KALE [END]

By SiskaWdr10

49.1K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

30.Tumbuh

413 31 7
By SiskaWdr10

Ayo semangat, besok rebahan lagi.

                             *******

Setelah semakin larut malam, anak-anak itu semua memutuskan untuk pulang. Saat sudah sampai Kale disuruh makan malam di situpun masih ada Gladis.

Kale ikut makan berhadapan dengan Gladis yang terlihat sangat senang. "Yah, si Kale emang ketua eskul?" tanya Gladis pada Febrianto.

"Kepo lo." Jawab Kale.

Risa terkekeh kecil. "Tau ya, paling cuma ngaku-ngaku aja." Balas Febrianto mengejek putranya.

Mendengar jawaban Febrianto Gladis sontak tertawa puas. "Hahaha, bagus yah."

"Musyrik banget percaya sama Ayah." Tandas Kale.

Anya datang membawa makanan siap saji, Gladis memandang pada Anya, sedari sore ia sungguh penasaran dengan gadis itu.

Kale langsung mengambil minum dan bertanya pada Gladis. "Pulang sama siapa nanti?"

"Ah-iya?" tanya ulang Gladis yang kurang fokus.

"Balik sama gue aja, udah malem." Jawab Kale, Anya langsung menoleh sekejap pada Kale.

"Ekhemmm." Itu suara Febrianto yang berpura-pura batuk. "Dianterin Ayah, kamu istirahat aja kan baru pulang."

Perasaan Anya jadi berkecamuk, Risa membantu Anya menuangkan minum. "Makasih, nya." Kata Risa saat semua gelas telah teris penuh.

Anya berbalik badan dan meninggalkan meja makan, mata Gladis tak henti-hentinya memandang Anya. "Nanti Papiku kesini kok om." Jawab Gladis.

Febrianto mengangguk-ngangguk. "Oh aman dong, kapan?"

Gladis tersenyum pada Kale yang memperhatikannya tak senang akibat tawarannya ditolak. "Lima belas menit lagi." Jawabnya.

"Eh itu mah bentar lagi, ayo makannya dihabisin." Ujar Risa.

Saat sudah di dapur Anya terdiam, memikirkan apa Kale sudah move-on darinya?

"Nggak!" ucap Anya membuang pikiran buruknya.

Setelah makan malam selesai dan Gladis sudah pulang Kale pergi ke dapur menemui Bi Isma yang sedang memasak makanan untuk dirinya dan Anya yang tengah belajar di kamarnya.

"Lagi sibuk ya, Bi?" tanya Kale sopan.

"Eh, nggak den. Mau dibuatin apa?" tanya balik Bi Isma.

"Jus mangga, nanti tolong dianterinnya sama Anya aja bi." Jawab Kale. Bi Isma mengangguk sebagai balasan.

"Makasih." Ucap Kale lalu berjalan menuju kamarnya. Ia juga tak mau kalah dari Anya, ia mengambil laptop dan buku miliknya lalu mulai melakukan pembelajaaran.

Anya senang Kale memerintahkan dirinya untuk membawakan jus ke kamarnya, ada perihal yang harus ia tanyakan.

"Kale." Ucap Anya sambil mengetuk pintu kamar.

"Buka." Jawab Kale irit, ia tengah sibuk dengan buku-bukunya.

Senang rasanya melihat Kale mau banyak menghabiskan waktu malam harinya untuk belajar, bukan nongkrong-nongkrong tidak jelas seperti anak yang lain. Batin Anya.

"Taro di nakas." Ucap Kale dingin.

Kaki Anya melangkah mendekati nakas dan menyimpan jus tersebut. "Le." Ucap Anya memanggil.

"Hm."

"Anya boleh nanya sesuatu nggak?" tanya Anya takut.

"Jangan basi-basi." Jawab Kale.

"Gladis siapanya, Kale?" tanya Anya. Kale langsung menghentikan aktivitas menulisnya. Ia menoleh pada Anya.

"Pentingnya buat lo apa?" tanya balik Kale sinis.

Sialan, Anya jadi semakin gugup. "Ng-nggak gitu."

"Keluar." Jawab Kale.

"Le-tap-"

"Keluar!" bentak Kale.

