CHAPTER 29 - TRACING TRACY

1.8K 222 10
                                    


JAVIER



Kami sedang berada di ruangan penuh darah. Aku sempat berharap bisa langsung menampar wajah Mr.L dengan wajan yang tergantung dibalik pintu, tapi aku sadar kalau sosok yang menyambut kami adalah seorang wanita. Yang satu ini tidak kalah menyebalkannya, sih, tapi tetap saja, dia seorang wanita. 

Tidak pernah dalam sejarah keluarga Liem diizinkan untuk menyakiti wanita, itu seperti sesuatu yang tabu di dalam aturan keluarga kami (kecuali ayahku, tentu saja, karena itu aku benar-benar muak dengannya). Pak Petrus berdiri di depanku, tampak berang sekali. Aku bisa membaca pikirannya yang jelas saja sedang tidak di blok, mungkin karena dia ingin aku tahu betapa bencinya dia dengan orang-orang di hadapannya. 

Tracy Contina, wanita gila itu. Aku sempat menangkap bayangannya saat aku masuk kemari, walaupun tidak jelas, tapi dia melintas di sekitar Filly dan terduga Mr.L, cukup membuatku hapal dengan penampilannya yang nyentrik. Aku pikir, dia Filly, yang berbicara dengan siapapun yang diajaknya bicara saat tubuhku terbang kemarin, apa mungkin ini saudaranya? Perawakan mereka sungguh mirip, membuatku nyaris tidak mengenalinya dengan jelas. 

Wanita yang disebut Tracy itu duduk di sebuah kursi berbalut bulu beruang, dengan rambut afro yang seharusnya eksotis, namun entah mengapa terlihat menyeramkan padanya. Kulitnya putih mulus, matanya besar, hidungnya mancung, belum lagi bibirnya yang tipis dan merah membuat penampilannya rada mirip boneka Barbie. Badannya terlihat kecil, tapi aku bisa mengintip dari balik mejanya kalau dia punya sepasang kaki yang berotot ditopang oleh sepatu hak berujung tajam.

Aku mendengar wanita gila tadi. Dan apa itu benar kalau dia memang mantan pasien rumah sakit jiwa?

Wanita itu tersenyum licik saat melihat ke arahku dan Pak Petrus. Dia berdiri dan berjalan mendekati kami. Aku mengambil ancang-ancang dengan mempersiapkan pisau yang ada di sakuku.

"Petrus Caffir, rupanya kamu punya nyali untuk kembali ke sini," katanya dengan suara centil yang membuatku muak dan ingin muntah.  

Wanita bernama Tracy itu mendekati Pak Petrus. Aku berusaha memahami gerak tubuhnya. Tangan dilipat dengan rapi ke belakang, jari-jari mengepal, tatapan mata yang menyipit, cara berjalan yang sopan dan terlihat pelan-pelan sekali, jelas ini orang sedang merencanakan sesuatu. Aku berusaha untuk tenang dan menahan diri untuk tidak melakukan serangkaian tindakan bodoh yang hanya akan mempersulit kami.

"Sudahlah, nggak perlu basa-basi begitu, dan nggak perlu menghalangiku. Aku tahu siapa dia sebenarnya. Dia bukan benar-benar bosmu."

Apa? Apa maksud Pak Petrus mengatakan semua itu? Bukan benar-benar bos? Aku berusaha membaca pikirannya, tapi rupanya dia tahu dan langsung mengadakan hubungan telepati denganku.

Tidak sekarang, Nak. Nanti akan aku ceritakan. Tapi aku harus habisi dulu wanita gila ini.

Memang dia siapa, Pak?

Lebih baik kamu nggak tahu. Kalau sekarang, kamu pasti ingin menghabisinya dalam sekali santap.

Kalau itu sih, lebih baik nanti aja, Pak.

"Apa yang kamu cari dari dia?" tanya Tracy mendekati kami.

 Aku langsung siap-siap memegang pisau yang sepertinya daritadi sudah tidak sabar untuk mencolot keluar.

Pak Petrus mendengus kesal. "Aku tidak punya urusan denganmu. Yang masalah itu bosmu, yang berotak udang dan tidak tahu bagaimana cara menghadapi suatu kasus."

Tracy memicingkan matanya. Gerakan badannya semakin membahayakan.

"Atas dasar apa kamu memiliki hak untuk bicara begitu, hmm? Tidak bisa memenangi suatu kasus, kamu bilang? Kamu tahu kan, sebenarnya kamu dan istrimu itu yang lebih mirip bin..."

TFV Tetralogy [3] : Lego House (2014)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang