Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]

shanertaja

182K 33K 4.4K

[Dream World] 15+ Jika semesta membawamu kembali untuk melihat sejarah perjuangan bangsamu, lantas perubahan... Еще

Prakata
Prolog
1. Satu ... Dua ... Lari!
2. Suasana Pagi
3. Tas Hitam
4. Kotapraja Batavia
5. Penyuka Sajak
6. Jong Java
7. Malang Raya
8. Keinginan Mas Arif
9. Kamu Percaya?
10. Mas Arif Kenapa?
11. Am I Wrong?
12. Bir Pletok Engkong Badar
13. Merdeka, Kata Terlarang
14. The Congress
15. Indonesia Raya
16. Bioscoop
17. Mijn Schatje
18. Believe Me, Please
19. Apa Wetonmu?
20. Perempuan Lain
21. First Love
22. Pergundikan Hindia Belanda
23. Everything Has Changed
24. Aku Mencintaimu!
25. Kekhawatiran di Kala Senja
26. Gugur Bunga
27. Bittersweet Memories
Epilog
[extra+] Gadis dari Masa Depan (Mas Arif's POV)
[extra+] Is It Real?
[special chapter] On The Wedding Day
Acknowledgements & QnA
Hey! Mind To Open It?
Kamu Mau Jadi Penulis?

28. Kamu dan Kenangan

4.5K 946 245
shanertaja

"Ibuuu, Lana berangkat kerja kelompok sama Gerald dan yang lain dulu, ya," kataku sembari memakai sepatu. Hari ini aku ada tugas kelompok Kewirausahaan atau yang biasa dikenal sebagai PKWU. Tugasnya adalah membuat proposal usaha secara berkelompok sebagai tugas liburan akhir tahun. Ah, sejujurnya aku paling malas membuat proposal, tetapi tak apa deh. Toh, tugas ini dilakukan secara berkelompok, bukan individu.

"Iya, Lan. Pulang jangan malam-malam, kamu belum packing untuk mudik nanti, kan?" sahut ibuku dari dapur. Oh iya! Aku belum sempat menyiapkan barang yang akan aku bawa untuk mudik ke Malang nanti! Untung saja ibu mengingatkanku.

Aku mengangguk, kemudian membuka pintu rumah dan menghamburkan diri keluar. Ojek online yang kupesan sudah menunggu di halaman. Aku tak mau membuat sang driver menunggu terlalu lama, jadi, tanpa basa-basi aku langsung memakai helm yang diberikannya dan naik ke atas motor.

"Pak, nanti kita mampir ke Toko Bunga Akhry dulu ya, baru ke Stasiun Lenteng Agung," ucapku kepada sang driver.

"Siap! Arahin aja nanti," balasnya. Sebelum bertemu dengan teman-temanku untuk mengerjakan tugas kelompok di Kemang Village, aku ingin mengunjungi makam Mas Arif dahulu.

Setelah melewati pencarian yang sangat panjang, akhirnya aku berhasil menemukan makam Mas Arif. Dibantu oleh Gerald, kami mencari makam tersebut selama hampir dua bulan lamanya. Gerald sempat marah dan kesal karena merasa dipermainkan, ia bertanya-tanya tentang makam siapa yang tengah kami cari dan bagaimana bisa aku mencari makam tersebut tanpa mengetahui detail lokasinya? Karena ia menuntut penjelasan dariku, aku pun menjelaskan dari awal tentang aku yang tak sengaja terlempar ke tahun 1928 hingga kejadian menegangkan malam itu. Gerald awalnya tak percaya, tetapi kemudian ia mempercayainya. Butuh banyak sekali perjuangan untuk menemukan makam Mas Arif, sedangkan aku hanya mengandalkan daya ingatku tentang jalan dan tempat yang pernah aku lalui saat pergi ke makam Mas Arif dahulu. Sialnya, jalan dan tempat yang pernah kulewati tak lagi sama seperti dulu. Sudah banyak jalan dan tempat yang mengalami perubahan.

"Kak? Kita sudah sampai di toko bunganya." Sang driver menyadarkanku dari lamunanku.

"Eh? Oh, iya, tunggu sebentar ya, Pak. Saya beli bunga dulu."

