My Mate is a Vampire Princess...

By Stevanyla

302K 21.6K 572

(Fantasy Story) -Belum direvisi- Bukan lagi rahasia umum, jika bangsa vampir dan manusia serigala itu tidak... More

Memulai (Versi Revisi)
Sejarah Singkat
I... Alpha
II... Speechless
III... I'll Be There
IV... Fragile Heart
V... Ramalan
VI... Cincin Hitam
VII... Moonlight
VIII... Reject?
IX... A Hard Day
X... Mengajak Pergi
XI... A Hope
XII... Menerima Takdir
XIII... Bagaimana ini?
XIV... Pergi Ke Mana? (Versi Revisi)
XV... Redwood Pack (Versi Revisi)
XVI... Pretend Didn't Know
XVII... Rindu
XVIII... Kerajaan Appalachia
XIX... Day By Day
XX... Unknow
XXI... Everything Will Be Ok
XXII... Mengingat Kembali
XXIII... Long Night
XXIV... I Will Do
XXV (a)... Pencarian Bukti
XXVI (b)... Pencarian Bukti?
XXVII... Cruel
XXIX (a)... Heartless
XXX (b)... Heartless
XXXI... Diambang Batas Kesabaran
XXXII... Memories (Versi Revisi)
XXXIII... Terungkap?
XXXIV... This is Time
XXXV... Now You Know
XXXVI...Not Over Yet
XXXVII... Chaos and Sword
(Special Part) Everyday, I Love You
XXXVIII... Something Right
XXXIX... Dream Come True (Versi Revisi)
XL... Blood Moon
XLI... The Winter Feel Warmer
XLII... How Could It Be?
XLIII... If You Ask, "Why?"
XLIV... Poison on Your Head
XLV... Throw Them to Hell (Versi Revisi)
Epilog

XXVIII... One Day

3.4K 309 6
By Stevanyla

Orlan menghela napas lega. Tersenyum melihat Arva yang terlihat bahagia. Adik kecilnya sekarang sudah milik orang lain. Ya, walaupun itu Leon, sahabatnya sendiri. Mendengar Leon yang lantang dan lancar dalam mengucapkan janji pernikahan, membuat jantungnya berdebar, ia tidak membayangkan dirinya suatu saat nanti juga akan melakukan hal seperti itu.

Bayangkan saja, umurnya sekarang 449 tahun. Orlan saat itu sudah pasrah, bila ia memang ditakdirkan tidak memiliki mate. Mungkin hidup sendirian lebih menyenangkan.

Namun, setelah ia bertemu dengan Noura. Presepsi hidup sendirian lebih menyenangkan itu sirna seketika. Dahulu pikiran untuk hidup bersama mate, hanyalah sekadar impian. Sekarang tidak lagi, Noura adalah masa depannya yang harus ia jaga dan lindungi.

Menikah? Sebenarnya, Orlan ingin mengajak Noura menikah. Tapi situasi tidak memungkinkan. Permasalahan yang terjadi pada bangsa werewolf dan vampire belum selesai. Sial. Kenapa permasalahan ini muncul, disaat dirinya sudah menemukan mate? Kenapa gak dari dulu?

"Alpha." Orlan tersontak, ia menoleh mendapati Dafa dan Luluna tersenyum padanya. Dua pasangan ini, selalu membuatnya jantungan, suka sekali mengejutkan dirinya.

"Apa?" ketus Orlan.

"Maaf. Lagian Alpha dari tadi melamun terus." Dafa dan Luluna mengambil tempat duduk di kursi kosong samping Orlan.

Orlan mendengus. Ya, bagaimana tidak? Semuanya bergandengan, ia sendirian. Situasi seperti ini memang sudah ia rasakan selama 449 tahun. Dan meskipun sekarang sudah bertemu mate pun, ia tidak bisa menggandeng mate-nya. Takdir hidupnya memang menyedihkan.

