happy reading
__
Ica menatap lurus punggung Gilang yang berlari keluar dari lokasi perkemahan, ada apa? Apa terjadi sesuatu hingga laki-laki itu terlihat begitu kacau.
Ica merogoh ponsel dijaketnya, ia mencari nomor Gilang untuk menelponnya. Perasaan cemas melingkupinya, ia takut terjadi hal buruk.
"Angkat dong kak," monolog Ica menggigiti kukunya.
"Gak di angkat lagi, ada apa ya?"
"Kenapa Ca?" tanya Santi berdiri disamping Ica.
"Kak Gilang pulang duluan, harusnya kan nanti sore. Mukanya juga keliatan kacau," papar Ica sedih.
"Positif thinking aja, barangkali ada urusan mendadak," balas Santi menenangkan.
Ica mengangguk lesu, ia ditarik Santi untuk bergabung dibarisan bersama yang lain, karena senam akan dimulai. Semoga gak terjadi hal buruk, batin Ica.
__
Gilang berlari disepanjang koridor rumah sakit, masih dengan tas ransel dipunggungnya. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Ibunya.
"Maaf sus, dimana pasien kecelakaan at... "
"Oh disebelah sana mas, Ibu anda telah menunggu," potong Suster itu.
Gilang mengucapkan terima kasih lalu berlari ke arah yang ditunjukan oleh suster itu. Gilang melihat Ibunya sedang menangis dibangku tunggu seorang diri.
"Bu, gimana kondisi ayah?" tanya Gilang memeluk Ibunya.
"Ibu belum tau Lang, dokter belum kel... "
Ucapan Mia terpotong karena pintu IGD terbuka. Ia berdiri dan menghampiri sang Dokter.
"Gimana kondisi suami saya dok?" tanya Mia cepat.
Dokter menghela nafas pelan, "Kondisinya saat ini sedang kritis, luka dibagian kepalanya cukup parah. Kita hanya bisa berdoa semoga datang keajaiban tuhan agar pasien bisa melewati masa kritisnya."
Gilang merengkuh tubuh Ibunya yang bergetar Ke dalam pelukan, sungguh hatinya juga merasakan hal yang sama seperti yang Ibunya rasakan. Tapi, untuk saat-saat seperti ini Gilang tidak bisa terlihat lemah, ia harus tegar agar Ibunya tidak larut dalam kesedihan. Gilang Mengelus pelan bahu Ibunya, meyakinkan Ibunya bahwa Ayahnya mampu melewati masa kritis.
"Bisa kami masuk, Dok?" tanya Gilang.
Dokter mengangguk memperbolehkan, Gilang menatap wajah Ibunya yang berlinang air mata, "Masuk, bu."
"Kalau begitu, saya tinggal dulu. Kalau ada perkembangan, segera beritahu saya," ucap Dokter itu berlalu meninggalkan ruang IGD.
Gilang melangkah masuk mengiri Ibunya, matanya memanas, ada banyak sekali alat medis yang tertempel pada tubuh ayahnya. Wajah yang selama ini terlihat segar kini pucat pasi, badan yang selama ini terlihat bugar kini tergeletak tak berdaya diatas brankar. Gilang mengusap wajahnya kasar, mengapa rasanya sesakit ini melihat Ayahnya terbaring lemah. Kalau seandainya bisa, lebih baik Gilang saja yang menggantikan posisi Ayahnya.
"Bu, Ibu harus kuat. Kita doa sama-sama biar ayah cepet sadar," ucap Gilang pelan.
Mia mengangguk memeluk putranya, mengapa ia sebagai orangtua tidak bisa setegar anaknya, ia tau betul jika Gilang berusaha tegar didepannya.
"Ibu ke mushola sebentar, kamu jagain ayah. Kalau ada apa-apa cepat panggi Ibu," ujar Mia tersenyum paksa.
Gilang mengangguk, ia memilih duduk dikursi dekat brankar setelah Ibunya keluar. Matanya menatap lurus tubuh lemah ayahnya, "Maafin Gilang yah," ucap Gilang serak.
"Maafin Gilang belum bisa jadi anak yang berbakti, maafin Gilang selalu nyusahin Ayah," ucap Gilang sambil terisak.
"Gilang mohon, Ayah harus sadar! Ada Gilang yang masih butuh bimbingan Ayah, ada Ibu yang harus Ayah temani sampai tua."
Gilang mengusap air mata yang mengalir di pipi, katakanlah ia cengeng. Tapi, siapapun jika berada diposisinya akan melakukan hal yang sama sepertinya. Ayah adalah pahlawan terhebat baginya. Gilang tersentak saat jari ayahnya bergerak, ia berlari keluar dari IGD untuk memanggil Dokter, padahal diatas brankar sudah ada tombol darurat, Gilang terlalu panik.
Dokter masuk bersama beberapa perawat dan Gilang diminta untuk menunggu diluar. Ia bergegas menghampiri Ibunya di mushola rumah sakit.
"Bu, ayah! Jarinya gerak," ucap Gilang serak.
Mia meletakkan mukena dilemari, dengan langkah tergesa-gesa ia meninggalkan mushola bersama Gilang.
__
Ica mendudukan bokongnya diatas rumput, kakinya ia luruskan ke depan. Ia mengusap peluh yang mengalir dipelipis, kegiatan outdoor kali ini sangat melelahkan. Ica menoleh ketika Santi datang membawa dua gelas aqua.
"Makasih San," ucap Ica meminum hingga tandas aqua tersebut.
"Gimana? Udah dapet kabar dari kak Gilang?" tanya Santi beruntun
Ica menggeleng pelan, Gilang tidak bisa dihubungi sejak tadi, bahkan nomornya saat ini tidak aktif. Ica semakin khawatir tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Coba lo tanya sama kak Doni, kayanya gue liat kak Gilang ngomong sama kak Doni sebelum balik," seru Santi.
"Bener, Gue juga liat. Kenapa gak kepikiran sampe sana. Ica, Ica... " gerutu Ica menepuk kepalanya.
Ica beranjak berdiri mencari keberadaan teman-teman Gilang, disana! Diujung lapangan ada beberapa anggota osis yang sedang berkumpul, dengan sisa-sisa keberaniannya Ica berjalan menghampiri rombongan itu.
"Permisi," sapa Ica tersenyum.
"Iya dek?" jawab salah satu anggota osis perempuan.
"Eh, Ica!" seru Jamal.
Doni menoleh ketika mendengar nama Ica, ia sudah menebak maksud kedatangan gadis itu kemari.
"Ikut gue!" ucap Doni berlalu.
Ica mengikuti langkah kaki Doni, laki-laki itu membawanya ke bawah pohon yang rindang.
"Kak Doni tau apa yang mau Ica omongin?" tanya Ica pelan.
Doni mengangguk, "Maaf, tadi gue lupa ngasih tau lo! Ayah Gilang kecelakaan."
Ica menutup mulutnya, syokh.
"Makanya dia buru-buru pulang, karena Ibunya sendiri dirumah sakit," lanjut Doni.
"Kak, ka-ak Doni bakal kerumah sakit juga kan nanti? Ica ikut ya!" ucap Ica terbata.
"Ntar gue kabarin," balas Doni. "Ya udah, gue kesana," tunjuk Doni pada anggota osis yang lain.
Ica mengangguk kecil, "Makasih kak."
Dengan perasaan berkecamuk, Ica berjalan menghampiri Santi. Wajar jika Gilang tidak mengangkat panggilannya, laki-laki itu sedang dilanda duka karena ayahnya kecelakaan.
__
Gilang memeluk Ibunya sambil tersenyum haru. Ayahnya sudah dalam kondisi stabil. Tinggal menunggu siuman.
"Allah dengar doa kita bu," ucap Gilang.
"Iya Lang, alhamdulillah."
Gilang melepas pelukannya, Dokter bersama perawat telah memindahkan brankar Ayahnya diruang rawat. Saat ini Gilang sedang duduk disofa ruang rawat Ayahnya bersama sang Ibu.
"Bu, Ibu belum makan dari siang. Gilang beli makanan diluar sebentar," tutur Gilang.
"Ibu gak nafsu makan, Lang."
"Bu, Ibu juga harus perhatiin kondisi Ibu. Kalau Ibu sakit, Ibu gak bisa jagain ayah!" ucap Gilang lembut.
Mia tersenyum kecil, "Iya, Ibu bakal makan."
Gilang balas tersenyum, ia berjalan keluar untuk mencari makan. Langit sudah mulai gelap, matahari sebentar lagi terbenam dari arah barat. Setelah sampai di warung makan terdekat, Gilang memesan dua bungkus nasi untuknya dan sang Ibu.
Gilang berjalan santai menenteng kantung plastik, langkahnya terhenti saat melihat beberapa perawat dan Dokter berlarian memasuki ruang Ayahnya. Ada apa? Ibunya juga duduk diluar sambil menangis tersedu-sedu.
_____
Hiks... Hiks...
Syedih eike.