"Anya cemburu!" ucap Anya repleks dengan nada meninggi.

Jantung Kale berdetak kencang seperti orang yang baru kasmaran, tapi beda dengan ekspresi wajahnya yang langsung datar. Ia berdiri dan mendekati Anya. "Kan kita udah beda. Apa harus gue jelasin artian pembantu itu apa?"

Itu dan itu lagi yang diucapkan, jelas Anya kalah. "Kan yang penting nggak beda alam." Jawab Anya dengan wajah polosnya.

"Lo mau beda alam sama gue? ayo gue bunuh." Ajak Kale sambil menarik tangan Anya.

Anya langsung menepisnya. "Nggak!"

Kale menghela nafas lalu menyamakan tinggi badannya dengan Anya. "Denger ya, Anya. Sekarang urusan kisah cinta gue, keluarga, mauapun pertemanan itu nggak ada sedikitpun urusannya sama lo. Ini peringatan terakhir, nggak usah nanya-nanya lagi, tuan lo juga butuh privasi." Ucap Kale sambil menyentil kening Anya.

Ucapan Kale membuat hati Anya sakit, ia mengangguk-ngangguk paham. "Anya harus kaya dulu biar kita bisa saling nanya?" Kale mengangguk mantap.

"Jabatan kamu sebagai anak orang kaya sewaktu-waktu bakalan bisa hilang, tapi nggak sama perasaan aku, aku bakalan terima kamu seada-adanya, aku berharap kamu juga gitu, ternyata ini semua jawabannya, kamu nggak salah kok harapan aku aja yang terlalu ngaco." Ucap Anya sambil tersenyum getir.

Deg!

Apa ini? ucapan Anya membuat Kale sakit juga.

"Gue baru tahu cewek bodoh kaya lo punya harapan." Balas Kale.

"Bahkan seseorang yang nggak punya hati kaya kamu juga pasti punya harapan." Jawab Anya tak mau kalah. Ia geram terus-terusan dibuat sakit hati akan ucapan Kale.

Kale mengangguk-nganguk sambil tersenyum kiri. "Oke, kacung. Pintu keluarnya di sana." Kata Kale sambil menunjuk pintu kamarnya.

Walau ucapan Anya pedas tapi matanya tak bisa bohong. "Anya minta maaf, Kale." Ucap Anya dengan mata yang berkaca-kaca lalu pergi dari kamar Kale.

Saat ingin tidur Anya kembali mengingat ucapan Kale, Anya adalah orang yang apa-apa selalu terpikirkan apa lagi menyangkut hati.

Pagi harinya seperti biasa setelah menyiapkan makanan untuk keluarga Kale, Anya pergi ke sekolah.

"Semangat, Kale!" ucap Anya pada Kale yang sedang memanaskan mobilnya.

Kali ini Kale enggan menggubris ia tetap fokus pada mesin mobilnya. "Aiiisshhh anak itu." Ucap Anya lalu berencana pergi.

Tapi Kale tiba-tiba memanggilnya. "Anya!" seperti biasa dengan nada yang meninggi.

Anya membalikan badannya. "Tupperware Ica dimana?"

"Di dapur, tuan. Sudah hamba cuci sampai kinclong." Jawab Anya dengan wajah yang menggemaskan.

Kale dibuat meleleh oleh wajah Anya, jelas ia langsung salting. "Pergi-pergi!" usir Kale dengan wajah memerah.

Wajah Anya kembali datar, bukan mengucapkan terimkasih malah mengusir.

Senpanjang jalan menuju kelasnya Anya mengerutkan bibirnya akibat kesal dengan Kale, ia tak bisa menunjukan kesalnya di depan Kale.

Ada yang tersenyum simpul melihat bibir Anya, ia sedang memegang kenop pintu ruangan pribadi milik Mutiara. Kebetulan ruangannya satu lorong dengan kelas Anya jadi Galang dapat melihat itu. Ingin sekali Galang menghampiri gadis itu tapi ia sedang ada perlu dengan Kakaknya.

"Baru datang lo." Ucap Abigel saat melihat Anya duduk di sebelahnya, lihat Abigel bahkan sudah belajar di pagi hari ini, anak yang lain juga. Sangat berbeda dengan di Alberto.

