Oh My Husband!

由 twelveblossom

221K 20.1K 8K

Daripada dijodohkan dengan a crazy rich grandpa, Lizzy lebih memilih menikah dengan temannya yang dia cap seb... 更多

1. Pernikahan Dengan Kontrak Tertulis
2. Tidur Bersama Tala
3. Menangis di Pelukan Tala
4. Kiss Kiss Untuk Tala
5. Naik Satu Tangga
6. Ada Yang Aneh Dengan Lizzy
7. Lizzy Lupa-lupa Ingat
8. Terbangkan Aku ke Bulan
9. Hujan Punya Cerita
10. Sedihnya Tanpa Alasan
11. Obrolan Singkat Sebelum Berperang
13. Si Beruang Galak
14. Kerisauan Hati Felicia
15. Serba Terburu-Buru
16. Malam Ini, Kamu Untukku
17. Mengetuk Pintu Rumah Malaikat
18. Yang Paling Cantik Ya Felicia, Lah
19. Aku Berharap Waktu Berhenti, Tapi Tidak Bisa
20. Kalau Tidak Percaya, Kamu Pergi Saja
21. Waktunya Maaf-Maafan
22. Yang Sengaja Disembunyikan
23. Malaikat Kematian Pun, Punya Pengecualian
24. Kisah yang Lama Hilang
25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan
26. Suara dari Keheningan
27. Alasan Yang Sulit Diterima
28. Satu-Satunya Yang Linglung
29. Hidup yang Singkat pun Akhirnya Diakhiri
30. Pikiran Yang Rancu - S1 selesai
31. Dunia Yang Terbalik
32. Tidak Masalah Jika Kamu Melupakanku
The Heartless Marriage
33. Dia Yang Egois

12. Seberapa Berani Felicia?

4.7K 518 197
由 twelveblossom

Yang belum follow akun ini yuk follow dulu, biar kamu tetap bisa baca kalau part selanjutnya aku privat.

"Butuh keberanian yang besar untuk mengingat kembali masa lalu yang telah dilupakan. Aku rasa, Felicia tidak akan cukup berani melakukan itu."

-oOo-

Aku sedang menghadiri makan malam keluarga. Sebenarnya, bukan keluarga besar Lim. Hanya ada aku, Bang Lucas, Bunda, dan Kakek Lim kemudian Tala menjadi tamu utama kami. Kakek Lim sengaja mengundang Tala untuk membicarakan kemungkinan diterimanya surat lamaran Tala untuk menikahiku. Surat lamaran itu sudah sampai ke bibi dan paman Lim yang lain, mereka memberikan pendapat jika Nabastala Ekadanta sesuai dengan kriteria. Bahkan lebih dari cukup untuk menggantikan Jarwo Sujarwo.

Keluargaku ini memang unik. Sebelum menikah kami membutuhkan persetujuan seluruh anggota keluarga yang memiliki nama belakang Lim. Ada juga konsultan pernikahan yang dilibatkan, mereka menimbang jenjang pernikahan kami untuk belasan tahun ke depan. Jadi, aku dan Bang Lucas memang tidak boleh asal menikah dan menemukan cinta sejati kayak cerita Disney. Huft banget yah!

Contoh nyata pernikahan melawan kehendak keluarga adalah ayah dan bunda. Sedari dulu ayah selalu diasingkan oleh Keluarga Lim. Bunda menikah dengan ayah tanpa persetujuan Kakek Lim, akibatnya aku diberi nama belakang Lim dan bunda pun bercerai dengan ayah ketika aku berusia empat tahun.

Aku beberapa kali bertemu ayah. Ayah memiliki usaha pada bidang kuliner, restoran yang cabangnya ada di seluruh Indonesia. Beberapa kali aku bertemu ayah saat liburan di Bali. Kami tidak membenci ayah, dia hanya tidak cocok dengan peraturan yang ada di keluarga ini. Ayah egois karena meninggalkan anaknya, memang. Tapi ayah tidak pernah melupakan tugasnya sebagai orangtua. Dia rutin menghubungi kami dan menyelesaikan kenakalan anak-anaknya dengan sabar.

Ah, sudah lah jangan bicara soal ayah. Aku jadi sedih. Mari kita fokus dengan percakapan malam ini.

"Serius kamu mau menikah dengan adik saya?" Bang Lucas bertanya setelah menu utama datang.

Kebiasaan Keluarga Lim adalah menjadikan makan bersama sebagai arena diskusi. Makanya kami sekeluarga kurus-kurus karena tidak bisa menelan makanan dengan baik. Bagaimana tidak? Topik yang dibawa selalu serius pula.

"Iya." Tala mengiyakan.

