My Shit Neighbor!

By putripurbo

634 58 7

Saat shit lama-lama menjadi sweet. Kinan Ananta, hidupnya sudah begitu manis, kuliah di kota Bandung di Unive... More

Prolog- MSN
Meet The Guys

MSN : 1

134 13 4
By putripurbo

Anggara mengedarkan pandangannya kesegala sisi. Di depan matanya kini tampak sebuah rumah indekos yang Rean dapatkan atas suruhannya beberapa hari yang lalu. Rumah itu tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil, ada dua lantai, pagarnya cukup tinggi artinya tingkat keamanannya terjamin, di atas rumah itu ada rooftop yang ternyata bisa untuk bersantai. Yah, lumayan pikir Angga.

"Gimana?" tanya Rean. Cowok itu yakin sekali kalau Anggara akan suka.

"Lumayan."

Senyum Rean sumringah. "Punten ..." Rean langsung membuka pagar rumah itu. Dilihatnya ada pria muda yang umurnya mungkin tidak jauh berbeda dengannya datang menyapa mereka.

"Mangga." Dia Kang Juan, pengurus indekos ini. "Ini yang mau ngekost? kebetulan, tinggal satu kamar."

"Gar, tinggal satu kamar tuh," bisik Rean.

Anggara hanya manggut-manggut, kemudian ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam rumah indekos itu. Namanya juga turunan sultan, Anggara menaikkan sebelah alisnya saat melihat ruang tamu yang mungkin hanya seukuran kamar mandi di rumahnya. Lantas ia melangkah lagi, di depannya kini ada koridor yang kanan dan kirinya berjajar pintu-pintu dengan nomor 1 hingga 8.

Pemandangan yang bikin matanya terbelalak saat di depan pintu kamar itu bukan hanya ada rak sepatu, namun juga pakaian dalam wanita hingga handuk di jemuran besi. Dari sekian banyak kamar, hanya satu kamar itu yang dengan semberononya menjemur pakaian dalam di luar kamar.

34B, lumayanlah.

Anggara bergeleng cepat, menanggalkan pikiran mesumnya saat melihat bra berenda-renda putih di depannya, kemudian ia menoleh pada Rean. "Kamar yang kosong mana?"

"Kamar nomor 4," sahut Juan. "Sebelahan sama si Neng yang body-nya aduhay macam gitar spanyol," kemudian Juan berbisik, "tapi galak."

Angga menyengir, "cantik, enggak?"

Juan mengangguk cepat. "Banget!"

Angga makin penasaran, "punya pacar?"

Juan menggeleng, "enggak pernah liat bawa cowok ke sini."

"Ok, gue sewa satu kamar."

Kang Juan langsung sumringah, "sip atuh! Saya berani jamin, kosan ini menjaga privasi penghuninya." Kemudian Kang Juan membuka pintu kamar nomor 4.

Semerbak aroma pinus menusuk indra penciumannya, kentara sekali ruangan ini baru dibersihkan. Angga mengedarkan pandangannya kesegala arah, kamar yang cukup nyaman walau berada di gang sempit. Tidak mewah seperti apartemennya, namun segala yang Angga butuhkan ada di kamar itu.

Angga meletakkan backpacknya, "Re, setidaknya di samping kamar gue ini cewek, bukan batangan!"

"Eleuh ... sia teh! Kalau udah punya pacar, kumaha?"

"Ya, gue suruh putusin."

"Ganteng lo? Dakjal!"

Suara ponsel Angga berdering, ada nama adiknya di layar ponselnya. "Iya, adik Abang yang manis?"

"Abang, kata Mami mau pindah ke kosan?"

"Iya, sayang."

"Oh, Mami beli kosan buat Abang, gitu?"

Angga lantas bingung, "enggak, Abang sewa kamar."

"Sewa? Apaantu?"

Angga mendesah lelah, "sewa itu pinjam, jadi Abang bayar per bulan sama yang punya, gitu."

"Oh. Ngapain sewa? Kan Mami bisa beli."

Rean yang samar mendengar perkataan Dinar langsung menyambar ponsel Angga, "Dinar manis, di dunia ini teh enggak semuanya bisa dibeli."

"Ih. Abang Rean, main nyamber aja. Tapi, iya juga sih, enggak semua bisa dibeli. Kalau akhlak bisa dibeli Mami udah beli akhlak buat Abang Angga."