Dengan hati-hati aku turun dari motor dan melangkah menuju Toko Bunga Akhry. Toko bunga ini adalah toko milik orang tua dari salah satu teman sekelasku, yaitu Linda. Seperti sebelumnya, aku membeli bunga untuk ziarah dan setangkai mawar biru. Aku sengaja membeli bunga mawar biru karena konon katanya, bunga mawar biru melambangkan ungkapan pengharapan terwujudnya suatu ketidakmungkinan. Setelah membelinya, aku pun kembali menaiki motor dan melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Lenteng Agung.

Selama di perjalanan, aku mendengarkan lagu yang akhir-akhir ini sering kudengarkan, yaitu "Kamu dan Kenangan". Lirik lagu ini bisa dibilang sangat tepat untuk menggambarkan perasaanku kepada Mas Arif. Intro lagu perlahan terdengar, aku memejamkan mata dan hanyut ke dalam lirik lagu yang tengah terputar.

Seusai itu senja jadi sendu, awan pun mengabu
Kepergianmu menyisakan duka dalam hidupku ...
Ku memintal rindu menyesali waktu, mengapa dahulu
Tak kuucapkan aku mencintaimu sejuta kali sehari ...

Walau masih bisa senyum
Namun tak selepas dulu
Kini aku kesepian ...

Kamu dan segala kenangan
Menyatu dalam waktu yang berjalan
Dan aku kini sendirian
Menatap dirimu hanya bayangan ...

Tak ada yang lebih pedih
Daripada kehilangan dirimu ...
Cintaku tak mungkin beralih
Sampai mati hanya cinta padamu ...

Padamu ....

Tepat saat lagu berhenti berputar, ojek online yang kunaiki berhenti di depan Stasiun Lenteng Agung. Aku pun segera membayar ojek online tersebut dan melangkah menuju peron. Kereta yang akan mengantarku ke Stasiun Gondangdia pun datang tak lama kemudian. Fakta yang berhasil kutemukan setelah mencari makam Mas Arif adalah tempat pemakamannya terletak tak begitu jauh dari Stasiun Gondangdia. Oleh karena itu, aku memilih menggunakan kereta untuk berziarah ke makamnya.

Setelah kereta yang mengantarku pun tiba di Stasiun Gondangdia, aku berjalan keluar dari area stasiun dan menyusuri jalan yang ada di dekat stasiun hingga tiba di area pemukiman. Dari area pemukiman tersebut, aku masih terus berjalan hingga menemukan sebuah gang. Gapura tinggi menyambutku saat memasuki gang tersebut. Tak jauh dari tempat gapura tinggi itu berdiri, ada sebuah pohon besar yang membatasi dua wilayah. Dengan senyum yang mengembang, kakiku melangkah dan tibalah aku di sebuah area pemakaman kecil yang menurut penuturan warga sekitar sudah ada sejak awal abad 20.

Beberapa anak kecil tengah bermain sepak bola di pinggir area pemakaman, saat salah satu dari mereka hendak mengambil beberapa batu bata dari bawah pohon besar tadi, temannya yang lain melarangnya, "Jangan diambil! Kata mama, itu batu keramat!"

Larangan itu pun membuat sang anak mengurungkan niatnya untuk mengambil batu bata tersebut. Aku tertawa, tetapi beberapa detik kemudian aku pun sadar bahwa batu bata yang hendak diambil oleh anak tadi adalah batu bata yang dahulu aku susun saat upacara pemakaman Mas Arif. Tak kusangka ternyata batu-batu tersebut masih tersusun seperti dulu.

Kakiku berhenti melangkah ketika menyadari kehadiran seorang laki-laki yang tengah berjongkok di sebelah makam Mas Arif. Laki-laki itu terlihat dewasa dan gagah. Ia menggunakan kacamata dan memakai kemeja berwarna cokelat muda yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. "Rif, ada banyak hal yang belum sempat aku bilang ke kamu. Maaf, tetapi ibumu sudah mengetahuinya, bahkan sebelum aku bilang kepadanya."

Laki-laki itu mengenal Mas Arif? Bagaimana bisa?

"Rif, ternyata memang benar, Tuhan mengambil orang baik lebih dahulu karena Tuhan sayang sama kamu. Terima kasih banyak ya sudah mau menjadi temanku dulu walaupun kamu selalu sibuk mengurus perkumpulan pemuda. Setidaknya aku memiliki tempat untuk kabur saat aku mau makan, hahaha."