Bang Lucas sengaja menggunakan 'kamu' dan 'saya' karena Kakek Lim menentang panggilan informal seperti 'lo gue'.

"Kakek rasa Felicia tidak perlu bekerja lagi setelah ini. Jabatannya sebagai direktur muda di LL Bank bisa diserahkan ke Anggara Lim," kata Kakek Lim.

"Aku juga tidak tertarik mengikuti jejak Bang Lucas di perusahaan. Aku punya mimpi lain, selain menjadi budak keluarga," jawabku bar-bar. Tidak lupa memberikan tatapan kepada Kakek Lim. Mungkin dari sekian banyak sepupu, hanya aku yang bisa menatap Kakek Lim dengan marah tanpa terkena hukuman berat.

Kakek Lim tertawa. "Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Bicara sama kamu―Lizzy, mengingatkan kakek pada ayahmu," kata Kakek Lim. Dia berdeham sebentar nadanya terdengar lebih galak, "Jangan pernah melakukan sesuatu yang omong kosong berkedok menggapai mimpi. Kamu harus menerima fakta dan kenyataan."

"Semua orang berhak bermimpi. Mimpi itu bisa menjadi pencapaian atau alasan untuk hidup. Kakek tahu mimpiku menjadi penulis terkenal dan aku tidak akan berhenti. Aku juga ingin menghasilkan uang sendiri tanpa bantuan keluarga ini," aku bicara begitu untuk membalas perkataan Kakek Lim.

Memang aku terdengar agak emosi sih karena Kakek Lim menyatakan aku tidak perlu bekerja atau menulis cerita yang dianggap konyol oleh Kakek Lim. Kakek Lim menyuruhku untuk bertindak serupa sepupu perempuanku yang lain, menikmati hidup sebagai seorang istri di rumah.

"Kamu ini dimudahkan malah tidak mau," begitu balas Kakek Lim. "Keluarga Lim dan Ekadanta bisa memberikan banyak hal."

Aku menghentikan tanganku yang hendak menyuap irisan daging. Semua hidangan yang tersedia di sini tidak terlalu enak lagi. Padahal Bang Lucas sengaja memesan restoran favorit keluarga untuk membicarakan pernikahanku. Seharusnya, mereka tidak mengurusi hal apa saja yang akan aku lakukan setelah menikah. Aku memang suka bermalas-malasan, tapi aku juga tidak ingin menjadi manusia tak berguna yang hanya memanfaatkan Tala. Aku menghormati perempuan yang memutuskan menjadi ibu rumah tagga dan mengurus anak mereka secara full time. Namun, aku tidak ingin diam di rumah saja. Aku berharap bisa menghasilkan sesuatu di luar kodratku sebagai seorang perempuan dan ibu.

"Daripada kamu membuat Tala malu," sambung Kakek Lim lagi seolah satu kalimat saja tak cukup menyerang.

Malu?

Berarti, Kakek Lim selama ini malu dengan yang aku lakukan. Hah.

"Apa Mas Tala malu kalau aku menulis cerita atau kerja di luar perusahaan?" Aku langsung menatap Tala tajam. Aku ingin dibela.

Tala yang berada di sebelahku pun menggenggam tangan ini. "Tidak sayang," Tala menghadapi Kakek Lim dengan penuh hormat. "Selama Lizzy tidak melakukan hal yang merugikan atau menyakiti dirinya sendiri saya akan selalu mendukungnya," tambah Tala.

"Ahh, bucin," Lucas menimpali dia tersenyum lebar sekali. "Abang lega kamu menikah dengan orang yang tepat," komentar Lucas.

Bunda mengangguk-angguk. "Bunda hanya ingin Lizzy bahagia. Entah Lizzy nanti ingin bekerja atau berhenti, itu keputusan yang kalian ambil berdua," nasihat Bunda membuat Kakek Lim tersenyum.

"Baiklah, Kakekntidak dapat banyak memaksa karena kalian sudah mendukung gadis nakal ini. Lizzy, pastikan kamu tidak bertindak ceroboh karena saat menikah nanti, nama kamu bukan hanya Lim tetapi juga Ekadanta." Kakek Lim melirik Tala. "Jangan sampai melakukan hal yang membahayakan, konyol, dan merusak kehidupan rumah tangga kalian. Sekali kamu membuat masalah, kamu akan membayar dua kali lipat dari masalah itu," lanjutnya.

"Iya, Kakek." Aku dan Tala menjawab serempak.

