Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]

By Rose-Maiden

17.5K 6.8K 4.2K

[ BACA SELAGI PART MASIH LENGKAP!!! ] ⚠️PERINGATAN⚠️ TOXIC DI MANA-MANA! DIHARAPKAN PEMBACA DAPAT MENGAMBIL N... More

Prelude
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Landasan Teori
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Perumusan Masalah
1.6 Metode Penelitian
1.8 Hasil Penelitian
1.9 Orientasi Kancah
Bab II Kerangka Teoritis
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Studi Penelitian
2.3 Prinsip Teoritis
2.4 Anotasi Bibliografi
SPESIAL PART
2.5 Pengertian Anotasi
2.6 Struktur Umum
2.7 Double Degree
2.8 Reviu Artikel
2.9 Artikel Berbasis Penelitian
Bab III Analisa Pamungkas
3.1 Analisis Sintesis
3.2 Strategi Penunjang Modul
3.3 Implementasi
3.4 Penunjang Prosedur
3.5 Probabilitas Subjektif
3.6 Prohabilitas Teknis
3.7 Argumentati Gratia
Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1 Kesimpulan
4.2 Rekomendasi
EPILOGUE [SPECIAL Promnight]
[END] Special Promnight (Part 2)

1.7 Pelaksanaan Penelitian

480 323 230
By Rose-Maiden

Untuk pembaca yang terhormat,

Author tidak bosan2 untk mengingatkan. Tinggalkan jejak kalian berupa voment di sini.

Mengertikah, wahai makhluk Tuhan? :'))

Baiklah, kutunggu voment dari kalian. Nggak masalah nunggu kalian voment dari pada nunggu kepastian dari dia yang tidak bisa kumiliki selamnya :')))))

Salam, Rose Maiden (Kang Bucin)

.

.

.

Sila berspekulasi

Setiap manusia pasti memiliki karakter yang berbeda 'kan? Tergantung bagaimana cara kita menyikapinya.
~Zeline Zenita

"Rin, lo yakin?" tanya Zeline memastikan.

"Bismillah! Ok! Go! Go! Go! Seperti biasa. Ingat formasi sebelumnya 'kan? Gue sama Gusti bagian ngerampok. Zeline, Brian kalian pengalih perhatian. Jamal dan Giselle cari jalan keluar."

"Yoi!" tukas Brian, Dora, Gusti, Zeline, dan Jamal bersamaan.

Dengan cekatan semuanya berpencar membawa tugas yang diperintahkan. Seperti kata Rinjani, tidak ada yang mustahil selama saling memegang kepercayaan.

Malam ini, tepat pada hari ulang tahun Brian tanggal 22 November aksi pembobolan museum Paleantropologi segera dimulai.
Rinjani dan Gusti menyelinap pintu gerbang diikuti Brian.

Sedangkan Zeline mengawasi pintu gerbang. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, dia akan memberi isyarat.

Persis apa yang diperkirakan Jamal, saat bulan November tiba langit berawan. Rintik hujan mulai membasahi ibu pertiwi. Memang kemampuan Jamal dalam menganalisa keadaan maupun cuaca tidak diragukan lagi. Sungguh hebat anak Geografi yang satu ini.

Ketika bulan purnama pun tak terlalu terang. Alhasil Rinjani dan Gusti dengan mudah memasuki pintu rahasia museum.

"Awas kepergok!" pesan Brian sebelum keduanya menghilang. Meski di luarnya begitu keras, tak dapat ditekuk.

Sesungguhnya Brian adalah orang yang paling peduli diantaranya dan sangat takut kehilangan. Ini semua berkat guru filsafatnya, Patrick Star.

"Siap!" seru Rinjani memberi hormat.

***

"Gelap ya, Gus? Kek akhlak kamu!"

"Yee ... lo kali!"

"Skip! Kita mau nyolong apa ini?"

"Emas kuno?"

"Boleh juga, bisa cuan kita!"

"Ya sudah sana!"

"Hmm ...." Rinjani menaruh telunjuknya di dagu sambil memperhatikan sekitar.

"Kayaknya enggak jauh dari sini deh ... tapi di mana ya?" gumam Rinjani.

Ah, coba yang ini aja tapi kalau salah gimana? Bodoh ah, seandainya dimarahi Brian karena kelamaan ... marah balik aja. Batin Rinjani.

"Rin, lo kok diam aja?" jemari Gusti berusaha menyentuh tangan Rinjani. Terlambat, gadis itu sudah pergi mencuri setengah lusin emas kuno.

Gusti memutar tubuhnya 360°. Ototnya meregang saat tahu Rinjani tidak di belakangnya.
"Rin ...?"

"Gus--" Rinjani muncul dari kegelapan membawa sekantong emas kuno. Berhasil membuat tubuh Gusti bergidik seperti disengat aliran listrik.

Gadis itu merasakan aura kegentaran di sekitar tubuh Gusti. "Ppppffftttt cupu lo! Tampang aja cogan tapi nyali kek banci!" cemooh Rinjani.

"Gue kira lo BEM, cok!"

"Udah ah cabut!"

Udara malam yang dinginnya menusuk ke tulang. Temperatur makin menurun. Embun malam membasahi lantai museum membuat gadis itu sesekali menggigil. Di tambah lagi tanpa alas kaki.

Sekuat tenaga ia berusaha melawan suhu rendah itu. Rinjani dan Gusti menyusuri lorong museum yang gelap gulita. Kali ini peran pemimpin berada pada Rinjani sambil menggenggam tangan Gusti agar tidak terpisah.

Cengkraman Rinjani amatlah kuat sampai dia tak terasa kalau tangannya gemetar.
"Rin, lo baik-baik aja 'kan?"

"Eh, oh ... gue ...." Rinjani tertegun. Dia langsung melepaskan pegangannya lalu salah tingkah sendiri. "I-iya, gue baik kok."

"Seandainya lo ada masalah bilang sama kita. Pasti dibantuin kok! Lagian, untuk apa lo mempertemukan kami kalau bukan saling membantu?"

Gue cuma ingin kalian bahagia, Gus. "Iya Gus. Lo yang terbaik deh pokoknya. Oh iya, bentar lagi nyampe."

Hanya kalimat itulah yang terucap dari bibir tipis Rinjani. Agaknya gadis itu kesulitan dalam mengungkapkan perasaan. Sehingga rekannya kesusahan mengenali seluk beluk Rinjani.

Tiap kali mereka bertanya, Rinjani malah menjawab sebaliknya. Mengapa ia melakukan itu? Mengapa dia rela menyiksa diri sendiri?

Padahal, bercerita kepada orang yang terpercaya akan membuat suasana hati kita melegah. Tapi Rinjani, dia memilih diam seribu kata. Sungguh gadis penuh misteri.

"Kelamaan coy!"

"Loh, Jamal? Dora? Kok formasinya berubah?"

"Kita khawatir tahu dengan kondisi kalian ... lagi pula di luar tadi ada ...," sahut Dora.

"Si Cebol sama Zeline mana?" tanya Gusti.

"Mengalihkan perhatian." jawab Jamal sewajarnya.

Dalam kesamaran sang penguasa malam, keluarlah dua sosok cewek dan cowok. Yang kelihatannya letih, mengatur napas pun susah.

"Mal ... huft ... jalan keluar ... aman."

"Ada apa ini?" tanya Rinjani bingung.

"Goblok! Strateginya gagal, cok! Lo kelamaan, Jamal hampir ketahuan, Zeline juga nyaris jadi buron," jelas Brian menentang.

Iris mata Rinjani mengecil, mulutnya setengah terbuka, serta tubuhnya memaku.
"Mustahil! Harusnya BEM tidak piket malam ini! Ada yang aneh." decak Rinjani.

"Ngapain diem aja? Ayo!" Jamal menyambar lengan Rinjani. Membiarkan gadis itu mengikutinya dari belakang.

Rinjani berlari dengan tatapan kosong, memandang hampa dunia hanya mengikuti pergerakan dari teman-temannya secara refleks. Dalam angannya dia terus membatin dan membatin.

Padahal Jamal sudah memeriksa semua struktur geografisnya, Gusti juga sudah melacak seluruh sistem keamanannya, Zeline dan Dora juga mendapatkan informasi mengenai museum ini. Kenapa bisa gagal? Tidak seperti biasanya rencana Gusti gagal.

Kenapa BEM piket?

Kenapa Jamal hampir ketahuan?

Kenapa penjagaan museum diperketat?

Kenapa hal ini bisa terjadi?

Kenapa ....

Kenapa ....

Kena--

Hingga suatu musibah menimpa gadis kuncir ekor kuda itu. Kaki jenjangnya tidak sengaja menendang sebuah tali panjang yang terbengkalai di atas tanah.

Membuat gadis itu hilang keseimbangan, pada akhirnya sekujur jasadnya mendarat di paving bersama lutut sebagai tumpuan. Mirisnya, Rinjani tersandung alarm museum.

Sesaat kemudian gema sirine menggaung, saling bersahutan di penjuru gedung. Lampu sorot yang tersebar di sekeliling bangunan langsung menyala, berputar-putar secara bergantian.

Hal ini tentu saja menarik perhatian para rekannya.
"Rin, lo gak apa-apa 'kan?" tanya Zeline sembari mengulurkan tangannya.

Rinjani meraih jemari Zeline, bersusah payah bangkit dengan menyingkirkan debu yang melekat di pakainya. Saat gadis itu mencoba berjalan, tiba-tiba lututnya mengalami perih yang amat hebat.

"Aw!" rintih gadis itu.

"Loh, Rin?"

Di bagian luar epidermis tulang betisnya, Rinjani merasakan ada sesuatu yang mengalir deras di sana.

Rinjani meringis, keperihan yang didapatnya mungkin sudah terlanjur memasuki jaringan ikat. Dia memaksakan berdiri, menjajari teman-temannya.

"Masih kuat lari?" lanjut Jamal mencoba meraba kepekaan Rinjani.

"Kayaknya kaki gue berdarah gara-gara jatuh tadi. Tapi bisa jalan kok!"

Mengingat perjuangan Rinjani menolong Jamal dari kecelakaan, cowok itu langsung membelakangi Rinjani kemudian bertekuk lutut.

"Lo pikir gue bego?! Ayo naik!"

"Tapi Mal--"

Dora menemukan beberapa lampu senter yang siap menciduk mereka semua dari arah depan. Kerlingan cahaya itu bergerak cepat mendekati mereka.

"Cabut gan! Buruan!"

Jamal membuang jauh-jauh keraguan yang ada dalam benak Rinjani. Cowok itu dengan sigap membopongnya.
"Putar balik!" seru Jamal.

Dahulu, sebelum keakraban keduanya berlangsung Jamal sering kali bahkan menolak keras ajakan Rinjani untuk berteman.

Di antara keempat temannya, Jamal lah yang paling sulit mengikat persahabatan. Sampai, suatu ketika insiden tak diduga menimpa cowok itu.

Siapa sangka langit yang begitu menawan seketika berubah menjadi maut baginya. Motor yang ia kendarai dengan kecepatan layaknya pembalap nyaris menabrak anak kecil.

Tiba-tiba motor yang ia kendarai hilang kendali. Remnya blong. Sedangkan dengan kecepatan sekian mustahil baginya membuat berhenti tanpa rem.

Cowok itu merelakan motornya melaju sendirian. Sementara ia menyelamatkan diri dengan melompat, berguling hingga di tengah jalan.

Dari arah berlawanan, nampak sebuah truk berkecepatan tinggi menerjang debu jalan raya. Cowok itu tak sempat menghindar, hantaman yang cukup kuat setelah jatuh tadi membuat separuh tulangnya remuk.

Truk itu melesat cukup cepat. Hingga suara klakson terdengar nyaring, sampai menggetarkan gendang telinga.
"Woi, Neng! Cari mati?!"

"Cari mati enak aja! Situ nyetir punya mata, gak?!"

"Bajingan!" Sopir truk itu turun dari kursi kemudinya.

Siapa kira gadis seberani Rinjani berhasil melindungi jiwa seseorang, dengan mengorbankan diri terjun di tengah jalan. Demi memberhentikan sebuah truk.

Rinjani mengulurkan tangannya. "Lo Jamil kan? Actually Jamal ya 'kan? Bertahanlah gue mau panggil ambulans."

"Dasar wanita gak tau diri!" Rinjani membalikkan badannya. Plak! Sebuah tamparan keras dari sang sopir truk berhasil mengenai pipinya.

Rinjani tergelak. Punya nyali juga dia, pikirnya. Rinjani menarik lingkar leher si sopir truk sambil menyeringai.

"Hei, pak tua ... YANG GAK TAHU DIRI ITU SIAPA?! BAWA MOBIL KEBUT-KEBUTAN MEMANGNYA BALAPAN?! Sadar diri dong! Jancok kau!" teriak Rinjani dengan suara menggelegar sampai menyita perhatian kebanyakan orang.

Nyali sopir truk itu menciut. Dia menyatukan kedua telapak tangan. "A-ampun, Neng."

"Masih musim ya orang lempar batu sembunyi tangan? Bawa dia ke rumah sakit!"

"I-iya Neng." Sekiranya begitulah cerita singkat awal mula pertemanan Rinjani dan Jamal. Oleh karena itu Jamal tak sungkan menolong Rinjani. Dalam keadaan apapun.

"Mal, enggak ada rencana B?" tanya Zeline.

"Ah! Gue ngerti! Kita kabur lewat tembok belakang museum! Memang sih, di sana agak bahaya soalnya ada pecahan kaca. Tapi, mau bagaimana lagi," sahut Dora.

"Dia benar. Kata Patrick Star, terkadang kita harus berkorban." Brian menambahkan.

"Baiklah! Tidak ada pilihan lain!"

"Maaf ...," gumam Rinjani.

"Ini bukan salahmu kok."

Belum sempat mereka kabur dari area penuh pengawas itu, lengan Gusti hampir terkena cahaya lampu senter. Jika sejumput sinar itu mengenai kemeja Gusti pasti hidup dan matinya akan jadi taruhan.

