(Bukan) Wanita Seperti Itu

1.2K 32 28
                                    

"Jul, saya tidak akan balik lagi ke kantor. Tolong di-reschedule semua meeting buat sore ini."

Julia mengangguk pada atasannya Pak Erwin yang melangkah keluar dari ruangannya. Seorang wanita tinggi semampai melenggak-lenggok di sebelahnya, menggandeng sebuah tas Hermés merah tua di lengannya. Julia tidak perlu melihat dua kali bahwa tas itu adalah tas sama yang telah ia pesan buat Pak Erwin beberapa hari yang lalu.

Mereka pergi meninggalkan jejak harum minyak wangi mahal mereka. Julia menggeleng kepala. Ternyata, bosnya sudah menggantikan Sandra dengan Karian sang peragawati minggu ini. Sayang sekali, pikirnya, padahal di antara puluhan wanita yang keluar-masuk ruangan ini, Sandralah yang paling ia sukai. Karena hanya dialah satu-satunya yang sudi mengingat namanya-sekretaris dari pria yang dikencaninya.

"Pria" yang dimaksud di sini tepatnya adalah seorang duda berusia 60-an, bertubuh pendek dan gemuk, tanpa sehelai rambut di kepalanya. Kadang, kalau ingat, Pak Erwin akan menutupinya dengan toupée. Tapi, siapa sih yang bisa ia bohongi? Meskipun penampilan Pak Erwin ala kadarnya, ia tetap menjadi rebutan banyak wanita muda nan jelita ibukota. Baiklah, bisa jadi Porsche hitam Pak Erwin-lah yang turut membantu membuatnya irressistable.

Bip, bip. BBM Julia berbunyi.

Nanti malam masih jadi?

Jadi dong. Aku ingin nyoba restoran seafood yang baru itu di Kemang.

Oke. Aku usahakan pulang lebih cepat. Aku nggak sabar ketemu kamu.

Jantung Julia mulai berdegap depat. Memang hanya Noor satu-satunya pria yang bisa membuatnya seperti ini. Dari senyumannya yang manis menawan dan kepribadiannya yang menyenangkan, semua ini bagaikan magnet yang berhasil menarik Julia pada dekapan cinta Noor.

Julia menghela napas panjang. Andai saja teman-teman wanita Pak Erwin ini bisa merasakan betapa indah dan sederhananya hubungan yang ia miliki dengan Noor. Begitulah cinta semestinya. Cinta yang tulus, tanpa embel-embel.

***

Tiga minggu lalu...

Hari itu cuaca sudah menunjukkan wajah yang mendung, bertanda ia akan meluncurkan air matanya tak lama lagi. Tapi Julia tidak bergubris. Ia baru saja selesai dari salah satu ekpedisi hunting barang-barang mewah atas suruhan Pak Erwin dan sudah 2 jam perutnya berbunyi dengan protes. Sambil membopong dua tas besar ia memasuki warung makan langganannya.

Tempat sudah ramai di jam makan siang. Rush Hour. Beruntung, ia berhasil mendapatkan satu-satunya meja yang masih kosong.

Selagi menyantap makan siangnya dengan lahap, ia mendengar celetukan seorang wanita di meja sebelahnya. "Ssst, lihat tuh...cowok idaman," sambil diikuti oleh ketawa cekikan teman-temannya. Entah karena penasaran atau rifleks otot, otomatis Julia ikut melihat arah pandangan mereka.

Seorang pria bertubuh tinggi berusia awal 30-an keluar dari mobil dan memasuki warung makan. Rambut hitam tebalnya tersisir rapih, serapih kemeja lengan panjang dan dasinya. Mmm, apa yang membuatnya spesial dari pria-pria lainnya? Pikirnya dalam hati. Kemudian, ia tengok ke luar. Ternyata, mobil yang dikendarai pria itu Mercedes-Benz Coupe berwarna perak.

Perlahan bibir Julia menyungging sebuah senyum. Agak sinis. Itulah pahitnya kenyataan hidup ini, saking banyaknya manusia yang matanya terkontaminasi oleh propaganda gaya hidup mewah yang diiklankan di mana-mana, hingga "pria idaman" saja diukur sebatas mobil yang dikendarainya tanpa perlu kenal sisi kepribadiannya.

"Maaf, Mbak, berhubung tidak ada meja kosong, boleh saya duduk di sini?" Pria itu memperlihatkan senyumannya yang membuat jantung Julia berdegup cepat. Deg, deg, deg. Lho, kenapa tiba-tiba begini?

(Bukan) Wanita Seperti ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang