[M] OUT OF BREATH | ON HOLD

By blackswanodile

20.1K 2.1K 1.5K

[Crime/Mystery] They know I'm different, but they don't know what make me different. ©2020 More

Intro : Obituary
Act 00
Act 01
Act 02
Act 03
Act 04
Act 06

Act 05

2K 243 222
By blackswanodile

⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️

Min Yoongi mempunyai prinsip tersendiri untuk pekerjaanya, bahwa ia tidak akan istirahat sebelum tugasnya selesai. Itulah sebabnya, Hong Namjoon mempercayakan pria itu untuk langsung melaporkan kasus mereka pada kejaksaan, sampai meninjau ulang M.O untuk membantu si Profiler tersebut dalam mengupas kasus pelik, yang sampai membentuk departemen investigasi khusus yang melibatkan beberapa unit divisi lainnya.

Semalam tadi, setelah menyeret paksa Seokjin yang babak belur juga mabuk ke apartemen miliknya (pria itu hanya ingin memastikan bahwa sahabatnya itu tak melakukan hal bodoh lagi yang membuat Yoongi cemas tak menentu seperti saat ini), Yoongi yang sebelumnya sedang duduk nyaman di balik meja kerja, juga sibuk menukikkan spidol miliknya untuk menarik garis dan membuat note kecil di dalam crime board miliknya, harus mendadak menghentikan semua itu lantaran Sora menghubunginya bahwa Seokjin bersamanya dengan keadaan yang kacau.

Jika dalam situasi normal lainnya, Yoongi jelas akan mengabaikan hal bodoh seperti itu yang hanya merepotkan dirinya saja, terlebih saat ia tengah bekerja. Namun ini Seokjin, terlebih Sora yang bersamanya. Sehingga saat itu tak sampai lima detik Yoongi berpikir, si Han tersebut langsung saja menyambar kunci mobilnya dan pergi menemui keduanya.

Ah, Yoongi pasti gila. Pria itu bahkan diam selama hampir tujuh menit di depan kedai hanya untuk memperhatikan Sora dan Seokjin, yang hanya dengan netra miliknya lihat saja, ia bisa menyimpulkan bahwa wanita incarannya tersebut tengah menaruh perasaan lebih pada sahabatnya. Mulai dari bibir Sora yang tak henti berceloteh, senyum teduhnya, sampai jemari yang mendarat lembut di wajah Seokjin: Yoongi bisa menjamin bahwa ia seperti melihat dirinya sendiri pada diri Sora saat itu.

Jika Yoongi bisa jatuh hati dalam satu kali tatap pada Sora, ia juga berpikir bahwa wanita itu mungkin merasakan hal yang sama pada Seokjin. Well, harus Yoongi akui jika sahabatnya itu memang sinting tampannya. Siapa yang tak akan menyukai wajahnya yang dipahat begitu sempurna. Kalau saja Seokjin terlahir dengan keadaan normal, Yoongi bisa jamin bahwa yang mengaku kekasihnya pasti sudah tersebar di berbagai sudut Korea. Sebab lihat, dengan keadaannya yang terbatas saja Seokjin selalu mempunyai nilai plus dalam dirinya.

Well, Yoongi jadi sedikit iri karena ia juga bukan tipikal pria yang suka memaksa, apalagi untuk urusan wanita. Pasrah? Apa yang harus ia lakukan saat ini untuk perasaannya?

Oke. Yoongi akan menghentikan sesi membicarakan perasaan miliknya sampai di sana. Sebab ada hal yang lebih genting saat ini dari pada masalah hati.

Kembali pada crime board yang sejak semalam suntuk ia kerjakan untuk meninjau ulang M.O, juga laptop miliknya yang masih mengerjakan laporan dari peninjauan ulang, pun dengan dokumen hasil autopsi yang kini mulai pria itu buka, Yoongi kini tengah kembali membandingkan dua crime scene yang melibatkan Taehyung di dalamnya.

Milik Jo Arin dan juga Han Ryu.

Setelah melekatkan beberapa foto dari crime scene milik Arin dan juga Ryu di permukaan dinding, yang kini sudah Yoongi jadikan sebagai crime board pribadi miliknya, si Han tersebut lantas membawa sticky note miliknya untuk kemudian ia menuliskan sesuatu di sana sembari bergumam, "Sisi danau, gaun putih, kursi kayu, kain penutup mata, rantai kecil penutup bathtub yang mengikat kedua tangan, memar, petechiae*)?" sempat bungkam beberapa saat dan kembali pada meja kerja miliknya dan melihat hasil autosi milik Arin, ia kemudian menuliskan kembali di sana. "Tanda kuning, belum pasti. Posisi terikat dan duduk."

*) Petechiae / petechial rash: kondisi yang ditandai dengan adanya bintik bulat yang mucul di permukaan kulit akibat pendarahan. Singkatnya, terlihat seperti ruam merah, coklat atau ungu.