"Alpha." Dafa memanggil.

Orlan melirik. "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" geram Orlan.

Dafa menyengir. "Itu ... Putri Noura dan Pangeran Vander sudah datang." Dafa menunjuk ke arah pintu masuk.

Orlan menoleh. Lalu kembali mengalihkan wajahnya, lebih baik ia melihat makanan dan minuman yang ada di atas meja. Daripada melihat Noura digandeng pria lain, ya walaupun itu Pangeran Vander.

*****


Acara pernikahan dilangsungkan di Tongass Pack.

Noura dan Vander memberikan ucapan selamat pada pasangan yang baru sah menjadi suami istri beberapa menit yang lalu. Dilanjutkan dengan Noura yang ditahan oleh Arva. Dan Leon mengajak Vander mengobrol.

Jorge dan Garnet yang melihat dari kejauhan, kasihan pada anak sulung mereka yang manyun-manyun duduk di kursi, ditemani oleh Dafa dan Luluna. Mereka berdua juga ingin berbincang dengan Noura, tapi ada Pangeran Vander. Mereka takut nanti Pangeran Vander akan curiga, padahal keduanya ingin menanyakan kabar Noura yang juga kelak akan menjadi menantu mereka.

"Mulai hari ini kamu akan tinggal di sini?" Noura menerima potongan kue black forest, Arva yang membuat khusus untuk dirinya.

"Iya." Arva merapikan rambut Noura yang sedikit berantakan, tinggi mereka sama, meskipun sekarang Arva sedikit lebih tinggi karena memakai high heels. "Kita jadi sulit untuk bertemu."

Noura mengangguk, wajahnya murung.

Arva menatap Noura. "Luluna sudah setuju, jadi mulai besok dia akan ke cafe."

Noura mengembuskan napas. "Mulai besok aku akan kembali terkurung di istana." Ia mengelap tangannya dengan tisu. "Tidak apa. Aku jadi bisa lebih fokus pada kasus yang tidak kunjung menemukan titik temu ini."

Arva memandangi wajah Noura yang murung. Memang berkat bertemu dengannya, Noura tidak lagi bosan dan kesepian di dalam istana. Ya, mau bagaimana lagi, ia sudah menikah dengan Leon. "Kamu kenal dengan Luluna, bukan?" Noura mengangguk. "Datang saja."

"Untuk beberapa waktu kedepan, sepertinya tidak bisa."

"Ah, kasusnya memang semakin rumit, ya." Arva menerima gelas berisi minuman anggur dari pelayan. "Kamu jadi jarang bertemu dengan Kakakku, ya?" Arva mencolek pipi Noura.

Noura mendelik. "Jangan bicara seperti itu." Ia melirik Vander yang sedang mengobrol dengan Leon. Arva menutup mulutnya. "Aku bicara pelan. Pelan sekali." Arva terkekeh.

Noura mengembungkan pipinya.

Arva memandang sekitar. "Kamu hanya berdua dengan Pangeran Vander? Tidak ada pengawal?"

Noura mengerutkan kening. "Siapa bilang? Kami bersama pengawal, ada di depan sana." Noura menunjuk ke depan, arah pintu masuk.

Arva menaikkan alisnya. "Kenapa gak masuk?"

Noura ikut menaikkan alisnya. "Kamu yakin? Nanti tempat ini akan dipenuhi oleh pengawal istana yang kami bawa."

Arva menautkan alisnya. "Memangnya ada berapa?"

"20."

Arva menganga. "Banyak amat? Selama ini kamu selalu sendiri ke mana-mana. Sekalinya dikawal, sudah seperti bawa pasukan menuju medan perang."

Noura tertawa kecil.

➡️➡️➡️

Darren duduk di kursi kayu yang berada di taman. Taman yang biasa ia kunjungi bersama Lucia dahulu.

"Masih bersikeras?"