Makan malam berjalan cepat karena obrolan selanjutnya seputar persiapan dan tanggal pernikahan. Kakek Lim juga menanyakan pendapat Keluarga Ekadanta mengenai pernikahan kami, seperti yang sudah kuduga Ekadanta menganut asas kebebasan. Selama Nabastala bahagia mereka setuju saja. Ekadanta bukan tipe orang kaya yang suka membangun koneksi dengan pernikahan. Bagi mereka pasangan hidup dipilih berdasarkan cinta dan mereka akan mengusahakan segalanya untuk mendapatkan cinta untuk anggota keluarga. Contohnya, Ekadanta bersedia mengganti nilai investasi Om Jarwo untuk Lim Bersaudara karena Tala menggagalkan perjodohanku dan Om Jarwo. Asal kalian tahu, nilainya sangat besar.

"Kalian menikah satu bulan lagi," simpul Kakek Lim.

"Apa Tala sudah melamarmu, Nak?" tanya Bunda.

Aku tersenyum malu-malu menunjukkan cincin dari Tala. Bukan Tala yang melamarku tapi aku yang melamar Tala, aku membatin.

Lucas mengamati cincin itu kemudian menatap Tala tajam. "Seperti pernah lihat desain cincin itu," ungkap Lucas nadanya terdengar dingin.

Aku mendapati Tala hanya menyeringai sambil melejitkan bahu. "Kebetulan sama," katanya.

"Kalian lagi ngomongin apa sih?"

Lucas tersenyum padaku. "Lagi ngomongin betapa setia kawannya si Tala."

Tala tertawa. Mereka saling menatap penuh teka-teki.

Aku hanya menunjukkan wajah bodoh karena sungguhan tidak mengerti. Aku malah memulai obrolan lain dengan Bunda perihal memesan gaun pernikahan dan rencana honeymoon. Lagi enak-enak bayangkan bulan madu di pantai eh si Tala angkat bicara.

"Kakek, saya meminta ijin untuk membawa Lizzy ke Seattle menemui Mom sebelum kami menikah," kata Tala.

Aku melotot. Perjalanan jauh sebelum menikah bersama Tala. Aw. Apa ini semacam percobaan malam pertama? Hihihi.

"Saya ikut dong," Lucas menyambar.

"Eh ngapain Bang Lucas ikut? Mau gangguin ya?"

"Iya week. Mau menyelamatkan kesucian Tala," balas Lucas sambil melet-melet.

"Bunda! Bang Lucas nakal!" Aku mengadu pada Bunda.

"Lizzy kamu sebentar lagi akan menikah malah masih suka merengek. Apa tidak malu sama Nabastala?" Kakek Lim mengingatkan.

"Aku sudah biasa malu-maluin. Iya kan Mas Tala?"

"Iya," Tala menyahut cepat.

"Jadi aku biasanya beneran malu-maluin ya?!" aku berujar kecewa.

Tala diam, seperti berusaha memahami situasi. Lantaran Lucas dan Bunda tertawa. Kakek Lim sibuk menahan diri untuk tidak menunjukkan kekhawatirannya.

"Apa saya salah bicara?" Tala masih dengan wajah ngaconya justru mengusap-usap rambutku. Well, aku tidak jadi marah kalau begini.

"Aduh, Nak Tala. Kebanyakan main sama Lizzy jadi agak bloon." Bunda merasa prihatin karena manusia yang dia besarkan seperti anak sendiri menjadi sama begonya denganku.

Well, makan malam menjadi menyenangkan kembali. Obrolan berlanjut, selebihnya mengenai beberapa ekspansi bisnis Kakek Lim ke Selandia Baru. Kakek juga melobi perihal perjanjian sebelum menikah. Bahkan sebanyak apa yang akan didapatkan cicitnya (anakku dan Tala) nanti dari Keluarga Ekadanta. Luar biasa matre kakekku ini. Hebatnya lagi, Tala menjawab dengan sabar. Seolah dia pernah menangani situasi ini sebelumnya.

"Sampai jumpa Mas Tala," aku bilang begitu tapi tanganku tidak ingin lepas dari genggaman Tala. Adegan penuh drama ini terjadi di depan restoran. Kami hendak pulang, sebenarnya aku ingin di antar Tala. Namun, Tala harus istirahat karena besok ada jadwal operasi pagi.

Lucas dan Bunda sudah menunggu di dalam mobil sambil memandangi kami tidak sabar. Tadi Kakek Lim langsung ke bandara untuk pergi urusan bisnis ke Malaysia. Sementara aku tidak memiliki niat untuk beranjak dari Tala.

"Tangannya dilepas gih, Felicia." Tala berkata begitu dengan sangat lembut membuat aku semakin enggan pergi darinya.

"Enggak mau. Takut kangen."

Tala juga tersenyum malu-malu. Ternyata, Nabastala juga bisa jadi ABG.

