Bab 9

349 37 11
                                    

9. Peringkat Kelas

SELESAI sudah satu minggu ujian kenaikan kelas.

Hari pengumuman peringkat kelas datang di pagi ini. Pertemuan guru dan orang tua di adakan di ruang aula sekolah. Kepala Sekolah meneriaki satu per satu nama siswa yang berperingkat 3 besar di kelas dan yang berprestasi di sekolah dengan semangat. Emilia kaget saat mendengar nama Tama Prasetya masuk dalam urutan siswa berperingkat di kelas sebelas IPA, begitu juga dengan anak-anak lainnya.

Cowok itu mendapat peringkat dua di kelasnya. Dan sekarang berdiri sejajar dengan Neta dan Bara diatas panggung kecil untuk menerima penghargaan dan hadiah. Sedangkan Bara bertahan pada peringkatnya ya ke tiga. Dan Chia, cewek berbulu mata lentik yang biasa mendapat peringkat dua, kini turun ke peringkat 7. Dia mengaku karena lalai dalam belajar.

Tapi kabar angin negatif langsung menyerang Tama.

Neta, cewek berjilbab yang mendapat peringkat pertama di kelas IPA-2, mengklaim Tama memang anak yang cerdas kepada anak-anak yang sedang berbisik-bisik negatif di dekatnya.

Neta juga bilang, "Tama selalu menjawab soal latihan di papan tulis dengan benar saat cowok itu diuji di depan kelas. Jadi bukan semata karena dia anak Kepala sekolah."

Sebagian ada yang percaya tapi sebagian lagi, lebih banyak yang tidak percaya. Tapi satu yang pasti, hampir semua dari anak kelas sebelas IPA-2, memaklumi pengumuman itu.

Setelah pengumuman peringkat dan berprestasi itu berakhir, wali murid di minta untuk mengambil rapor anak-anaknya di kelas masing-masing. Wajah Emilia yang biasa santai dan cuek di sekolah, sekarang mendadak kaku ketika ia berdiri di samping Mamanya yang sekarang duduk berhadapan dengan Bu Ratna. Hawa panas seketika menyelimuti Emilia.

"Selamat ya Bu Andien, Emilia naik ke kelas dua belas," tutur Bu Ratna tanpa tersenyum bangga, memberikan rapor Emilia ke tangan Bu Andien.

Emilia menghembuskan nafas lega sambil meletakkan tangannya ke dada saat mendengarnya. "Syukurlah.." serunya.

Hawa panas berubah menjadi rasa sejuk di hati Emilia, dan menjadi budak seseorang selama satu semester, akhirnya tidak akan pernah terjadi. Gue menang! Batin Emilia sumbringah.

Tapi Emilia lupa, angka pada nilai pelajaran sangat penting bagi Mamanya. Bahkan menjadi tolak ukur wanita itu terhadap anaknya-tidak hanya guru kepada murid-muridnya saja, walau berbakat sekalipun dalam dunia kreatif ataupun olahraga, itu tidak membuat Mamanya menepiskan tolak ukurnya. Benar saja, saat wanita itu membuka rapor anak perempuannya, wajahnya sangat terlihat kaget mengetahui hasil nilai yang diperoleh Emilia.

Tak satupun nilai pelajaran Emilia diatas nilai Ketuntasan Minimal Sekolah-kecuali nilai, Bahasa, Kesenian, dan Olahraga. Selebihnya sama.

Kemudian mata wanita itu bergerak ke catatan yang terletak di posisi samping kiri bawah, melihat nilai kedisiplinan dan kompetitif. Nilainya tertulis 'Kurang' dan sikap Emilia selama semester itu tertulis 'Cukup'.

Tak bisa dibendung lagi, jantungnya seakan mendidih mengetahui hal itu. Rasa gusar mulai muncul bersamaan ketika mata Mama bergerak menatap tajam ke Emilia.

"Nilai apa ini?" desis Mama, menautkan kedua alismatanya.

Emilia merinding, menelan ludah. Keringat tiba-tiba mengalir di seluruh kepala Emilia saat ditatap Mama seperti itu. Mungkin ini waktunya memberitahu Mama kenapa nilainya tidak seperti yang diharapkan, pikir Emilia.

"Boleh saya tahu hasil peringkat Emilia di kelasnya Bu?" seru Mama, kembali menatap Bu Ratna. Perasaannya mulai tidak enak karena hasil peringkat Emilia tidak tertulis di rapor.

DELUVIEWhere stories live. Discover now