Darren terkejut, memelotot tajam. "Demi Dewa. Nancy, Anda selalu mengekoriku ke mana saja!"

Nancy tersenyum miring, berdiri di depan Darren. "Aku hanya khawatir, Anda akan gila. Lalu bunuh diri. Ayolah, Darren. Lupakan Lucia, dia telah tiada."

Darren kembali teringat dengan tujuan awalnya ke sini. Mencari tahu identitas asli Noura yang sebenarnya. Namun, selama 3 minggu berada di sini. Tidak ada satupun informasi dan barang bukti yang ia dapatkan. Ternyata susah sekali. Ia hanya bisa mengambil satu kesimpulan, banyak yang mengetahui identitas asli Noura dan melindunginya. Makanya sangat sulit untuk mendapatkan informasi secuil pun.

Darren menatap Nancy. Senyum seringai terbentuk diwajah tampannya. Nancy mengerutkan kening. "Oh, apa Anda menyukaiku?" Nancy mendelik. "Kakakku itu sudah tua dan aku lebih tampan darinya. Anda pasti kecewa karena selama ini perasaan Anda tak terbalas. Makanya Anda mendekatiku? Apakah begitu?"

Nancy memutar bola mata, bersidekap. "Sifat kepercayaan diri yang sangat tinggi itu, tidak pernah hilang rupanya. Dan aku tidak pernah menyukai Pangeran Vander, kalian berdua itu menyebalkan."

Darren terkekeh. "Tapi aku tampan. Pesonaku itu tidak bisa dilewatkan."

Nancy menghela napas panjang. "Terserah Anda saja. Mual aku mendengarnya."

Darren tertawa. "Sudahlah, Nancy. Tidak usah basa-basi. Apa yang ingin Anda tanyakan?"

Nancy menatap Darren lekat. "Sebenarnya, apa yang membuat Anda memutuskan untuk bergabung?"

"Kenapa Anda sangat ingin tahu? Dengan aku memutuskan bergabung, memang tidak cukup untuk membuat Anda percaya padaku?" Darren menaikkan alisnya. "Kenapa sesuatu hal harus selalu berlandaskan alasan?"

Nancy bungkam. Bukan, bukannya ia tidak percaya pada Darren. Namun, ia hanya takut dengan bergabungnya Darren. Akan membuat Darren lebih cepat mengetahui segala yang tersembunyi selama ini. Ah, kenapa ia tidak kepikiran dari kemarin, padahal ia yang membujuk Darren untuk bergabung. "Suatu keputusan pasti selalu memiliki alasan. Agar Anda tidak menyesal setelahnya."

Darren tersenyum miring. "Aku tidak pernah menyesal dengan segala keputusan yang telah kupilih. Walaupun tidak berlandaskan alasan."

➡️➡️➡️

Noura dan Vander memutuskan untuk duduk. Ternyata tamunya bukan hanya berasal dari bangsa werewolf, tapi juga dari bangsa immortal lainnya. Hanya mereka berdua yang berasal dari bangsa vampire. Tentunya ini membuat keduanya menjadi pusat perhatian. Beberapa tamu ada yang mendatangi keduanya untuk sekadar menyapa dan ada juga yang hanya tersenyum saat lewat di depan mereka.

"Pertama kalinya aku mendatangi pernikahan selain dari kaum vampire." Vander membalas tersenyum tipis pada segerombolan Elf pria.

"Aku juga." Noura meminum anggur yang tersedia di meja.

"Sudah jam 6 sore. Kapan kita akan pulang?" tanya Vander.

Noura terdiam. Lalu matanya tak sengaja melihat Orlan yang berdiri tak jauh di depannya, sedang berpelukan dengan wanita, bila dilihat dari penampilannya sepertinya shewolf?

"Sebenarnya apa yang Anda tunggu? Kenapa tidak mau pulang? Mau menginap di sini?" Vander menoleh, lagi-lagi Noura mengabaikannya, ia pun melihat ke depan penasaran dengan apa yang Noura lihat sampai matanya tak berkedip. "Siapa yang Anda lihat?"

Noura menoleh. "Apa?"

Vander menatap datar. "Engga."

Noura menyengir. "Kalau aku menginap di sini. Apa Anda akan mengizinkannya?"

"Kenapa tanya padaku? Tanya saja pada Raja Carlen."

Noura cemberut.

Dilain sisi, Orlan menahan cemburu melihat Noura dan Vander yang berbincang dan sesekali tertawa.

"Orlan, tolong singkirkan Pangeran vampire itu. Aku kesal sekali, kenapa pangeran itu akrab dengan mate kita!" Jay mulai mengoceh. Orlan memilih untuk mengabaikan wolf-nya. Biarkan yang waras mengalah.

"Orlan, kau dengar tidak?! Jika kau tidak melakukan apa pun, aku akan mengambil alih tubuhmu!" Jay kembali berkoar-koar.

Orlan menutup matanya. Kali ini Jay gak main-main. Orlan hampir lepas kendali, untuk ia bisa mengendalikan emosinya. Jangan kalah dengan Jay. Bahaya kalau Jay mengambil alih tubuhnya, lalu mendatangi Noura dan Pangeran Vander, bisa dipastikan akan terjadi kekacauan. Apalagi Noura dan Pangeran Vander membawa pengawal. Di sini pun tamunya berasal dari semua kalangan makhluk immortal.

"Alpha." Dafa menyentuh bahu Orlan. Ia menatap Luluna yang juga panik melihat Alpha-nya. "Alpha Orlan? Apakah Anda baik-baik saja?"

Orlan mendengus. Baik-baik saja bagaimana? Ia sedang menahan Jay yang terus berusaha mengambil alih tubuhnya!

Dafa merasakan tubuh Alpha-nya memanas, ia menatap Luluna. Tanda bahaya, kalau Alpha Orlan kalah, akan merepotkan bila Alpha Jay keluar disaat seperti ini. Tidak ada yang bisa mengendalikan Alpha Jay.

Dafa celingukan mencari Arva atau Leon atau Alpha Jorge atau siapapun itu yang bisa membantunya. Dafa tahu apa penyebab Alpha Jay berusaha mengambil alih tubuh Alpha Orlan. Pasti ini karena pemandangan luar biasa yang ditunjukkan Putri Noura dan Pangeran Vander. Tiba-tiba Dafa mendapatkan sebuah ide. Ia me-mindlink Luluna untuk melancarkan rencananya. Luluna mulai beraksi. Dafa melihat Winko yang sedang bengong di pojokkan, ia me-mindlink Winko meminta bantuan.

"Alpha, ikut saya." Dafa menarik tangan Alpha-nya menuju samping aula pack.

"Kenapa membawa saya kemari?" Orlan menepis tangan Dafa.

Dafa memandangi mata Alpha-nya, Orlan mengernyit melihat tingkah laku Dafa yang aneh. Dafa menghela napas lega. "Ah, saya kira Anda kalah dari Alpha Jay."

Orlan mendengkus. "Saya lebih kuat darinya."

"Sombong." Dafa mencibir.

Orlan menatap Dafa datar dan dingin. Hawa membunuh mulai Dafa rasakan dari tatapan Alpha-nya. Dafa menyengir. "Alpha, Anda di sini saja. Tunggu sebentar, saya akan kembali." Dafa berlari sekencang mungkin, meninggalkan Orlan yang melongo tidak mengerti.

"Kenapa Dafa selalu gak jelas?" Orlan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ya, lumayan ia bisa meredakan rasa cemburunya. Ia memejamkan mata sejenak. Untung ia bisa menahan Jay.

*****

"Putri Noura." Luluna berjalan mendekati Noura.