"Kenapa?" tanya Anya sambil membuka tasnya.

Abigel menghentikan aktivitas menulisnya dan menghadap pada Anya. "Tadi Sarah si waketos nanyain lo, katanya lo masih belum masuk eskul apa-apa, harus secepetnya masuk."

"Kamu eskul apa?" tanya Anya.

"Paskib, bagus banget disini paskibnya sering juara umum sampai internasional, lo jangan asal-asal milih eskul soalnya sekolah ini nggak cuma ngandelin nilai akademik tapi nonakademik juga lebih bagus kalau bisa keduanya kaya, Ga-"

Ucapan Abigel terhenti saat melihat raut wajah Anya yang sepertinya sedang tidak mood. "Udah-udah deh Anya pusing sendiri jadinya."

Abigel menghadap Anya dan tersenyum manis. "Gue seriusan, Anya. Dari eskul itu lo bisa aja keterima kelas unggulan."

Anya melipat tangannya menjadi bantal, apa lah itu kelas unggulan, Anya tetap Anya yang bodoh dan polos. "Iya-iya." Jawab Anya cuek, sepertinya setiap membahas kelas unggulan Abigel sangat excited sekali.

"Contohnya Fahri, lo tau dia nggak?" tanya Abigel. Anya menggeleng.

"Temen deket Galang, Fahri waktu SMP-nya jadi ketua di eskul basket, makannya sekarang dia jago banget, dia masuk keskolah ini juga pakai piagam dan sertifikat basket, bahkan beberapa bulan yang lalu juga dia ikut lomba, balik-balik bawa banyak piala bareng anak kelas dua dan tiga, dia doang sendiri kelas satunya, bahkan udah banyak rumor kalau Fahri bakalan sampai kelas tiga sih di kelas itu, enak banget kan? Kaya seolah dia nggak pinter tapi dia berhasil membawa basket Gapara kekanca internasional. Nah, makanya lo harus cari eskul yang bagus-bagus kaya gitu." Tutur Abigel menceritakan secara jelas.

"Fahri?" tanya Anya sambil mengangkat kepalanya. Ia mencoba mengingat-ngingat.

Abigel mengangguk, ia mendekati telinga Anya dan berbisik pelan. "Katanya Galang LGBT sih sama Fahri."

Mata Anya langsung membulat. "Hah?!"

Semua anak di kelas langsung menoleh pada Anya, Anya pun menyengir kuda dan meminta maaf dengan jari yang ia buat V. "Berisik banget lo."

"Seriusan?" tanya Anya tak percaya.

Abigel mengangkat bahunya. "Gosip, tapi ada yang bilang bener si."

"Anya rasa nggak deh." Jawab Anya.

Wajah Anya nampak meyakinkan. "Jangan tanya langsung sama Galang, langsung dibunuh hidup-hidup yang ada."

Anya terdiam, mana mungkin Galang suka dengan sesama jenis. "Kalau iya sayang banget ya, Nya?" tanya Abigel sambil kembali menulis. "Dua-duanya bening banget udah kaya keramik rumah orang kaya."

"Aiissshhh." Kesal Anya sambil menatap datar pada Abigel. Anya harus membuktikannya langsung, agar tidak penasaran berkelanjutan.

Galang memasuki ruangan Kakaknya dia tengah duduk sambil membaca salah satu novel romance. "Kak." Panggil Galang.

Mutiara menoleh lalu menyimpang novelnya, jarang-jarang adik cueknya ini mau mengobrol bersamanya. "Eh, Lang. Duduk-duduk."

Galangpun duduk dan menatap dingin pada Kakaknya. Mutiara menunjukan senyum manisnya. "Ada apa, Lang?"

"Kenapa Kakak masih berhubungan dengan Ray? Galangkan udah bilang Kak, dia laki-laki nggak bener." Ucap Galang to the point.

Ini lagi yang Galang bahas, Mutiara sebenarnya malas bisa Galang ikut campur masalah percintaannya. "Lang, plis."

"Galang nggak bisa diem aja kalau Kakak masih sama orang brengsek kaya dia." Jawab Galang.

"Dia nggak brengsek seperti yang kamu kira, dia baik tapi nggak di depan kamu Lang." Jawab Mutiara.

"Ya karena Kakak nggak pernah liat bejadnya dia kan?" tanya Galang yang sempat beberapa kali melihat Ray mabuk bersama para gadis bayaran.

"Cukup, Lang. Perasaan aku nggak bisa diatur, sama kaya kamu kan? seenggaknya aku masih normal cinta sama cowok, beda sama kamu yang suka sama sesama je-." Ucapan Mutiara terpotong, ia langsung membekap mulutnya sendiri.

Galang tertawa hambar. "Kok bisa si Kakak sama Ayah berpikiran serendah itu?"

Mutiara mengaku ia salah, raut wajahnya jadi pucat akibat takut emosi Galang membeludak. "Lang, itu cuma pikiran Ayah aja aku nggak."

"Bahkan aku nggak habis pikir kenapa aku terlahir di keluarga yang orang anggap sempurna, dan berpendidikan tinggi tapi menurutku rendahan ini? kalian mudah banget menyimpulkan tanpa mencari kebenarannya. Aku tahu Kak, Kakak sama Ayahkan yang awal berpikir kalau aku LGBT sama Fahri?" Mutiara dibuat diam seribu bahasa, sebenarnya dari awal gosip itu muncul Galang tahu siapa pelakunya tapi ia memilih diam.

"Aku emang deket sama Fahri, sayang sama Fahri, selalu kemana-mana sama dia, bahkan kadang sering tidur sekamar. Tapi itu ku anggap sebagai temen Kak, kenapa sih?" tanya Galang muak, urat di tangannya mulai bermunculan. "Aku yang nggak normal apa kalian yang bodoh disini? sejak kematian Tapasya aku emang nggak deket sama cewek lain selama bertahun-tahun, tapi itu nggak bikin aku suka sama cowok Kak! Aku normal, normal!" Kata Galang membentak Kakaknya sendiri.

"Itu cuma pemikiran Ayah, Galang!" jawab Mutiara yang sebentar lagi akan menangis karena dibentak Galang.

Galang berdecih sambil tersenyum kiri. "Oh ya? terus kenapa Kakak minta Fahri buat jauhin aku dengan alasan biar aku normal?" tanya Galang menyekak Mutiara.

"I-i-itu-"

Wajah Galang mendekati Mutiara dengan tatapan horor. "Kakak nggak tahu kan? berdampak apa resiko gosip itu. Fahri putus sama pacarnya Kak, pacar yang udah nemenin Fahri selama bertahun-tahun, itu cuma gara-gara ulah bodoh kalian!" Kata Galang. Sebelum Mutiara menjawab Galang sudah bangkit dan pergi dari ruangan itu.

Bruk!

Pintu itu Galang tutup dengan kencang, mata Mutiara tertutup akibat terkejut bersamaan dengan air mata yang sedari tadi ia tahan.

Jam istirahat berbunyi saat Galang akan menemui Anya, ada yang meminta bantuan padanya, setelah bantuan selesai ia harus menghafal rumus fisika karena dua hari lagi akan ada ulangan. Intinya Galang hari ini sangat sibuk.

Anya sendiri tengah memakan mie instan dengan Abigel, satu mie instan disini harganya sepuluh ribu dan itu benar-benar hanya mie tak ada tambahan telur maupun sayuran, kalau minum Anya akan memintanya pada Abigel.

"Ih kok udah abis." Kesal Anya pada piring yang sudah ludes ia makan isinya.

"Ya soalnya lo makan nggak cuma lo pelototin." Jawab Abigel yang sedang memakan cikinya.

"Anya minta minum ya." Ucap Anya, abigel hanya mengangguk.

Kalau di lihat-lihat Abigel itu tampan dan kalem. Ia bilang, ia tidak introvert hanya malas saja berbaur dengan orang lain. Tapi entah mengapa saat pertma kali melihat kepolosan Anya, ia merasa kalau Anya sefrekuansi dengannya dan ternyata memang benar.

"Nya, Galang!" ucap Abigel membuat Anya langsung memandang arah yang Abigel tunjuk.