Sungguh di luar dugaan Rinjani. Rupanya satpam itu dibayar bukan untuk memantau di malam hari saja. Melainkan seperti polisi!

Dan yang mengejar bukan satu atau dua orang malah ada segelintir penjaga. Belum lagi selusin BEM yang tidak dibayar untuk acara ini!

"Berhenti!"

"Di sebelah sana!"

"Jangan sampai lepas!"

"Lebih cepat!"

"Jangan kabur!"

"Sedikit lagi sampai, ayo semangat!" tukas Zeline menunjuk dinding belakang museum.

***

Jamal terpaksa menyuruh pasukannya berhenti sejenak. Luka Rinjani semakin parah, darahnya mengucur tanpa henti. "Sekarang apa?" tanya Gusti.

"Banyak bacot lo!"
Cowok itu mengambil sebuah perban dan obat merah dari ransel Gusti. "Zeline, obati luka Rinjani."

"Lain kali, jangan pakai hotpants lagi. Kan gini jadinya," kata Zeline sambil membalutkan perban pada lutut Rinjani yang berdarah-darah.

"Maaf ...," desah Rinjani.

"Ok! Gus, tali sama pengaitnya siap?Rin, jangan lupa pakai sepatu!" ujar Dora. Gusti pun mengangguk mantap. Dora mengacungkan jempol.

"Cepetan woi!" seru Brian memerhatikan sekitar.

Cewek itu membiarkan rekannya sibuk mengaitkan sebuah tali. Sedangkan dirinya sendiri beralih di sebelah Brian, mengintip para pelacak dari dinding museum.

Tak jauh dari sana terdapat beberapa satpam serta BEM berjaga. Hanya beberapa. Setengahnya, mungkin sudah berpencar.

"Sial! Mereka berhasil kabur!" maki salah satu BEM.

"Yes! Sukses!" bisik Dora pada dirinya sendiri.

"Halah, amateur! Coba pakai cara ini," satpam yang di sampingnya mengusulkan sambil menggantungkan dialognya. Yang penting perasaan kalian jangan digantungkan.

"Show your talent, pak Ladi!"

"Ehem ...," pak Ladi berdeham.
"TAREK SIS!"

"SEMONGKOO!" seruan pak Ladi secara spontan di sahut Dora. Bukannya mengecilkan volume, Dora malah menjawab dengan teriakan membuat suaranya hanyut terbawa angin malam.

"AH, MANTAP! Di belakang sana!"

Seketika Rinjani yang hampir sampai ke atas langsung terhenti, mulutnya ternganga. Sorot mata Jamal, Gusti, dan Rinjani terarah ke Dora.

Brian melirik tajam Dora. "Demi saus tartar!"

"Sel, lo duluan!" seru Gusti.

"Gus, lo naik aja! Gue sama Brian ada misi."

"Loh Mal--"

"Bacod ah! Kita ketemu lagi habis ini!"

***

Di bawah sana terdengar suara gelak tawa dari orang-orang itu. Mereka tertawa puas. Rencananya berjalan sukses. Dengan menyalakan satu alarm saja MA nyaris kepergok. Tidak disangka semudah itu MA dijebak.

Dia mengira akan kesulitan melawan Rinjani. Apalagi dengan kecerdasan semua anggotanya. Ternyata semudah itu. Berpuas dirilah kalian semua.

"Hahaha bagaimana mereka terjebak?"

"Kau lucu. Sepertinya begitu. Tapi kau jangan senang dulu. Ingat perjanjian kita? Tiada aku sangka akan semudah ini."

"Iya iya, aku akan transfer sekarang. Omong-omong kau mau bergabung dengan kami. Kita akan mengadakan pesta minum teh setiap hari."

"Bukannya aku sudah bergabung dengan kalian?"

"Tanpa kontrak."

"Setuju!"

***

Coming soon ...

DEAR READERS

TITIPKAN PENGALAMAN MEMBACA KALIAN DI KOLOM KOMENTAR!

Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 321 33
[SMAGA SERIES #1] Sejak akun Instagram bernama @smagaconfess muncul, Keysha jadi suka uring-uringan sendiri. Di saat teman-teman dekatnya mendapat co...
1K 88 20
Nadin Zhieyra, selalu merasa gagal dalam mancapai sesuatu. Tak ada satu pun yang bisa menarik Nadin untuk melakukannya dengan serius. Mencari di mana...
2.6M 308K 41
Sairish Hasya adalah seorang wanita yang begitu mencintai suaminya, tapi harus berusaha mengikhlaskan rumah tangganya karena tidak mendapat restu ibu...
30K 1.8K 18
Berawal dari sebuah kewajiban dan berakhir sebagai kenangan. Itulah yang turut dirasakan Milla ketika mengikuti KKN. Ya, KKN adalah salah satu dari s...