"Bunda kamu nunggu tuh."

"Biarin."

"Lucas kayaknya mau nyamperin kamu."

"Minta peluk boleh?" Aku bertanya, mengabaikan ucapan Tala. Aku buru-buru minta peluk sebelum Bang Lucas memisahkan kami.

Tala tidak langsung menjawab. Dia melihat sekitar yang sepi. Hanya ada beberapa pengunjung di lobi dan pelayan restoran. "Kita sedang di tempat umum."

"Terus?"

Tala menghela nafas. Aku mengira Tala akan ceramah soal tidak boleh bermesraan di depan umum atau semacamnya. Ternyata tidak. Dia meraih tubuhku yang terbalut gaun hitam yang cantik ini, lalu memelukku.

"Kamu sangat hangat," komentarnya.

Aku membalas kungkungan Tala. Dia mengusap-usap punggungku. Berbisik soal aku yang tidak patuh tapi pada akhirnya Tala mengecup puncak kepalaku.

"See you, Sugar." Tala berkata demikian sebelum aku sungguhan ketiduran di dalam dekapan Tala yang hangat.

Aku mengangguk agak oleng ketika Tala melepaskan aku. Namun, sebelum sungguhan pergi. Aku mencium pipi Tala.

"Telepon aku sebelum tidur, Mas Tala," aku akhirnya menyerah dalam kalimat perpisahan tersirat. Lebih tepatnya Lucas sudah dalam posisi siap mengakhiri adegan sinetron ini dengan menyeretku bak ibu tiri.

Akting kami luar biasa bagus. Aku bahkan masih sempat kiss bye saat mobil kami melewati Tala yang tersenyum rupawan mirip pangeran di negeri dongeng. Aku membuka kaca jendelaku lalu mengucapkan, "I LOVE YAH MAS TALA!" dengan sangat norak ala-ala film India.

Aku dan Tala pintar bermain drama. Aku sendiri tidak tahu sampai kapan harus berpura-pura. Yang pasti, aku menikmati semua adegan ini.

-oOo-

"Halo, Sugar." Suara nyaring Tala menyapaku saat aku mengangkat telepon dari Tala.

Tala lebih sering memanggilku sugar daripada crybaby akhir-akhir ini karena aku kelihatan manis dan tidak suka menangis lagi. Aku sih paling suka dipanggil sayang kalau sugar kesannya kayak apa ya ... aku sugar baby gitu. Walaupun, Tala yang membiayai semua belanjaanku tapi kan tetap saja aku malu. Enggak ding aku juga suka Tala memanggilku sugar karena waktu aku pamer ke Ariadna, dia bilang sugar itu romantis sekali.

"Apa Mas Tala sudah sampai rumah?" Tanyaku. Aku sampai rumah dari tadi, bahkan selesai mandi dan sekarang mengeringkan rambut.

"Belum sampai rumah masih di jalan. Ini Mas Tala nyetir, Sayang," balasnya.

"Kok lama perjalanannya. Macet ya?"

"Enggak, tadi Mas Tala sengaja bertemu Kirana di restoran untuk membicarakan tanggal pernikahan kita―"

"―Tadi katanya Mas Tala langsung pulang karena mau segera istirahat. Ngapain sih ketemuan sama Rana?" Aku emosi karena Tala tidak bilang apa-apa padaku sebelumnya.

"Mas Tala lagi mengantar Rana pulang karena sejalan."

wHaT????? mEnGaNtAr KiRaNa Ke rUmAh??? Tadi aku mohon-mohon minta diantar Tala tapi dia tidak mau. Wah, cari gara-gara ini Tralala si garpu tala!

"Mas Tala sengaja bikin aku marah ya?"

"Tidak berani soalnya kamu kalau marah galak."

"Terus ngapain pakai antar Kirana?!" Aku tidak bisa mengendalikan nada suaraku yang naik.

"Biar kamu cemburu." Aku mendengar Tala terkekeh pelan. "Sudah cemburu belum, Sayang?"

"Sudah, aku cemburu. Sekarang turunkan Kirana dari mobil sialan itu!" Aku memerintah. Hampir saja membanting ponselku karena terlalu marah.

"Bercanda Lizzy. Tapi aku senang, akhirnya kamu ngaku juga kalau lagi cemburu. Terdengar cute."

"Apanya yang bercanda?"

"Mas Tala enggak ngantar Kirana. Cepet turun ke bawah, aku bawakan martabak manis."

"Hah?"

"Tadi lupa ngucapin selamat tidur dan mimpi indah. Jadi, aku datang ke rumah kamu. Mas Tala sudah di depan pintu."

Aku buru-buru turun ke bawah, ponselku tetap kubawa. Aku bisa melihat mobil Tala terparkir di depan pelataran. Bibi Ria membuka pintu, ada Tala di sana. Aku langsung tersenyum lebar.

"Halo, Mas Tala," ujarku canggung ketika kami berdiri berhadapan, masih di ruang tamu rumahku.

"Halo, Felicia." Tala menyodorkan kotak martabak manis yang segera dibawa Bi Ria ke dapur.

Ada tiga kotak Martabak manis! Pasti Lucas senang. Bang Lucas memang yang paling suka makanan manis, dulu aku juga suka martabak manis tapi sekarang martabaknya kalah manis sama Tala. Waduh. Kenapa aku berubah dangdut begini?

"Makasih Mas Tala sudah jauh-jauh ke sini hehehe. Bawain martabak lagi hehehe," aku tertawa malu-malu mirip kucing minta kawin.

"Cemburunya udahan?"

"Udah selesai. Kalau lihat Mas Tala bawaannya pengen bahagia," kataku yang kelewat jujur membuat senyum Tala semakin lebar.

Jujur, posisi kami yang saling berhadapan dan saling melempar senyum begini terlihat aneh. Tidak ada gerakan tapi hanya saling memandang.

Tala meraih tanganku, menggenggamnya. Tangan kami bertaut dan aku mengayunkannya.

Tala maju satu langkah, aku juga. Jari-jarinya menyusuri surai basahku yang tergerai.

"Kenapa kamu bisa secantik ini, Felicia?" gumam Tala.

Astaga, serangan malam dari Tala sungguhan membolak-balikan hati. Aku merasakan panas di pipi, pasti aku merona merah. Walaupun, aku merasa penampilanku malam ini tidak terlalu cantik karena make up sudah dihapus dan hanya mengenakan piama tidur gambar tikus hadiah dari Bang Lucas. Masalahnya, kalau Tala mengatakan aku cantik, level percaya diriku naik seribu persen.

"Kalau aku cantik malam ini, Mas Tala harus apa?" Tanyaku bermain-main. "Kayaknya Bang Lucas dan Bunda tidak masalah kalau Mas Tala tiba-tiba menculik aku ke apartemen Mas Tala," lanjutku.

Ya, karena aku tidak bisa melakukan banyak kegiatan bersama Tala kalau kami tetap berada di rumah ini. Kegiatan intens yang membuat Tala menjadi laki-aki sungguhan. Misiku adalah membuat Tala menyukai perempuan. Paling tidak, berniat tidur dengan perempuan. Perempuan itu harus aku.

Tala tertawa, dia menyentil hidungku. "Siapa yang ngajarin Nakal?"

Aku terkekeh geli. "Perempuan baik-baik bisa jadi nakal kalau lawan mainnya Mas Tala." Aku maju lagi satu langkah sampai aku bisa mencium parfum Tala. "Apalagi kalau tahu Mas Tala punya mantan pacar secantik Kirana. Walaupun aku enggak yakin kalian pacaran beneran atau pura-pura. Tetap saja aku bakalan jadi berani nakal," aku berkicau.

"Seberani apa?" tanya Tala, aku melihat seringai kecil dalam bibirnya. Tanda kalau Tala sedang menggodaku dan menganggapku lucu. "Kita sedang berada di rumah, jadi kamu tidak dapat berbuat banyak," lanjutnya yakin.

Hah, Tala pikir aku takut? Hahaha. Dia menantang Felicia Adair Lima! Wah. Palingan nanti Bunda bawain aku pecut lagi kalau ketahuan mesum di rumah. Mungkin yang paling parah Lucas bisa panggil Pak RT buat menyeret aku dan Tala ke altar dan menikah kalau sampai perbuatan intim ini ketahuan. Aku sih tidak masalah kalau buru-buru menikah dengan Tala. Malah bahagia karena bisa langsung membuat bayi hersama.

Tala menunggu, matanya menatapku. Ruang tamu keluargaku luas, namun kami berimpitan tak ada jarak. Aku mengalungkan tanganku di leher Tala. Tanpa menunggu lama, aku berjinjit mencium bibirnya. Aku merasakan lembabmtautan kami. Hmmm. Aku menggigit bibir bawah Tala agar pria itu juga bergerak denganku.

Tala awalnya terkejut, sekon berikutnya dia membalas kecupanku. Saat Tala mulai bergerak, duniaku terasa berputar. Tala itu pintar dalam segala hal, termasuk dalam urusan ini. Aku melenguh tertahan, akal sehatku masih mengingatkan jika kami sedang ada di ruang tamu jadi tidak boleh terlalu bersik. Bunda bahkan bisa saja ke sini setelah merawat tanamannya di kebun. Lucas juga bisa keluar dari ruang kerjanya.