Setelah selesai, jemari miliknya kini Yoongi bawa dan melekatkan sticky note tersebut pada sudut foto crime scene milik Arin di sana. Matanya mengerjap sesekali dan kemudian mengembuskan napas berat.

Dalam temaramnya lampu di dalam ruangan kerja dan juga kamar miliknya yang menyatu menjadi satu, Yoongi lantas kembali lagi pada meja kerja miliknya, duduk di sana sambil menyandarkan punggung. Tangan miliknya kini membuka dokumen dari hasil autopsi milik Arin yang dikerjakan oleh Seokjin. Dalam beberapa data yang terdapat di sana, juga hasil foto—sembari membaca deret kata yang tercetak di sana, Yoongi kembali membawa stabilo hijam miliknya dan kemudian menandainya di beberapa tempat.

Dengan tangan kiri yang sesekali menyugar surai hitamnya yang menghalangi kedua netranya, tangan kanan miliknya dengan telaten menandakan beberapa hal di salinan dokumen autopsi tersebut. "Senjata pembunuhan? Bukan benda tajam, ini benda tumpul sehingga seluruh tubuh hampir penuh dengan memar. Kecuali kedua bola yang dicungkil. Kemungkinan juga adanya benturan yang di sebabkan dirinya, kedua telapak kaki terlihat kotor. Berlari? Adanya orang ketiga lainnya?"

Yoongi berulangkali menyipitkan matanya dengan kepala yang menunduk memperhatikan foto di dalam dokumen autopsi milik Arin, kemudian mengembuskan napasnya kasar.

Membuat peregangan sesaat untuk batang leher juga punggung miliknya, si Han tersebut kemudian menyambar gelas kopi miliknya yang sudah sangat dingin di sana. Well, jelas saja sebab jam dinding yang menggantung di kamarnya saja sudah menunjukan pukul setengah tujuh pagi dan Yoongi belum tidur. Atau lebih tepatnya, belum ada kesimpulan yang ia dapatkan setelah semalam suntuk memutar otak untuk menganalisa tiap titik kematian milik Arin dan Ryu, sehingga ia belum bisa untuk tidur—terlebih tempat tidur miliknya yang masih dimonopoli oleh Seokjin yang seperti mati di atas ranjang miliknya.

Kembali mengambil beberapa lembar foto dari crime scene milik Han Ryu, Yoongi menggerakan kembali tungkainya untuk berdiri dan melekatkan foto-foto tersebut di sana. "Gedung konstruksi, tubuh terbakar, posisi besimpuh, meninggal sebelum dibakar," gumamnya, menuliskan semua yang ada di kepalanya pada sticky note miliknya. "Petunjuk: kapsul lepas lambat yang berisi SD Card. Isi? File? Belum ada keterangan."

Setelah melekatkannya di sudut dengan crime scene milik Han Ryu, tungkai Yoongi kembali lagi bergerak dan mendaratkan bokongnya pada kursi yang ada di belakang meja kerja miliknya Ia kini tengah membuka salinan dokumen autopsi milik Ryu. "Senjata pembunuhan? Menyuntikkan anestesi dosis mematikan menggunakan fentanyl."

Melihat kembali lagi pada dinding ruangan kerja yang sudah seperti crime board miliknya, dengan berbagai foto dari crime scene, surat kabar setiap masing-masing yang dinyatakn hilang, identitas, keterlibatan—Yoongi untuk sementara sudah mendatkan satu kesimpulan awal. Di dalam laptop miliknya, kini jemarinya tengah mengetikkan sesuatu di sana. "Pola sidik jari yang sama dan M.O yang berbeda."

[Ini bukan pembunuhan acak, si pembunuh jelas memajang korban tertentu. Baik Jo Arin dan Han Ryu, keduanya pernah bersekolah di sekolah yang sama: SION High School, begitu pula dengan Taehyung, Jimin, Jeongguk dan 4 orang hilang lainnya. Arin dan Ryu meninggal dengan pola sidik jari yang sama, bahwa keduanya terikat dengan Taehyung (tambahan, sidik jari Jimin yang ditemukan pada bukti benda yang ada di Arin), tetapi dengan M.O yang berbeda. Ada beberapa pesan yang berusaha disampaikan melalui pola tersebut. Namun, motif? Belum diketahui dengan pasti selain kemungkinan terbesar adalah balas dendam dari masa lalu.]

Setelah mengetikkan semua itu, Yoongi kini mencetak laporan miliknya dengan tubuh yang kembali melakukan peregangan. Punggungnya sakit bukan main lantaran duduk dan menunduk selama semalaman. Lalu baru saja ia hendak mencabut flashdisk yang masih tersambung pada laptop miliknya (flashdisk milik Sora yang Yoongi minta tempo hari untuk keterkaitan kasus), ponsel miliknya mendadak bergetar.