Angga hanya bisa mengurut dadanya, enggak bisa marah sama Dinar, "astaghfirullah."

"Udah ah, Dinar capek ... Abang, dadah!"

"Hm. Bye sweatheart."

Tut.

*****

"Kang Juan!" Kinan memanggil Juan saat melewati kamarnya.

"Kenapa, Neng?"

"Itu siapa?" tanya Kinan, matanya melirik ke kamar sebelahnya.

Reflek Juan ikut melirik, "siapa? yang mana? Ada dua soalnya."

"Yang itu, pokoknya. Mau ngapain dia?" Kinan enggan menyebut nama Angga.

"Yang mana atuh? Yang rambutnya belah pinggir, apa belah—"

"Yang ganteng," terang Kinan.

"Yang ganteng 'kan cuma Akang, heu."

"Bilangin Teh Ona, lho! Ih, serius itu mau ngapain mereka?"

Juan berbisik pada Kinan, "penghuni baru kamar sebelah."

Kinan melotot, "Akang, pilih Kinan atau penghuni baru itu, cepet jawab enggak usah mikir!"

Belum sempat Juan menjawab pertanyaan Kinan yang membuat wajah dia seperti orang bingung tanya alamat, sosok makhluk sekelas jin iprit itu muncul dari ambang pintu sebelah kamarnya.

"MAU NGAPAIN LO DI KOSAN GUE?" bentak Kinan.

Anggara yang lupa-lupa ingat dengan wajah itu sempat bengong persekian detik.

"HEH, JAWAB!"

Anggara masih ragu, apakah dia ... "Kinan?"

Mendengar suara cewek berteriak tepat di samping kamar Angga, Rean langsung menghampiri Angga. Dan, betapa terkejudnya ia saat melihat sosok yang sangat ia kenal. "Kinan?"

Kinan bersedekap, menatap sinis pada Angga dan Rean, "jadi elo yang ngasih tahu Gara kalau gue kost di sini? Iya?!"

Rean bingung, "hah?"

Kinan berdecak, "ck! kenapa, Gar? Lo masih belum bisa lupain gue? Sampe-sampe lo nyari tahu banget tentang gue ... dan akhirnya lo mau ngekost di samping kamar gue. Iya? Hah ... "

"Tung—" belum sempat Angga bicara, Kinan sudah memotong ucapannya lagi.

"Sori ya, Anggara Nathanael ... gue, udah punya pacar. Jadi, please ... jangan ganggu hidup gue," ucap Kinan.

Blam. Kinan langsung menutup pintu kamarnya, membuat Anggara sontak menganga. Saat ia ingin menghampiri Kinan, Rean langsung menarik tangannya. "Enggak usah diladenin. Dia cuma enggak mau ketiban sial lagi pacaran sama lo." Ungkap Rean.

"Sial apaan anjir! Pacaran sama orang ganteng kok sial?" ungkap Anggara kesal.

Rean menghela napas, ia memilih untuk tidak meladeni Anggara. Rean kini berjalan keluar mencari udara segar, ah— bukan, lebih tepatnya Rean ingin membakar rokoknya. Lalu, bagaimana dengan Anggara?

"I want you, Kinan."

*****

Kinan benar-benar tidak percaya kalau Anggara sekarang berada di samping kamarnya. Mati-matian ia menghindar dari sosok cowok titisan dakjal itu, mulai dari makan malam perusahaan tempat Ayahnya bekerja— hingga tempat hiburan malam di Bandung yang Kinan yakini tempat Anggara mencari mangsa.

Padahal, Kinan tuh pengen banget ngerasain dugem, ajeb-ajeb dibawah lampu diskotik terus masuk insta story— life goal's Kinan banget. Demi menghindari sosok bernama Anggara Natanael, Kinan rela menjadi anak kosan dengan budi pekerti yang baik.

"Teh? Yakin segini banyak?"

Kinan tersadar dari lamunannya, ia tak sadar tangannya terus mengambil cadburry dari etalase kasir. "Enggak A, satu aja. Hehe."

"Kunaon Teh? terlihat lagi banyak masalah," ungkap kasir itu sambil menghitung jumlah belanjaan Kinan.

Kinan bergeleng cepat, "hng? enggak apa-apa. Berapa totalnya?"

"Seratus tujuh puluh delapan, Teh."