Tala tidak membiarkan aku untuk berpikir jernih. Dia menarikku semakin dalam, tangannya berada di tengkukku agar aku tidak dapat kabur. Tala mengangkat tubuhku, menggendongku! Dia melepas kecupan kami, aku terengah.

"Mas Tala," kataku rancu saat Tala menaiki tangga menuju kamarku.

Tala memandangku sekilas. Matanya berkabut. He looks so sexy. Bibir Tala merah dan agak bengkak karena aku yang suka menggigit. Surainya berantakan karena tanganku yang mengacak.

Tala membuka pintu kamarku dan menutupnya dengan kaki. Perlahan, Tala menurunkan aku ke ranjang. Dia beranjak naik, menindihku. Tala menggunakan tangannya untuk menyangga tubuhnya agar tidak memberatkan aku.

Tala yang begini terlihat sangat dominan. Ada tegas dalam matanya.

"Apa Mas Tala menginap di sini?" tanyaku pelan. Suaraku sungguhan ciut.

Tala menggeleng. "Aku hanya sedikit kaget, kamu sungguhan berani."

"Umm," aku bergumam karena jariku sudah berlari ke kancing Tala dan membukanya satu-persatu. I just want to know Tala's abs or something deliciuous inside.

"Felicia." Tala mengingatkanku.

Aku tidak peduli. Tanganku sudah menarik Tala untuk menciumnya lagi. Ah, kenapa selalu aku yang memulai duluan?

Kecupan ini bermula dari tergesa-gesa karena aku ingin Tala kelimpungan. Hanya saja, Tala yang balik melumat bibirku dengan lembut dan tenang justru membuatku ... bingung serta lemas. Aku seperti tidak tahu harus berbuat apa, aku mengikuti Tala ... dia memimpinku.

"Hngggh, Nabastala," aku mengucapkan namanya dengan penuh gairah pada sela kecupan ini.

Semua kancing kemeja Tala sudah lepas, aku membuang kemejanya ke bawah. Aku bisa melihat tubuhnya yang terbentuk dengan atletis. Kayaknya aku juga harus rajin olah raga. Aku menelusuri otot perut Tala saat dia memberiku jeda untuk bernafas. Aku mendengar erangan tertahan dari Tala ketika aku menyentuhnya lebih jauh.

Jadi, Tala juga bisa terpancing olehku? Ada kesenangan dalam diriku. Aku mendorong tubuh Tala sampai aku berada di atasnya. Aku tidak berniat mengecupnya di bibir. Aku menelusuri leher Tala, lalu bahunya, beranjak turun ke dadanya menggunakan bibirku. Aku bisa merasakan tubuh Tala menegang ketika aku memberikan tanda di kulitnya. Aku semakin turun penasaran dengan sesuatu yang ada di bawah sana tapi Tala mengangkatku untuk kembali sejajar dengannya.

"Felicia cukup," kata Tala dingin.

Aku menurut karena tenaga Tala kuat sekali dalam mencegahku bergerak. Dia memelukku erat.

Aku mengerjap, kagum karena Tala begitu berantakan. Surainya semakin acak. Wajah Tala merah. Tala bertelanjang dada. Banyak bercak merah di area bahu dan dadanya―karyaku yang luar biasa.

"Aku pintar kan," aku tersenyum lebar.

Tala mengangguk, dia melepaskan kungkungannya. "Ternyata kamu tahu lebih banyak dari perkiraanku."

"Mas Tala harus terima kasih sama Bang Lucas."

"Karena?"

Aku menyeringai jahil. "Lucas menyimpan banyak video porno di laptopnya. Aku mencurinya sebagian hehehe."

"Nakal ya kamu," Tala mencubit hidungku lagi.

Aku masih berpakaian lengkap. Tala juga tidak meninggalkan jejak apa pun pada kulitku. Tangan Tala tadi juga enggan bergerilya ke mana-mana. Untuk ukuran laki-laki, Tala termasuk sopan. Dia hanya sebatas menciumku. Itu saja.

Apa Tala tidak bisa membalas sentuhan wanita tapi dia bisa merasakannya?

Ribet sekali sih. Kenapa tidak mengandalkan insting saja rawr?

"Kita lanjutin yuk, Mas Tala. Nanggung tau." Aku mengajak tanpa tahu malu.

Kenapa mesti malu kalau hanya ada kami di kamar ini?

"Enggak," balasnya tegas.

Tala menurunkan aku dari tubuhnya dengan hati-hati. Dia memakai lagi kemejanya.

"Menginap di sini ya?"