Setelah selesai berkirim pesan, padahal Sora ada di balik pintu apartemen miliknya, Yoongi buru-buru mengganti boxer miliknya dengan celana training panjang, sedikit menyemprotkan parfume miliknya, tak lupa membenahi tatanan rambutnya yang sudah mulai panjang. Setelahnya, Yoongi dengan cepat melesat untuk membuka pintu apartemen miliknya.

"Kau datang?"

Sora terlihat membenarkan tote bag yang ia bawa di pundaknya, lalu tersenyum ramah pada wajah bantal Yongi di sana. "Aku bisa berubah pikiran kalau kau mau, Detektif."

"Tidak, tidak, jangan begitu."sempat tertawa sesaat, Yoongi dengan gesit menyampingkan tubuhnya untuk mempersilahkan tamunya di sana memasuki kediamannya. "Masuk, Ra."

Wanita tersebut kemudian masuk dan membuka sepatu miliknya, menyisakan kaus kaki yang kini membalut telapak kakinya. Yoongi membawanya sandal rumah dan kemudian Sora pakai setelahnya, mengikuti punggung Yoongi yang langsung membawanya pada meja dapur, si Nam tersebut kemudian melempar irisnya ke berbagai arah. "Di mana Kak Seokjin? Dia memang masih mabuk?"

Membawa satu botol air mineral dan membuka tutupnya, Yoongi lantas menjawab, "Masih tidur." Lalu setelahnya, ia langsung saja mengisi tenggorokannya yang mendadak kering. "Kau benar tak keberatan untuk membuatkan kongnamulguk?"

Yoongi bisa melihat wanita tersebut kini tengah menggulung lengan kemeja panjang miliknya, lalu kemudian mengikat asal surai coklatnya menjadi satu kesatuan. Sora menggeleng dengan wajah yang segar. "Tidak sama sekali, beruntungnya aku bisa membuatnya. Lagi pula, Kak Seokjin mabuk juga salahku," katanya, kemudian menarik sudut kurva canggung di bibirnya. "Detektif, kau mau aku buatkan sarapan juga?"

Sempat diam beberapa saat, Yoongi yang sejak tadi diam saja, dengan iris yang betah memperhatikan bagaimana jemari Sora membentuk surai miliknya menjadi terikat satu kesatuan memperlihatkan batang lehernya, kemudian mendadak memecah kesadaran. "Oh, itu, m-memangnya boleh?"—Yoongi mendadak mengutuk dirinya yang terkesan seperti tertangkap basah sedang memperhatikan wanita itu— "Aku kan hanya meminta tolong untuk Seokjin saja yang semalam cukup mabuk, soalnya jam 10 nanti kami harus menemui Namjoon-nim. Aku takut dia masih mabuk."

"Aku akan membuatkanmu bibimbap!"

Yoongi tertawa pendek, untuk menghangatkan suasana. "Sudah seperti istri sendiri saja dibuatkan sarapan pagi."

"Detektif—" si Nam tersebut mendadak bungkam dengan tubuh yang berbalik hanya untuk melempar tatapan memicing pada Yoongi dari pantri dapur. "Dari pada kau bercanda terus, lebih baik kau mandi. Wajahmu benar-benar seperti zombie sekarang."

Dianggap bercanda ternyata.

Yoongi mendekat, lalu menarik kedua sudut bibirnya. "Apa semengerikan itu?"

"Iya, seperti zombie! Mereka kan jelek," sugut Sora, mengabaikan jarak Yoongi yang semakin mendekat. "Ayo cepat mandi, sebelum aku kabur dari tempat ini."

"Lucunya," gumamnya kemudian memberanikan diri untuk mengusak puncak kepala milik Sora sebelum akhirnya pergi meninggalkan wanita tersebut, yang kini mendadak membeku dan menatap bingung ke arah punggung Yoongi yang menjauh.

//

Hal pertama kali yang dirasakan Seokjin saat kembali mendapatkan kesadarannya adalah suara yang cukup bising. Sebab kepala miliknya kembali berdenyut tak menyenangkan saat suara-suara dari luar ruangan merangsek tanpa ampun. Suara tawa, gaduh—semua menjadi satu tatkala si Hwang itu berhasil tarik semua realitas, hanya untuk mengetahui bahwa ia terbangun pagi buta di kamar milik sahabatnya: Han Yoongi.

Ah, benar, ia mabuk sampai hilang kesadaran.

Seokjin kemudian mendudukan dirinya di sisi ranjang, salah satu sisi wajahnya terasa berdenyut sakit, matanya yang juga terdapat di sudut itu juga cukup kesulitan untuk terbuka. Belum lagi kepala yang masih terasa berputar putar lantaran sisa alkohol semalam, Seokjin cukup linglung saat ini.

