Bab 6

465 51 8
                                    

6. Anak Kepala Sekolah

"TERNYATA lo punya nyali juga ya, buat nggak ngedengerin peringatan gue?" ucap Bara marah.

Bara menarik Emilia hingga ke ruang ekskul kesenian, membawa Emilia jauh dari kerumunan penghuni kelas. Rasanya ingin sekali meremas Emilia seperti kain cucian saat ini juga karena sudah membuat harga dirinya jatuh tak berkutik, menjadikannya bahan ledekan berhari-hari satu sekolah. Khususnya sesama tim basket.

"Kenapa, masalah buat lo? lo mau bikin perhitungan kayak yang lo bilang?" Emilia balik bertanya, bukannya minta maaf tapi malah menantang Bara balik. "Bukannya berita itu buat lo makin terkenal di sekolah. Lo merasa cowok paling keren kan?"

"Hah?" Bara tak percaya dengan apa yang diucapkan Emilia.

"Iya.. dan gue nggak ngerti-apa hebatnya sih lo, sampai cewek-cewek di sekolah pada ngejar-ngejar lo." sambung Emilia. "Songong, belagu dan sok pintar, buat gue pen muntah! Gue yakin mata mereka picek."

Bara tersenyum sinis, "Lo pengen tahu-kenapa gue yang songong, belagu dan sok pintar ini banyak yang ngejar-ngejar gue?"

Emilia menyipitkan kedua matanya, "Jangan ledek diri sendiri, gue juga nggak sudi buat tahu alasannya."

"Trus lo sendiri?" balas Bara, mendekatkan wajahnya ke depan wajah Emilia membuatnya kaget dan reflek menarik kepalanya ke belakang. "Cewek, tapi punya banyak masalah di sekolah. Lo kira gue nggak dengar tentang lo?" Balas Bara. "Dan anehnya, mereka sama sekali nggak ngeluarin lo dari sekolah."

Heeei.. Untuk kedua kalinya, Emilia merasa terhina dengan ucapan Bara. Padahal Emilia sama sekali tidak melakukan kesalahan fatal di sekolah. Dia hanya sering ribut sama cowok-persis apa yang sedang terjadi saat ini, mencontek, telat ke sekolah, dan hanya melanggar aturan sekolah yang masih bisa dimaafkan. Emilia bahkan tidak menggunakan narkoba, berzina, minum alkohol, atau kasus lainnya semacam itu.

"Sebagai cewek, harusnya lo jadi siswi yang baek di sekolah. Bukannya jadi cewek bar-bar. Apalagi lo sendiri anak IPA." sambung Bara menceramahi Emilia sambil mengamatinya.

"Cih! Jangan asal ngomong-kalau lo nggak tahu apa-apa tentang gue," ucap Emilia, menekan suaranya.

"Gue juga nggak sudi buat tahu tentang lo," ucap Bara meledek, tersenyum sinis.

"Jangan asal ngomong kalau lo nggak tahu apa-apa!" Emilia mengulang kembali perkataannya, tidak peduli apapun. "Gue, 100 kali lebih baik dari lo!"

Bara menghela tawa sambil melebarkan bibirnya, alisnya terangkat menatap Emilia lebih lekat. "Yakin? Apa lo mau taruhan?"

"Ayok, siapa takut?!" seru Emilia menerima tantangan Bara tanpa pikir dua kali.

Tapi Bara melihat Emilia gemetar saat menyetujui tawarannya untuk taruhan. Meski begitu, Bara semakin semangat untuk melakukannya.

"Yang mudah aja, nggak perlu yang rumit." Jawabnya santai menemukan taruhan yang cocok untuk cewek di depannya ini.

Sementara Emilia menyipitkan matanya memandang Bara-menantikan dengan gugup, taruhan seperti apa yang akan diucapkan dari bibir tipis itu.

"Kita lihat-lo naik kelas apa enggak saat penerimaan raport di sekolah nanti."

What?! Emilia mengangkat alis, mengalihkan pandangan. Bara membidik kelemahannya. Emilia pikir, cowok di depannya ini menantangnya dengan yang lain, seperti mendekati gebetan yang disukai misalnya, karena menurut Emilia-Bara pasti langsung kalah kalau soal itu. Padahal Emilia sendiri tak sadar diri, dia juga belum pernah mendekati gebetan yang ia sukai.

"Dan kalo lo nggak naik kelas.."

"..kalo gue naik kelas?" sahut Emilia segera, menukikkan satu alis matanya tak mau kalah dengan sisa kekuatannya membalas tatapan lurus cowok itu yang masih menatapnya tajam.

DELUVIEDove le storie prendono vita. Scoprilo ora