Tala menggeleng. "Mas Tala bakal tidak bisa tidur kalau terus di samping kamu," ujarnya sambil menggosokkan hidungnya dengan hidungku. Kok geli ya? Hehehe.

Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. "Mas Tala, jahat ya. Aku ini sudah jual murah loh, masih saja ditolak."

Tala tertawa. Dia mengecup puncak keningku. "Kita nanti akan punya banyak waktu untuk melakukan ini, tapi tidak sekarang karena Bunda sudah menunggu di luar."

"Hah?"

"Bunda tadi sempat melihat kita. Waktu kamu menindihku pintu dibuka Bunda tapi kamu tidak sadar," jelas Tala santai sambil turun dari ranjang.

Aku langsung menutup wajah. Astaga malu!

Bunda akan semakin yakin anaknya adalah wanita binal. Bunda bisa salah paham. Serius.

Aku langsung memukul Tala. "Kok kamu enggak bilang kalau ada Bunda!"

Tala hanya tertawa lalu pergi begitu saja. Dia tampak puas sekali mengerjaiku.

-oOo-

"Halo, kucing. Memangnya kamu tidur begitu enak, ya?" Tanyaku kepada kucing yang bobo siang dengan posisi melengkung.

Aku sedang menunggu Jasper dan bunda di depan Klub Malam―tempat senamnya dengan tante-tante. Jasper tadi mengajak Bunda untuk berkenalan dengan para tante. Bunda senang sekali karena punya banyak teman baru. Sementara aku yang tidak terlalu suka dengan orang asing justru memilih menunggu di luar gedung, bicara sama si Kucing Oren.

Rencananya selepas Jasper dan Bunda senam, mereka akan mengantar aku mengurus dokumen keberangkatan. Aku dan Tala akan ke Seattle untuk bertemu orang tuanya. Aku sebenarnya sudah mengenal orang tua Tala, akan tetapi bertemu mereka sebagai calon menantu membuatku gugup. Aku jadi tidak dapat tidur nyenyak akhir-akhir ini. Makanya, aku iri sama si Kucing karena dia bisa terlelap dengan nyenyak padahal hanya beralaskan plastik lusuh.

"Apa aku harus jadi kucing dulu biar bobonya panjang?" aku masih mengoceh dalam posisi jongkok menghadap kucing.

"Nona Muda harus lucu jika ingin menjadi kucing," ada yang menimpali petkataanku.

"Astaga." Aku kaget melihat Jasper ikut berjongkok di belakang. Dia mengenakan kaus kuning dan celana training hijau. Jasper juga menambahkan headband merah. "Kamu mirip traffic light," aku berdecak kemudian berdiri.

Perasaan tadi pakaian Jasper normal deh. Kenapa sekarang jadi warna-warni?

"Tema hari ini pelangi. Jadi tante-tante semua dan saya memakai baju mejikuhibiniu," jelas Jasper.

"Kenapa kamu bergaul sama tante-tante?" Aku tidak habis pikir sungguh.

Jasper mengangsurkan susu kaleng Milo kepadaku kemudian duduk di kursi taman. "Mereka teman Mami," kata Jasper. Dia memandangku sekilas. "Sebelum Mami meninggal karena serangan jantung. Tante-tante menemani Mami. Jadi saya di sini untuk menggantikan Mami," lanjutnya.

"Aku kira kamu berencana jadi sugar baby."

Jasper tertawa terpingkal-pingkal. "Saya juga membangun koneksi dengan mereka." Jasper mengerling padaku. "Saya mau buka arisan Tupperware. Nona Muda boleh ikut," imbuh Jasper, dia malah menunjukkan katalognya padaku.

Aku hanya memutar bola mata jengah. "Jas cepetan kamu ganti baju lagi. Kamu jadi bahan tontonan orang-orang lewat tuh."

Aku menghentikan perbincangan konyol dan unfaedah ini. Aku juga tidak suka berada di sini. Tatapan para tante itu kepadaku seolah mereka sudah mengenal aku sedari lama. Mereka tampak err ... membenciku?

Entah lah.

"Nona Muda tidak ingin melihat-lihat ruang istirahatnya? Di sana bagus banyak tempelan bunga dan banyak kucing."

Aku mengangguk mengikuti Jasper menuju bagian gedung lain yang tampak terawat. Ada bunga mawar di sepanjang jalan. Seperti yang diungkapkan Jasper, ada beberapa kucing yang bermain di sekitar taman. Ada juga mangkuk makanan mereka.

Kami memasuki bagian depan ruang istirahat. Sepertinya di sini bukan hanya ruang istirahat, juga ada ruang ganti. Loker-loker berderet di sana setiap orang yang mendaftar sebagai member tetap akan mendapatkan loker untuk menyimpan sesuatu. Semua loker dihiasi bunga dan stiker binatang. Kenapa klub senam ini jadi serupa taman kanak-kanak? Hahaha.