Namun karena niatnya ingin segera keluar dari apartemen Yoongi dan kemudian kembali bekerja, mencari beberapa pentunjuk untuk kasus yang melibatkan adiknya tersebut, Seokjin tersebut lantas menarik tungkainya untuk membawa pada pintu kamar si Han tersebut yang sedikit terbuka. Tetapi, baru saja si Hwang tersebut hendark menarik daun pintu miliknya, pria tersebut mendadak urung lantaran ia bisa melihat kini Sora dan Yoongi tengah melempar canda di dekat pantri dapur.

Lalu karena tidak mau ikut andil dalam hubungan yang bahkan Seokjin pun tak sama sekali tertarik, pria tersebut lantas memilih untuk kembali ke atas ranjang.

Seokjin duduk di sisi ranjang, kepalanya menghadap pada dinding dan meja kerja milik Yoongi di sana. Lalu ia bisa melihat bagaimana dinding-dinding tersebut sudah nyaris penuh dengan deret informasi yang menunjang kasus yang tengah sahabatnya itu pecahkan.

Perlahan tungkai Seokjin mendekati dinding tersebut. Ia membaca dari kiri sampai ke kanan, yang paling baru dengan dua kematian di sana. Pada sudut yang paling kiri, netra Seokjin bisa melihat informasi awal tentang Jungkook, Jimin, Taehyung dan Arin. Di sana terdapat tanggal di mana mereka dinyatakan hilang, lalu hari-hari sebelumnya di mana keempatnya terlihat bersama. Ada beerapa tempat yang Seokjin lihat di sana, kelab malam, hotel, kediaman Jeongguk dan juga mini market.

Di dinding itu, ada garis merah yang dibuat Yoongi di sana. Arin dan Taehyung terhubung satu sama lain lantaran keduanya ternyata sepasang kekasih. Begitu pula dengan Taehyung, Jungkook, Jimin—Yoongi membuat garis satu sama lain diketiganya. Namun sempat mengerjap dengan perasaan yang mendadak terasa janggal, Seokjin tak melihat satu pun keterlibatan Jimin dalam keempatnya.

Saat di dalam kelab malam, rumah Jeongguk, Jimin tidak pernah ada di lokasi.

Lalu karena telanjur penasaran dengan crime board milik Yoongi, Seokjin kembali melanjutkan kegiatan membacanya, hitung-hitung ia bisa menemukan beberapa informasi untuk adiknya.

Iris Seokjin lantas berhenti di sana, pada berita online yang sengaja dicetak oleh Yoongi. Di dalam halaman tersebut, Seokjin bisa melihat bahwa kabar itu tak cukup baik, sebab lima hari sebelum keematnya dinyatakan menghilang, ternyata Taehyung, Jeongguk dan Arin terlibat sebuah kasus kekerasan di dalam kelab.

Pria tersebut terus membacanya satu persatu, dari kekerasan kemudian berubah menjadi pelecehan seksual. Seokjin sempat merengut tak mengerti, lalu kemudian kasusnya mendadak ditutup empat hari setelahnya dan hari itu rupanya tepat satu hari sebelum keempatnya menghilang, di mana Taehyung terlihat pergi ke hotel bersama Arin.

Setelah selesai beberapa halaman berita, berikut sticky note milik Yoongi di sana, Seokjin kemudian menemukan nama Sora di sana. Di mana wanita tersebut, rupanya adalah penulis berita itu. well, pantas saja Yoongi mengenal wanita tersebut.

Namun baru saja Seokjin ingin kembali menggeser tubuhnya dan membaca lebih jauh, pintu kamar milik Yoongi mendadak terdengar terbuka dengan suara pria tersebut yang merangsek pada rungu milik Seokjin. "Aku kira kau belum bangun, baru saja ingin kubangunkan. Jam 10 nanti Namjoon-nim bilang ingin bertemu."

Seokjin mendengarkan dan kemudian mengangguk, tanpa melepas atensi miliknya pada crime board milik Yoongi di sana. "Semua scene yang kau buat di sini, Taehyung selalu terlibat di mana masalah itu ada."

Yoongi membuang napasnya dengan kasar di sana, kemudian mendekat pada Seokjin dengan surai hitamnya yang masih separuh basah. "Ada sesuatu di masa lalunya, yang bahkan tak pernah kau ketahui sekali pun kau kakak kandungnya. Ini semua terjadi bukan tanpa sebab, semua nyawa yang pergi ... adalah bayarannya. Lagi pula ini semua belum terbukti jelas, kendati jaksa masih memegang kuat kandidat Taehyung sebagai pelakunya di persidangan." Pria tersebut menepuk punggung temannya itu pelan. "Ayo buktikan bahwa adikmu tak bersalah."

Seokjin menunduk, lalu kemudian mengangguk samar. Kepalanya nyaris pecah dengan napas yang memburu perih.

"Ah, aku punya rekaman video tentang wawancara adikmu saat masalah di kelab malam," sahut Yoongi, kemudian dengan cepat tubuhnya menuju meja kerja miliknya, yang masih menampilkan layar laptopnya menyala. "Ini aku dapatkan dari Sora, dia yang mewawancarai setiap orang yang terlibat di sana termasuk adikmu. Mau lihat?"

Tanpa melihat persetujuan Seokjin, Yoongi kini menggeser sedikit letak laptop miliknya pada Seokjin, yang lalu menampilkan wajah Taehyung memenuhi layar laptopnya.

[Halo, V]

Itu suara Sora, kamera yang merekam Taehyung lantas meperlihatkan gerakan tak nyaman yang pria itu salurkan melalui jemarinya yang menggesek-gesek ujung meja.

[Ini anonim, 'kan?]

[Tentu saja, nantinya aku hanya
akan menampilkan suaramu yang
diubah. Berapa umurmu?]

[22.]

[V, bisa kau ceritakan mengapa
kau ada di kelab malam saat
kekacauan itu terjadi?]

Taehyung memperlihatkan senyum masam di sana.

[Tak ada yang spesial,
hanya ingin mencari kesenangan.
Ibu dan ayah di rumah terlalu membuat
hidupku sesak.]

[Memang tak ada tempat
lain yang bisa kau kunjungi,
kau anak tunggal?]

Si Hwang bungsu tersebut diam cukup lama, hampir menyentuh tiga puluh sekon.

[Tak ada orang lain selain aku,
kakak lelakiku pergi dari rumah.]

[Apa terjadi masalah?]

[Ibu dan ayah membencinya
karena dia cacat mental.
Entah, kami berpisah sejak
aku kecil dan sekarang aku tak
mengingatnya lagi, yang aku tahu
hanyalah dia yang tak peduli
soal aku sekali pun yang
membencinya itu orang tua kami,
bukan aku.

Mungkin dia membenciku seperti dia
membenci kedua orang tua kami.
Dan terakhir kali aku melihat,
dia sangat peduli pekerjaannya,
hidup bahagia.]

[Apa pekerjaanya?]

[Dia selalu terlihat di UIR dan
mengumpulkan bukti,
sesekali aku melihatnya juga
di rumah sakit. Dulu yang
aku tahu dia seorang dokter,
tetapi sekarang—aku tak yakin,
detektif forensik?]

Laptop Yoongi mendadak tertutup rapat, saat tangan besar Seokjin menutupnya paksa secara tiba-tiba. Pra itu menunduk pada meja kerja Yoongi yang masih berantakan lantaran semua dokumen bercampur menjadi satu di sana.

Yoongi menghela napas. "Kau baik-baik saja? Maaf tak meberitahumu sejak awal, aku tahu kau akan bereaksi seperti ini."

Seokjin masih diam, tak melakukan hal apa pun selain bernapas dengan keadaan jantung yang berpacu dua kali lipat lebih cepat. Napasnya sesaak, saat tahu kalau Taehyung ternyata berpikiran seperti itu pada dirinya selama ini. Si Hwang bungsu tersebut menilai Seokjin tak pernah datang menemui anak itu lantaran ia membencinya juga kedua orang tuanya.

Tidak. Seokjin mendesis diam-diam isi kepala yang mendadak ribut. Jelas saja tak pernah ada satu alasan pun yang membawa Seokjin untuk membenci Taehyung. Namun—tenang, tenang, pia tersebut tak mau mendadak meledak seperti malam kemarin. Kendati tangan miliknya sudah bergetar lantaran menahan sesuatu di dalam sana, si Kim tersebut harus cepat mengalihkan isi kepalanya.

Maka yang dilakukan Seokjin setelahnya adalah mendadak menegakan tubuh dengan cepat, sampai membuat Yoongi memperhatikannya dengan air wajah yang merengut. Si Hwang tersebut lantas membawa asal dokumen forensik milik Arin yang terjangkau dengan tangannya, membacanya dan berusaha untuk memusat semuanya di sana, sampai kemudian— Seokjin mendadak menemukan sesuatu yang janggal pada laporannya sendiri.

"Seokjin-ah, kau baik-baik saja?"

Pria tersebut mengabaikannya, lalu malah memacu tungkainya untuk pergi ke sudut crime board milik Yoongi. Setelah membacanya lagi dan kemudian membandingkan kematian Arin dan Ryu, berikut dengan semua detai yang terdapat di dalam beberapa catatan kecil di sana, Seokjin mendadak bergumam lirih, "Jo Arin mati bunuh diri."

"Ha—Apa?!" Yoongi mendadak memekik dari kursinya, lalu dengan tak sabaran menarik Seokjin yang masih memusat semua isi kepalanya pada dokumen-dokumen dan crime board miliknya. Ia melanjutkan, "Sebentar-sebentar, itu tidak masuk akal oke. Seokjin-ah, aku tahu kau putus asa tentang adikmu tapi—"

"Petechiae," tukas Seokjin cepat, lalu dengan seenak hati mencabut foto crime scene milik Arin dan Ryu yang sudah susah payah Yoongi lekatkan di dindingnya. Pria tersebut kemudian membawanya pada meja kerja si Han tersebut yang berantakan, menyusunnya bersama dokumen autopsi miliknya. "Seseorang mengambil bola matanya agar aku tak menemukan petechiae di kelopak matanya. Kau lihat saat itu keadaanya, bolong total."

Seokjin menjelaskannya dengan berapi-api, nyaris serupa dengan seseorang yang hendak memenangkan undian lotre. Menandakan bahwa pria tersebut mulai tertarik dengan pembahasan tersebut dan akan terus menguliknya sampai dapat.

Kendati Yoongi memperhatikan semua yang Seokjin lakukan, pria tersebut tetap menggeleng keras. "Aku tak mengerti."

"Ini, ruam merah di lehernya," katanya, menunjuk salah satu foto yang ada di dalam dokumen autopsi: foto kepala sampai dada yang memperlihatkan batang leher milik Arin sebelum tubuhnya dibedah. "Aku menuliskan bahwa Arin kemungkinan besar dicekik sebelum mati, tetapi seluruh tubuhnya bersih. Tidak ada sidik jari siapa pun walaupun semua tubuhnya babak belur. Sidik jari adikku hanya terdapat di segala benda yang ada bersama Arin. Kuning, aku menandakan keraguan di sini."

Seokjin melanjutkan, "Penyebab minor petechiae terbentuk adalah saat kapiler pecah dan kemudian darah bocor."

"Oke, tapi setauku infeksi dan reaksi terhadap obat-obatan juga temasuk penyebab umumnya."

"Batang lehernya." Seokjin memaksa Yoongi untuk memperhatikan foto Arin di dalam dokumen autopsi. "Jika seseorang mencekiknya, seharunya tak menimbulkan hal seperti ini. Sebab petechiae yang mucul di permukaan kulit leher Arin lebih mirip seperti telah mendapatkan gesekkan tali yang ketat menekannya di sana."

"Lalu mengapa—" si Min tersebut mendadak bungkam, ia tak bisa melanjutkannya lantaran Seokjin sudah mengatakan bahwa tanda kuning yang ia berikan di sana adalah keraguan. "Ah, iya aku tak bisa menyalahkanmu juga. Lalu sekarang?"

Seokjin membeku, sebab ia juga tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Sesaat tadi, untuk mengalihkan emosi miliknya yang mendadak seperti akan meledak, pria tersebut hanya berusaha untuk mengalihkannya saja pada dokumen miliknya. Namun setelah ia mendapatkan bahwa kematian Han Ryu adalah jelas sebagai pembunuhan, ia mendadak kembali teringat dengan Arin. Otaknya mendadak bekerja dan berusaha menyatukan beberapa potongan yang masih samar di sana.

Dugaannya adalah Arin bunuh diri, tetapi kemudian diperlihatkan sebagai pembunuhan. Seokjin bahkan sempat membaca laporan Yoongi yang mengatakan bahwa kematian keduanya adalah sebuah pajangan yang menyiratkan sebuat pesan tersembunyi.

Apa?

"Maaf, apa aku mengganggu?"

Yoongi dengan cepat memalingkan kepalanya pada arah pintu kamar, bergeas keluar lantaran kamar miliknya adalah rahasia mutlak divisinya, sekali pun Sora nanti adalah kekasihnya, hal semacam ini benar-benar tak bisa ia bagikan pada siapa pun selain rekan kerja. "Kami akan ke sana, tunggulah di meja makan, Sora." Yoongi mendorong bahu wanita itu untuk keluar kamarnya, lalu sesaat melempar pandang pada Seokjin yang masih memusat semua isi otaknya pada crime board miliknya. ia mendesis, "Kita bicarakan nanti, aku masih bingung. Ayo, sarapan, Seokjin!"

//

Rasanya benar-benar seolah berlari tak tentu arah dengan seekor serigala yang mengejar di tengah hutan: lelah, takut, menyesakkan, dan juga nyaris kehabisan napas.

Setelah sesi sarapan pagi di apartemen Yoongi, seharusnya Seokjin masih bisa menikmati waktu istirahatnya di sana, sambil berusaha mengistirahatkan tubuhnya yang masih babak belur. Sebab pertemuan yang dijadwalkan Namjoon adalah jam 10. Namun, mendadak—satu jam empat puluh menit setelah Sora pamit pulang dari kediaman Yoongi, si Han tersebut mendadak mendapatkan panggilan darurat yang mengatakan bahwa Song Mino (salah satu rekan tim-nya), telah mendapatkan lokasi yang diminta Namjoon kemarin malam.

Saat itu, Yoongi hanya dengan cepat bergegas untuk menyusul tim-nya yang sudah lebih dulu pergi. Lokasi tersebut rupanya adalah tentang sesuatu yang berada di dalam SD Card. Di dalam perjalanan, Mino menjelaskan melalui panggilan ponsel bahwa Namjoon bilang padanya, SD Card tersebut berisi video yang berdurasi enam detik dengan menampilkan Jeon Jeongguk . Si kepala Tim Divisinya saat ini pun mengirim videonya Mino yang lalu dikirim pada Yoongi.

Setelah semalam suntuk Mino mencari tempat yang kemungkinan besar adalah lokasi ruangan tersebut, si pria Song tersebut lantas menentukan satu lokasi yang kemungkinannya benar adalah 70%. Sebab sangat sulit menemukan lokasi hanya dengan satu petunjuk ruangan dalam saja, hampir mustahil. Walaupun pada akhirnya Mino memutuskan bahwa Distrik Namdong dekat pegunungan adalah yang akan mereka tuju.

"Rumi dan Arou di mana?" Yoongi bertanya setelah dirinya sampai pada Mino yang sepertinya bertugas di luar ruangan, di dalam mobil dengan beberapa perangkat yang menyambungkan dirinya dengan tim yang sudah masuk ke dalam rumah besar di tengah hutan tersebut.

"Bersama SAT dan juga Namjoon di dalam sana."

"Masih belum ada tanda-tanda?"

Mino mendesah, saat memperlihatkan gelombang dari perangkatnya tak berfungsi. "Sinyalnya terputus."

Lalu tepat tatkala kalimat Mino selesai sampai di sana, beberapa Tim yang masih tersisa di luar besama Mino, mendadak terhenyak saat suara tembakan mendadak terlepas sampai enam kali. Tak ada yang berani mendekat pada rumah besar tersebut, sebab risiko yang diambil benar-benar seperti memberikan urat nadi pada seorang penjagal.

Yoongi menjauh dari mobil Mino, lalu memusat seluruh atensi miliknya pada bangunan tersebut. Sebelum akhirnya suasanya hening selama belasan sekon tersebut mendadak ribut oleh bibirnya sendiri. "HWANG SEOKJIN!" Yoongi berteriak cukup nyaring saat pria tersebut, melangkahkan tungkainya dengan santai mendekat pada bangunan yang baru saja melesatkan enam tembakan di dalamnya tanpa ada tanda-tanda SAT dan Namjoon, bahkan anggota divisinya keluar dari sana. "Aish, anak itu."

Yoongi kemudian bergegas merangsek ke dalam mobil miliknya yang ia gunakan tadi bersama Seokjin untuk mengambil rompi anti peluru yang lantas ia gunakan di luar kaus hitam polosnya, seelah melepas jaket putihnya. Namun berusaha terus memfokuskan dirinya untuk mencari pistol miliknya, Yoongi seketika mendesis dengan kepalan tangan yang dilampiaskan pada kaca mobilnya. Sebab Seokjin rupanya sudah mencurinya lebih dulu.

Lalu dengan tergesa, dia berjalan cepat pada rekan divisinya yang tersisa. "Mino, pinjamkan aku pistol milikmu."

"Tim Jang-nim, kau akan pergi ke dalam?" Mino bertanya putus asa, lalu dengan cepat Yoongi malah merebut paksa pistolnya yang tersimpan di holster pinggangnya. "Tetapi Namjoon-nim—maksudnya, berbahaya, Tim Jang-nim."

Yoongi membuka dan melihat sisa peluru di sana sebelum mengokang penutup geser pistol tersebut. "Kalau begitu berharap saja aku selamat. Lagi pula, ada dua anggotaku di dalam. Sudah."

Saat Yoongi dengan hati-hati dan sedikit mengendap masuk ke dalam sana, Seokjin yang sudah empat menit lebih dulu masuk ke dalam bangunan tua besar di tengah hutan tersebut, masih tak memikirkan hal bahaya lainnya yang bisa menimpa dirinya selain rasa keinginahuan tentang hal ini yang menyeret nama adiknya.

Netra Seokjin bergerak nyaris keseluruh sudut ruangan dengan napas yang masih berpacu dengan normal. Tak ada tanda-tanda siapa pun di dalam sini selain minimnya penerangan kendati di luar sana, sinar matahari pagi masih jatuh sampai ke permukaan tanah. Tungkai miliknya kemudian diseret secara perlahan memasuki ruangan yang lebih jauh. Selain banyaknya pintu di sini, Seokjin juga merasa bahwa hampir setiap bangunan ini terbuat adalah sebuah lorong menyesakkan.