Galang terlihat buru-buru membeli tissue di warung depan sana. "Gimana dia bisa ganggu Anya kalau dia sibuk banget." Gumam Anya samar-samar.

"Kenapa atuh ya, nggak normal." Ucap Abigel pada Galang.

Kring ... Kring ... Kring....

Bel pulang berbunyi saat anak-anak tengah menulis, semua anak selesai menulis bergegas merapikan bukunya. Soal menulis Anya dan satu gadis berambut panjang yang duduk di ujung itu paling lama.

"Pelajaran dilanjut mingu depan, wasalam." Ucap Guru pengajar itu.

Melihat Anya yang masih santai-santai saja menulis Abigel jadi terkekeh kecil. "Tar liat gue aja kali, udah waktu pulang." Ucap Abigel sambil memakai tasnya. Anak yang lain sudah keluar kelas.

"Nggak ah, di rumah nggak ada waktu." Jawab Anya. "Kalau mau pulang duluan aja." Lanjut Anya dengan wajah datar. Satu hari ini Anya terus saja memasang wajah datar karena masih kesal akibat Kale.

Abigel mengusap pelan rambut Anya. "Yaudah gue balik duluan." Pamit Abigel, Anya hanya membalas dengan anggukan kecil.

Sekarang yang tersisa yaitu dirinya dan gadis berambut panjang di ujung sana. Lima menit akhirnya selesai, Anya langsung bergegas membereskan semua alat-alatnya.

Sama halnya dengan Galang, ia juga baru akan keluar kelas. Suasana sekolah semakin sepi saja. Darah di hidung Galang mulai bercucuran ia segera mengusapnya dengan tissue yang ia beli, setelahnya Galang mengumpulkan tissue-tissue bekas ia menahan darah saat jam pelajaran berlangsung, lumayan banyak ternyata. Itulah Galang, hidungnya akan mengeluarkan darah bila ia sangat fokus dalam mengerjakan sesuatu dalam satu hari penuh.

Galang pun keluar dengan membawa semua tissue itu untuk membuangnya pada tempat sampah, saat membuangnya mata Galang bertemu dengan Anya yang berjalan dengan wajah super masam. Ini adalah kesempatan Galang, ia pun berjalan mendekati Anya.

"Selamat malam anak kelas dua belas IPA satu." Ucap Galang sengaja ia salahkan agar Anya menoleh padanya dan meralat ucapana Galang.

Tapi padasarnya Anya yang sedang tidak mood diam dan terus berjalan. "Kusut amat si muka kaya buku yang keseringan dibaca."

Anya tetap diam tak menggubris ucapan Galang. Galang menyamakan langkah kakinya dengan Anya. "Satu energi, dua energi, tiga anergi." Galang menghitung setiap langkahnya.

Walau begitu Anya tetap diam, Galang berdiri di hadapan Anya. "Anya!" panggil Galang dengan suara meninggi.

Anya hanya menoleh lalu melanjutkan perjalanannya lagi, Galang mengacak rambutnya kesal. Galang kembali menyamakan langkah kakinya. "Masuk eskul seni tradis aja, gue tahu lo bisa nari." Ucap Galang.

Bagaiaman Galang tahu kalau Anya memang belum memilih satu eskulpun dan yang paling penting, bagaimana bisa Galang tahu Anya suka dan bisa menari?!

Seperti peramal saja Galang, Anya menghentikan langkahnya dan menghadap pada Galang. "Gimana Galang bi-"

Belum sempat ucapan itu sempurna Galang sudah ambruk ke tanah.

"Galang!" ucap Anya panik, ia langsung berjongkok dan memastikan apakah benar Galang pingsan.

Anya menepuk-nepuk pipi Galang, tapi Galang masih tidak sadar, mereka masih di area sekolah dan ini sudah lumayan sepi. Ada gadis berambut panjang yang memperhatikan kedua orang itu, gadis yang satu kelas dengan Anya tadi.

"Sialan!" umpatnya kesal melihat kedekatan Galang dan Anya. Sungguh, gadis itu sangat misterius.

Demi apapun Anya jadi panik sendiri. "Lang serius pingsan nggak sih?" tanya Anya. Tak ada jawaban dari Galang.