"Loker saya ada di ujung," kata Jasper menginterupsi aku membaca satu-persatu nama yang dihias. "Saya ganti baju dulu ya, Nona Muda."

Aku mengangguk. Kakiku lantas berhenti saat aku melihat satu loker yang memiliki nama 'Lizzy' lalu di sebelahnya 'Bara'.

Nama Bara di samping namaku?

Kebetulan?

Aku tergugah untuk membuka loker atas nama Lizzy tapi terkunci. Aku berusaha menariknya, hasilnya nihil. Mungkin Lizzy yang lain karena aku tidak merasa pernah datang kemari. Aku melihat loker bertuliskan 'Bara' lalu mencoba membukanya, tidak terkunci.

Loker itu berisi selembar kertas yang bertuliskan 'untuk kamu, iya aku mau'. Aku segera menutup loker itu lagi saat mendengar langkah kaki Jasper mendekatiku.

"Nona Muda sedang apa?"

Aku menggeleng. "Tidak apa-apa!" Suaraku meninggi. "Aku ingin segera pergi dari sini," aku menarik tangan Jasper.

Aku tidak tahu, kenapa aku panik? Rasanya jantungku berdetak lebih cepat.

"Aku akan menelepon Bunda agar keluar dari ruang latihan―"

"―Nona Muda, Bunda dan para tante berencana makan siang bersama. Jadi kita bisa ikut―"

"―Tidak," aku langsung menimpali tegas. "Aku ingin segera pergi dari sini!"

Jasper berhenti. Aku juga.

Jasper menatapku intens. "Ada apa?"

Aku menggeleng. Aku ... aku hanya tidak ingin.

"Nona Muda tidak suka tempat ini?" Jasper tertawa
"Tempat ini bagus. Dulu kakak saya sengaja datang ke sini untuk menemui Mami. Dia jadi member tetap. Saya kira Nona Muda juga akan suka. Ada mawar kesukaan Nona Muda dan kucing. Semuanya untuk Nona Muda."

'Kita bertemu lagi.'

Suara itu berdengung di telingaku.

'Felicia, itu namamu kan?'

'Aku datang ke sini untuk ibuku.'

'Hahahaha. Memangnya ada yang melarang jika laki-laki ikut klub senam?'

'Kebetulan yang aneh kita bertemu lagi di sini.'

'Ini bukan seperti kencan hanya pertemuan antata anggota klub, tapi kalau kau bersedia kita bisa menonton film―hanya berdua. Kamu mau?'

'Maaf menunggu lama. Ini aku. Apa kamu tidak mengenali wajahku? Hahaha."

Aku mencengkeram tangan Jasper. Dadaku sesak sekali dan kepala ini pusing. Aku melihat Jasper. Wajah itu. Rautnya. Bibirku berucap ....

"Kamu siapa?"

Dengan berani aku menanyakan itu. Aku tidak ingin hidup dalam mimpi buruk selamanya.

-oOo-

Halo semuanya, terima kasih sudah membaca.

Yuk kita main tebak-tebakan. Yang punya tebakan soal siapa Jasper bisa komentar di sini. Hehehehe.

Apakah Jasper ini baik beneran atau ternyata jahat?

Sampai jumpa di part 13. Semoga tidak bosan ya. Aku berusaha update secepat mungkin.

Oh ya untuk clue cerita ini bisa dilihat dan dibaca di akun twitter san instagramku yah username twelveblossom.

Have a good day

繼續閱讀

You'll Also Like

143K 545 42
(khusus dewasa) Joshua dan Reinata pernah menjalin hubungan asmara, tapi semuanya kandas karena insiden mengerikan di sebuah hotel. Hingga sepuluh ta...
1.2M 93.5K 58
⚠️SEBAGIAN PART TELAH DI PRIVAT, FOLLOW TERLEBIH DAHULU UNTUK MEMBUKANYA⚠️ [Sedang dalam masa pengembangan cerita dan Revisi] "Heh kuman!" panggil se...
KENZOLIA 由 Alpanjii

神秘 / 驚悚

83K 4.6K 13
Iexglez diketuai oleh Kenzo, anggota inti menyamar menjadi siswa di SMA Rajawali untuk suatu misi. Ditengah misi itu ada Lilia, gadis yang Kenzo suka...
1.5M 79.3K 36
SELESAI (SUDAH TERBIT+part masih lengkap) "Nek saumpomo awakdewe mati, awakdewe bakal mati pas negakke keadilan. Mergo sejatine hukum kui kudu sing r...