Meski tangannya bergetar hebat, dengan pikiran kacau tingkat atas bagai hendak meledakkan kepala, Daud memberanikan diri untuk mengirim pesan kepada calon bidadari yang akan menemani hari-harinya setelah akad hingga maut memisahkan. "Assalamualaikum, Ukhti. Maaf sebelumnya kalau ana lancang bicara begini, tapi ini penting. Boleh kita ketemu? Maaf, bukan kita tapi keluarga kita. Keluarga ana ketemu sama keluarga Ukhti, boleh? Ukhti dan keluarga boleh atur mau ketemuan di mana, nanti ana sama keluarga insya Allah akan datang ke tempat yang sudah ditentukan." Usai mengetik pesan yang bahasanya diolah sedemikian rupa agar terbaca sopan dan tidak menyinggung, Daud membaca ketikan pesannya itu berkali-kali, guna mengoreksi setiap kata. Hingga akhirnya ia menarik napas dalam kemudian menekan tombol "send". 10 menit kemudian, 1 pesan masuk ke ponselnya. Daud menekan pesan itu dan membaca, "Waalaikumsalam, Akhi. Baik, ana sampaikan ke Umma dan Abah dulu, ya." Kembali jantungnya berdegup kencang, belum diberi jawaban pasti saja Daud sudah nervous setengah mati, bagaimana saat hari H keluarganya dan keluarga calon istri bertemu? Apa kalimat yang akan dilontarkan Daud terdengar mulus? Atau justru banyak putus-putusnya karena menahan grogi?