Alhasil Anya harus mencari orang agar bisa membantunya, saat Anya ingin berdiri matanya melihat tissue di tangan Galang, Anya mengambilnya dan melihat tissue itu.

"Darah?" tanya Anya bingung sendiri.

Galang pun di bawa ke UKS sekolah, untung saja masih ada yang di sekolah. Katanya Galang hanya pingsan akibat terlalu lelah.

"Saya pulang duluan ya." Ucap salah satu penjaga UKS.

"Iya, makasih." Balas Anya dengan senyum simpulnya.

Sekarang Anya hanya harus menunggu Galang sadar. Anya memandang pada wajah Galang yang sedang terpejam lemah. "Apa Galang sesibuk itu ya sampai dia kelewat capek?" tanya Anya pada dirinya sendiri. "Terus kenapa Galang sempetin waktu buat ganggu Anya juga?"

Baru mengenal sudah disuguhi beberapa pertanyaan oleh laki-laki menyebalkan ini.

Tak lama Galang terbangun dan melihat Anya di sebelahnya. "Gue belum mati kan?" tanya Galang.

"Ngaco!" jawab Anya kesal.

"Lho kok tapi bisa ada setan di sini?" tanya Galang mengejak Anya.

Anya memasang wajah malas. "Galang katanya kecapean, istirahat yang cukup. Anya mau pulang duluan." Ucap Anya lalu berjalan meninggalkan Galang.

Dengan cepat Galang mengikuti Anya dari belakang. Anya sadar Galang mengikutinya, padahal Anya tahu Galang membawa kendaraan pribadi.

Anya membalikan tubuhnya. "Kenapa ngikutin, Anya?" tanya Anya kesal.

Kening Galang berkerut. "Lho, bukannya ini jalan umum?"

Memangnya Anya ini bodoh, tapi ia tahu Galang mengintilinya. Anya berjalan mendekati Galang. "Pulang."

"Ngusir gue?!" tanya Galang membentak.

Dasar tidak tahu diri, sudah Anya bantu malah merepotkan. "Nggak." Jawab Anya, lalu ia memegang kening Galang dengan lancang. Galang langsung gugup. "Ada kelainan nggak sih?" tanya Anya dengan wajah polos.

Dengan kasar Galang menepis tangan Anya yang memegang keningnya. "Orang gila nggak mungkin sepinter gue." Ucap Galang sombong.

Anya melanjutkan langkahnya diikuti Galang. "Tapi seenggaknya orang gila punya hati, nggak kaya orang yang selalu bentak Anya tanpa mikirin perasaan Anya." Jawab Anya sambil membayangkan wajah menyeramkan Kale bila membentaknya.

"Lo nyindir gue?!" tanya Galang dengan suara meninggi.

Anya menoleh, dengan wajah penuh kehampaan. "Bukan." Jawabnya. Galang langsung paham siapa yang Anya maksud.

Perlu kalian ketahui, Galang banyak tahu tentang Anya. "Kata siapa orang gila punya hati?" tanya Galang.

Mereka telah keluar dari gerbang sekolah dan sekarang berjalan menuju halte bus. "Dulu Anya sempat denger ada berita kalau orang gila melahirkan dan dia nggak mau dipisahin sama anaknya, walau jiwanya gila tapi dia masih punya rasa sayang dan mikirin anaknya itu." Balas Anya bercerita.

Galang menganguk-ngangguk setelah mendengarkan cerita Anya. "Maka dari itu, lo harus bikin orang yang nggak mikirin perasaan lo itu tergila-gila supaya rasa sayang di hatinya timbul."

Anya berdecak kesal. "Nggak gitu konsepnya, Lang."

Mereka telah sampai di halte bus. Anya duduk diikuti Galang di sisinya. "Kalau bukan gitu konsepnya, gue bakalan bikin konsep buat ganggu lo besok."

Ucapan Galang membuat Anya terheran-heran, Anya menoleh pada Galang dan menatap matanya. "Sebenernya apa si alasan Galang gangguin Anya? nggak masuk akal kalau sekedar main-main, Galang itu sibuk dan bener-bener sibuk, kayanya gangguin Anya itu nggak harus, tapi Galang tetep ngelakuinnya. Kenapa?" tanya Anya dengan wajah serius.