Banyak lukisan yang menggantung, lalu lantaran sedikit penasaran, jemari Seokjin menyimpan pinstolnya pada celah ikat pinggangnya, sebelum kemudian ia mengangkat salah satu lukisan yang menggantung tersebut dengan hati-hati.

Tak ada apa pun yang terjadi.

Memasuki banyaknya lorong dengan pintu yang masing-masing tertutup rapat, Seokjin kini behenti tepat di salam satu pintu dan kemudian membukanya secara perlahan. Tak ada apa pun selain ruangan yang berantakan dengan berbagai debu yang menumpuk. Si Hwang tersebut lantas menutupnya kembali dan kemudian kembali menemukan satu lukisan di ujung lorong yang akan membawanya ke dalam dua jalur. Seokjin membukanya.

Ada satu kamera kecil yang menempel di sana—yang artinya kalau begitu semua ruangan ini sedang dikontrol atau bahkan disaksikan oleh seseorang di balik sana.

Lantas dengan cepat, Seokjin mencabutnya paksa dan membuang kamera tersebut. Jika semua ruangan ini di kontrol, Seokjin yakin bahwa tim SAT, Namjoon dan yang lainnya, kemungkinan besar juga sedang mendapatkan kontrolan penuh atas gerak geriknya. Lalu tembakan, sebenarnya siapa yang melepas mesiunya di sini.

Saat Seokjin memutuskan untuk pergi ke jalur kiri, mendadak suara benturan kayu dengan cekatan seseorang yang seperti mendapat cekikan tiba-tiba saja membuat tungkainya mati di sana. Suaranya berasal dari jalur kanan, lalu dengan cepat Seokjin meletakkan telapak tangannya pada pistol miliknya yang terselip bata ikat pinggangnya di bagian belakang, pria tersebut berlari kecil.

Namun rupanya, Seokjin memang harus terbiasa untuk mendapatkan bahwa paru-parunya terasa seperti dirobek dengan paksa dengan napas yang perlahan habis. Sebab kenyataan yang ada, saat baru saja ia berbelok untuk memenuhi jalur lorong tersebut di sana, Seokjin malah merasa ia seperti baru saja mendapatkan surat pemenggalan kepala untuk dirinya. Netranya membesar, lalu bergetar dan berkabut, saat menemukan Taehyung berdiri di ujung sana dengan keadaan yang nyaris hancur.

Wajahnya babak belur, tak berbeda jauh dengan dirinya, sudut pipinya terlihat samar lecet dan bedarah—lalu yang membuat Seokjin semakin merasa paru-paru miliknya bisa menyempit adalah ketika, si Hwang bungsu di sana mati langkah dengan kepala yang menggeleng dengan keras. Seokjin bahkan melihat samar bahwa bocah itu hampir menangis.

"Taehyungie?" Seokjin melangkah hati-hati.

Si Hwang bungsu tersebut semakin menggeleng keras dengan putus asa. "Tidak—Hyung! Jangan mendekat!"

"Tae—" Seokjin mendadak bungkam setelah alas sepatunya menekan pijakan kayu yang mendadak terdorong ke bawah, membuat tungkainya harus kehilangan keseimbangan dan terjatuh begitu saja. Namun melebihi semua itu, nyatanya saat bersamaan dengan kedua lututnya yang membentur permukaan lantai kayu, tiga lesatan peluru baru saja melesat kelewat cepat dari belakang punggungnya: melewati tubuhnya yang terjatuh begitu saja saat dengan cepat malah membuat Taehyung yang masih berdiri di ujung sana harus tertembus tiga mesiu dalam dua sekon.

Bahu, paha, dan sisi kepalanya, Taehyung mendadak terjatuh dengan aroma dari besi berkarat yang menguar juga cairan berwarna merah pekat yang mendadak membanjir di sana. Membuat Seokjin yang masih terjatuh dalam keadaan besimpuh, mendadak mati dengan erangan rasa sakit dari adiknya di depan sana, yang menjadi melodi kengerian untuk dirinya.

Jika sampai Taehyung mati, itu pasti lantaran dirinya. []

















Guys, kepanjangan, udah hampir 5000w. Aku cut sampai sini dulu ya huhu. Dan aku cuma mau ngasih tau kalau ini masih jauh dari konflik sebenarnya.

Notes :

*) What causes Petechiae? : salah satu jurnal di Healthline.com

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 20K 44
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...
465K 31.5K 47
♮Idol au ♮"I don't think I can do it." "Of course you can, I believe in you. Don't worry, okay? I'll be right here backstage fo...
63.6K 1.3K 47
*Completed* "Fake it till you make it?" A messy relationship with a heartbroken singer in the midst of a world tour sounds like the last thing Lando...
229K 7.9K 98
Ahsoka Velaryon. Unlike her brothers Jacaerys, Lucaerys, and Joffery. Ahsoka was born with stark white hair that was incredibly thick and coarse, eye...