Bara. Gue harus lakuin sesuatu!"

Emilia panik.

"Gue harus berubah, memperbaiki image gue. Ya, gue harus berubah, harus buktiin kalau gue-bukan cewek bodoh yang nggak tahu malu di sekolah, kayak yang dia bilang."

Kemudian matanya menatap ke arah buku-buku pelajaran, yang tersusun rapi di rak buku berwarna putih dan ke meja belajar yang terletak manis di sudut dinding kamar.

"Gue harus belajar," ucapnya bertekad, "Ya, gue harus belajar sungguh-sungguh mulai dari sekarang, harus disiplin, konsisten dan lebih rajin."

Oh.. Emilia tak percaya, dia bisa berkata seperti itu setelah satu tahun lamanya. Mulai malam itu Emilia bertekad mau memperbaiki kualitasnya. Memperoleh nilai yang bagus, mendapat prestasi di kelas lagi-setidaknya masuk sepuluh besar peringkat di kelasnya yang sekarang, dan tentu—tekad tersebut demi harga dirinya di hadapan Tama. Hanya Tama.

Sementara Bara dan Rado, mereka sudah bergerak pulang bersama naik taxi online. Kebetulan arah rumah mereka satu jalur-jadi mereka bisa lebih hemat membayar taxinya.

Di dalam taxi, Rado sangat penasaran apa yang dibicarakan Bara dan Emilia di depan rumah gadis itu tadi, karena ia sempat memperhatikan wajah Emilia berubah kaku saat mereka kembali ke dalam rumah.

"Apa sih yang kalian bicarakan?" tanya Rado dari depan, dia duduk di sebelah supir. "Gue boleh tahu nggak?"

"Rahasia.." sahut Bara tersenyum geli yang duduk di belakang supir.

"Jadi gue nggak boleh tahu nih?"

Bara tertawa kecil, "Bercanda, boleh kok. Jadi tadi itu Emil minta tolong ke gue untuk merahasikan ke anak-anak di sekolah-kalau dia udah mau nonjok gue tadi. Gue sempat bilang nggak mau, karena iseng mau ngerjain. Eh, dia nya nggak percaya pas gue bilang-iya."

Begitu halus Bara membohongi Kakak sepupunya itu, jika tidak seperti itu, Bara sudah mengingkari kesepakatannya dengan Emilia.

"Oh gitu, pantes aja gue lihat mukanya Mili tadi itu tegang. Rupanya lo candain.."

Bara mengangguk-berusaha mengekspresikan wajah bersalah.

"Nih, dari tadi dia ngehubungi gue mulu," seraya mengarah ponselnya ke arah Rado. "Buat ngeyakinin-kalau gue nggak bakal bilang ke siapa-siapa tentang tadi. Jadi-tolong dirahasiin ya Kak, kelakuannya tadi ke gue, bilang juga ke Bang Gibran."

"Okay," sahut Rado seraya mengangguk. "Ngomong-ngomong, lo nggak bilang ke Mili, soal Mamanya minta lo, buat bujuk dia supaya mau belajar?"

"Belum..." jawab Bara, menatap jalan ke depan.

Dia jadi teringat kembali saat beberapa jam yang lalu, ketika dia melihat Mama Emilia pulang ke rumahnya. Bara sempat memperhatikan sosok beliau dengan saksama setelah wanita itu melepas sepatu.

Mamanya cantik, fashionable, dan terlihat cerdas. Tapi saat wanita itu sudah mulai bicara, Bara dapat merasakan-Mama Emilia seperti orang-yang setiap kemauannya harus dituruti tanpa peduli orang itu mau atau tidak.

DELUVIEWhere stories live. Discover now