Tatapan Anya membuat Galang ingin membawanya tenggelam dalam kerinduan yang sudah lama tak terbendung. "Gini ya, Nya. Selain Ayah lo memasukan sperma melewati leher rahim ke dalam rahim Mama lo, kemudian ke saluran telur untuk pembuahan ovum lalu dalam waktu 24 jam setelah pembuahan terjadi, sel telur akan berubah menjadi zigot. Zigot ini kemudian akan berkembang menjadi embrio atau bakal janin dan menempel di dinding rahim dalam waktu 5-10 hari setelah pembuahan. Nah selain itu, mereka juga buat lo pakai apa?" tanya Galang panjang dan lebar.

Sudah tahu Anya bodoh malah ditanya hal seperti itu. "Pakai bantuan Tuhan." Jawab Anya dengan wajah polosnya.

Galang berdecak. "Ck, yang lain." Jawab Galang.

"Apa?" tanya balik Anya.

"Malah nanya balik." Kesal Galang.

"Pertanyaan Galang itu jawaban dari pertanyaan Anya?" tanya Anya memastikan. Galang mengangguk.

"Apa dong?" tanya Anya bingung sendiri.

"Dengan bantuan bidan?" tebak Anya. Galang menggeleng.

"Kalau mau tahu jawabannya belajar sama gue." Jawab Galang.

Anya langsung menoleh tak percaya, ia tersenyum pada Galang. "Tapi nggak gratis." Lanjut Galang. Wajah Anya langsung datar.

Kalau menggunakan uang ya sama saja bohong. "Bayar gue dengan jawaban itu nanti." Kata Galang.

"Jawaban pertanyaan awal Galang tadi?" tanya Anya.

"Ya, gue juga bakalan ajarin lo sampai bisa masuk kelas unggulan." Jawab Galang.

"Serius?" tanya Anya, lagi-lagi Galang mengangguk. Anya jadi tersenyum-senyum sendiri, ini adalah kesempatan besar agar ia bisa terbebas dari pekerjaannya di rumah Kale.

Sudah cukup, Galang tidak kuat lagi melihat Anya tersenyum. "Jangan ge-er lo, bisa satu kelas sama gue bakalan lebih mudah buet gue ngerepotin lo."

"Lagian Anya nggak yakin bisa." Jawab Anya dengan wajah sedih.

"Gue juga sih, lo orangnya malesan." Jawab Galang, Anya mengangguk. "Tapi nggak ada salahnya buat nyoba."

"Satu hari aja pasti Galang nyerah buat ngajarin Anya, Anya itu bodoh Lang." Jawab Anya jujur.

"Nggak ada manusia yang bodoh, semuanya diberi otak sama, masa iya Tuhan nggak adil? cuma bedanya males samaa rajin, itu kata Guru bimbel gue." Kata Galang. "Lo itu tinggal bersahabat sama rajin aja."

"Galang mau jadi sahabat Anya?" tanya Anya.

"Ogah." Jawab Galang datar. "Gue bakalan bantuin lo, kalau lo mau."

"Kalau bantuin Anya itu apa alasannya?" tanya Anya.

"Karena lo itu Ta-"

Anya bangkit karena busnya datang. "Galang busnya datang, Anya duluan ya." Ucap Anya berlari ke tepi trotor.

Galang mengangguk sambil tersenyum tipis.

                               *******

1.Galang

2.Anya


Continue Reading

You'll Also Like

4M 254K 35
Cerita sudah tamat! Sudah tersedia versi Audio Book Pogo ya teman-teman :) Sinopsis, "Biar saya lihat," gumam Pak Adam membuat Alara terperanjat ka...
8.7M 783K 73
Ini tentang Titamia si gadis periang yang selalu mengejar laki laki yang ia suka, Abbyan. Namun Abbyan justru malah sebaliknya {FOLLOW SEBELUM MEMBAC...
2.6M 199K 69
[NEW VERS] Tahu parasit? Tahu benalu? Iya, mereka sama. Parasit adalah istilah untuk organisme pengganggu, dan benalu adalah salah satu contoh tumbu...
4.5M 392K 45
CERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi ma...