"Luluna." Noura tersenyum. Ia berdiri berhadapan dengan Luluna. "Oh, kebetulan sekali. Sebenarnya, tadi aku ingin mengajakmu jalan-jalan mengelilingi pack, tapi kau selalu bersama Dafa."

Luluna tersenyum malu. "Mari aku temani. Dafa sedang bersama Alpha." Ucapan Luluna membuat Noura melihat ke depan, benar Orlan dan Dafa tidak ada. Noura menoleh pada Vander. "Aku ingin berkeliling sebentar. Anda sendirian tidak apa-apa, 'kan?"

"Memangnya aku anak kecil." Vander berdecak. "Tidak masalah, asalkan jangan lama." Noura mengangguk dan pergi bersama Luluna.

"Pangeran Vander?" Vander mendongak, tersenyum pada Winko. "Ya, Beta Winko."

"Boleh saya duduk di sebelah Anda."

"Boleh, silakan."

Winko tersenyum. "Ke mana Putri Noura?"

"Tadi pergi dengan Luluna, mate-nya Beta Dafa?" Vander tidak yakin dengan ingatannya. Ia baru berkenalan beberapa menit yang lalu.

"Iya, benar." Winko mengangguk. "Kalau boleh, saya akan menemani Anda di sini."

Senyuman Vander merekah. "Boleh. Saya suka merasa bosan bila sendirian."

*****

Noura mengikuti ke mana saja Luluna mengajaknya pergi. Sesekali keduanya berhenti, karena beberapa tamu menyapa dan mengajak mengobrol. Noura juga sempat mengobrol sebentar dengan Jorge dan Garnet, semoga saja Vander tidak mendengar atau Raja Carlen yang sengaja menguping dari kejauhan. Karena Noura sedang mengirit tenaga.

"Dafa." Luluna memanggil Dafa yang sedang berbincang dengan Orlan.

Noura memandangi punggung dan rambut makhluk yang terlihat sedang berbincang serius dengan Dafa. Ia tahu betul, lelaki yang ada di depan Dafa itu pastilah Orlan, dilihat dari postur tubuh dan gaya rambutnya. Bila dilihat dari jas dan celananya yang berwarna hitam tidak bisa, karena pakaian Dafa juga berwarna hitam.

Dafa tersenyum dan melaimbaikan tangan. Menginstruksi Luluna agar mendekat.

"Ayo, Putri Noura." Luluna setengah menyeret Noura yang masih diam di tempat. Noura yang terkejut tangannya di tarik Luluna, hanya bisa pasrah.

Orlan mencium aroma vanila dan lavender yang menyeruak, memenuhi indera penciumannya. Ia menoleh, mendapati Luluna sedang bersama Noura. Senyum terpatri diwajah tampannya.

"Alpha, Anda harus mengapresiasi apa yang telah saya lakukan." Dafa tersenyum menggoda Orlan.

Orlan tersenyum miring. "Akan saya pertimbangkan."

Dafa tergelak. Ia tersenyum pada Noura. Noura membalas tersenyum. "Ah, tenang saja. Saya dan Luluna akan pergi, menjaga pintu agar tidak ada yang ke sini. Pangeran Vander sudah ditangani oleh Winko."

Orlan menggeleng, Beta-nya ini memang nekat sekali rupanya.

Setelah Dafa dan Luluna pergi. Orlan menatap Noura, ia terpana. Padahal tadi ia telah melihat dari kejauhan. Sekarang Noura berada di depannya, ia bisa melihat lebih jelas. Noura memakai gaun berwarna merah, wajahnya sedikit dipoles make up dan menyanggul rambutnya --biasanya selalu digerai. Oh ada lagi, Noura biasanya memakai baju lengan panjang. Eh, sekarang, Ya Tuhan, mate-nya hari ini benar-benar berbeda!

"Kenapa melihatku seperti itu?" Noura mengembungkan pipinya. "Aku aneh, ya?" Ia tersenyum jail.

"Engga, kamu cantik." Orlan jadi salah tingkah.