"Tujuan hidupmu sudah tercapai, Rif. Aku masih ingat pembicaraan kita siang itu."

Semakin aku mendengar monolog yang diucapkan oleh laki-laki itu, semakin penasaran aku dengan sosoknya. Sebenarnya dia ini siapa, sih? Aku berani bersumpah kalau aku tidak pernah melihat seseorang seperti dirinya!

Tak tahan dengan rasa penasaran yang kini telah mengisi pikiranku, aku pun memutuskan untuk menghampiri laki-laki tersebut. "Permisi, maaf kalau saya lancang, tetapi apa Anda mengenal Mas Arif?"

Laki-laki itu tersenyum lebar, membuat matanya terlihat seperti sabit. Kata-kata yang keluar dari mulutnya justru membuatku semakin penasaran. "Lana? Kita bertemu lagi!"

"Kamu mengenalku?" tanyaku dengan nada meninggi. Ini benar-benar membingungkan! Ia tidak hanya mengenal Mas Arif, tetapi ia juga mengenalku!

"Mana mungkin aku gak kenal kamu, Lana?"

Aku menyipitkan mata dan mundur beberapa langkah, sedangkan laki-laki itu malah melangkah maju mendekatiku.

"Jangan mendekat! Aku gak kenal kamu!" kataku seraya menyilangkan tanganku. Jujur, aku sangat takut sekarang! Ini di tengah pemakaman dan aku bertemu dengan seseorang yang mengenalku, bahkan ia juga mengenal Mas Arif. Dunia sudah gila!

"Hoi, jangan takut! Ini aku, Lana! Kamu gak mengingatku? Wah, aku sedih nih kalau kamu lupa denganku." Ia membalas perkataanku sembari tertawa. Hal itu membuatku berpikir keras. "Lana, apa kamu mau minum bir pletok lagi? Aku tahu toko yang menjual bir pletok dengan rasa seenak bir pletok Engkong Badar! Atau mungkin kamu mau kuajak berkeliling Jakarta?"

Ucapannya tersebut membuatku tercengang. Bir pletok Engkong Badar? Yang pernah menemaniku mencicipinya kan hanya Ahmad. Mana mungkin laki-laki di hadapanku ini adalah Ahmad? Mereka benar-benar terlihat berbeda!

"Kamu ... siapa?" Suaraku memelan saat bertanya kepadanya. Namun, bukannya menjawab ia justru kembali melontarkan kata-kata yang membuatku frustasi.

"Lan, masih ingat dengan Plant vs. Zombie?" ucapnya dengan sebuah cengiran di wajahnya.

Otakku memutar beberapa ingatan yang terekam. Bunga yang kupegang di tanganku pun terjatuh setelah aku menyadari siapa sosok yang tengah berdiri di depanku. Dengan ragu-ragu aku pun membalas, "Ahmad ...?

"Bukan hanya kamu yang mengalaminya, Lana."

📃📃📃

author's note:
see you 28 oktober 2020! 👀

Продолжить чтение

Вам также понравится

Laksana Angin Bagaikan Hujan SKIA

Исторические романы

28K 5.9K 9
Sebagai gadis malas yang lebih suka duduk bahkan jika disuruh berdiri, Serayu merasa aturan wanita bangsawan tidak cocok untuknya. Karena itu, ketika...
KASHMIR B.O.S🚀

Исторические романы

381K 24.9K 121
Menjadi pengantin dari kerajaan yang wilayahnya telah ditaklukkan bukanlah keinginanku. Lantas bagaimana jika kerajaan yang aku masuki ini belum memi...
Battle: The story of life (Complete) Yoshikari Mashiko

Исторические романы

995 82 32
"Kita tidak dapat mengubah masalalu, namun kita bisa mengatur masa depan...." Sebuah sebuah kisah tentang Kharisma, seorang gadis yang ceria de...
60.9K 7.6K 15
[Yandere!Haikyuu x Blind!Male!Reader] (M/n) Zanquen.... Pemuda misterius yang tiba-tiba datang ke Karasuno dan meminta untuk bergabung di tim volinya...