Noura mengerutkan keningnya, heran. Ada apa dengan Orlan? "Berarti selama ini aku jelek?"

Orlan menggeleng. "Kamu selalu cantik." Orlan mengalihkan wajah, berdeham guna menetralisir rasa gugup.

"Sudah, ah. Pembicaraan ini absurd sekali." Noura tertawa.

Orlan mengulum senyum. "Aku tidak suka kamu memakai gaun model seperti ini."

"Hah? Terus aku pakai yang model apa?"

"Ya, pokoknya jangan seperti ini. Pundak dan punggung kamu jadi terekspos." Orlan mengalihkan wajah, gak tahan melihat Noura yang terlihat sangat seksi.

"Aku nyaman memakainya." Noura tersenyum tipis. Tidak, ia berbohong. Sebenarnya ini merupakan gaya baju yang Noura --kembarannya-- sukai. Karena ia sedang berpura-pura menjadi kembarannya itu, segala hal harus disamakan, sampai ke selera baju. Ia juga risi memakai baju seperti ini, memperlihatkan sedikit badannya, terlebih lagi warnanya merah.

Orlan menaikkan alisnya. Ia bisa melihat Noura yang senyumnya seperti dipaksakan. "Bukankah kamu suka warna biru?"

Noura terkejut. "I-iya. Tapi lebih suka warna merah." Ia tergagap.

Orlan mengerutkan kening. Ia melihat Noura yang tidak nyaman memakai baju seperti ini, apalagi Noura beberapa kali terlihat memegangi pundaknya. Orlan mengelus lembut pipi Noura. Apa pun yang Noura sembunyikan, ia tidak akan mempermasalahkan hal itu. Asal tidak berdampak pada hubungan mereka kelak. "Lain kali, kalau tidak nyaman, jangan dipaksakan." Orlan melepaskan jas yang ia kenakan, lalu dipakaikan ke Noura. "Sementara pakai dulu, memangnya kamu gak kedinginan?"

Noura tercenung, menatap Orlan yang tersenyum lembut padanya. Sudut bibirnya perlahan membentuk lengkungan, pasti wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Noura pun teringat sesuatu. "Tadi aku lihat, ada wanita yang memeluk kamu. Siapa dia?"

"Hah?" Orlan melongo. Wanita? Memeluk? Orlan menggali ingatannya, mengingat kejadian beberapa jam lalu yang telah ia lewati. Orlan tersenyum miring, melihat Noura yang terlihat penasaran. "Kamu cemburu?"

Noura mendelik. "Engga. Cuma penasaran saja. Katanya kamu engga pernah pacaran dan dekat dengan wanita. Tapi tadi kamu kelihatannya akrab."

Orlan tersenyum geli. Mendengar ucapan Noura. "Dia unmate. Ya, dia memang pernah beberapa kali mengajakku menikah, tapi aku tolak." Orlan menyalipkan rambut Noura ke belakang telinga dan berbisik. "Jangan khawatir. Bagiku kamu merupakan yang pertama dan terakhir."

Noura menahan agar tidak tersenyum. Ia memasang wajah biasa saja. Walaupun ia merasakan sensasi senang luar biasa, saat mendengar perkataan Orlan.







My Mate is a Vampire Princess
***********************************
18Januari2020

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 226K 44
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...
7.6K 924 25
[MELARIKAN DIRI KE JEPANG MEMBUATKU TERLIBAT SKANDAL KENCAN DENGAN SEORANG ANGGOTA BAND TERKENAL] Dulu, sendirian terasa menyenangkan. Dan kini, sesu...
1.8K 115 4
ɞ bxb ɞ ⚠️1821+⚠️ ɞ not real ɞ mpreg ɞ adult + cringe ଓ note : tidak boleh menganggap ini bener2 terjadi di real life, hanya karangan buatan saya saj...
291K 1.7K 12
nina and papa (21+)