Kinan memeriksa kantung hoodienya, mencari keberadaan dompetnya. Kinan langsung panik, saat ia ingat kalau dompetnya masih tertinggal di kosan.

"Aduh, pake ketinggalan lagi," gumamnya, "A, nanti saya balik lagi, ya. Dompet saya ketinggalan."

Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tangan Kinan. Pria bertubuh tinggi, memakai t-shirt polos hitam dan celana hitam yang warnanya sudah lumayan pudar.

"Maafin pacar gue, dia suka lupa ... maklum, baru ngisi dua bulan." Ungkap pria itu. "Nih, gue yang bayar. Kamu ... enggak sekalian beli prenagen? Kamu harus jaga baik-baik bayi kita, lho."

Kinan langsung melotot saat melihat jelas wajah pria yang sedang memegang erat lengannya. "GARA?!"

"Ssttt!" Anggara membungkam bibir Kinan dengan jari telunjuknya.

Kinan semakin kesal, ia menepis tangan Anggara. "Gila lo, ya?!"

Malas meladeni kegilaan Anggara, Kinan langsung mengambil belanjaannya kemudian dengan wajah kesalnya Kinan berjalan cepat menjauh dari Anggara.

"Jaga tuh mata, kalau sange sewa lonte!" ucap Anggara pada kasir minimarket itu. "Kalau gue tahu lo ngeliatin lagi tete cewek itu, gue abisin lo!"

Wajah kasir itu seketika memerah, "i-iya A, maaf."

*****

Kinan bergedik geli mengingat tingkah Anggara di minimarket tadi. Apalagi membayangkan dirinya hamil anak Anggara— sungguh, kalau saja membunuh itu enggak dosa, sudah pasti Anggara hanya tinggal nama.

"Hih! Sialan banget tuh orang, turunin kredibilitas gue sebagai ambasador jamu rapet wangi. Jelas-jelas gue masih perawan, tuh orang seenak congornya aja ngomongin gue lagi ngisi! Ngisi apaan gue? Isi lemak iya juga." Umpat Kinan sepanjang jalan menuju kosannya.

Kinan menyipitkan matanya, melihat lampu mobil yang menyorot kearahnya. Semakin Kinan mendekat, perasaan Kinan semakin tidak enak. Ya, jarang-jarang mobil alphard nangkring di depan gerbang kosannya.

"Waduh, ada si tante Amerika. Gawat, dia udah tahu Gara tinggal di sini. Gue mesti cari jalan lain nih, kalau enggak, tuh Emaknya Gara geblek pasti nyuruh gue yang enggak-enggak. Jangan sampe dia tahu gue nge-kost di sini." Kata Kinan sambil berpikir lewat jalan mana agar bisa terhindar dari Ibu-nya Anggara.

Namun, Kinan berpikir ulang, "eh, tapi ... gue kabur pun, si kampret itu pasti cerita sama emaknya. Percuma dong gue ngehindar, toh, ujung-ujungnya pasti mereka tahu. Ok, Kinan, lo harus bisa menolak apa pun perintah dari Tante America."

Lalu, Kinan melangkah mantap menuju gerbang kosannya. Biarlah Ibu-nya Anggara nanti mengenali Kinan, ia tidak peduli. Kinan hanya perlu menyiapkan bathin untuk menghadapi segala macam tingkah aneh keluarga konglomerat itu.

"Kak Kinan?!" suara perempuan memanggil Kinan dan berlarian kecil menghampiri Kinan. "Kak Kinan, 'kan? Mami!"

Kinan lupa, benar-benar lupa wajah gadis yang menghampirinya ini. Ia melirik ke arah mobil itu, muncullah dari dalam mobil— wanita paruh baya berpakaian sangat modis, warna senada, yang membikin Kinan yakin itu adalah Ibunya Anggara— mungkin hanya dia satu-satunya manusia di dunia ini yang memakai kaca mata hitam saat malam hari.

"Enggak salah lagi. Tante America." Gumamnya pelan, "berarti ... ini cewek, adeknya si kampret itu. Hmm. Lengkap sudah penderitaan gue. Awas lo, ya, Rean!"

"Saha itu, teh? Ah ... Mami inget, ini ... Kinan?! Ya ampun ... meuni geulis pisan, haduh ... serius! Apalagi lihatnya pakai kacamata hitam, hahaha ... becanda atuh! Kinan teh ngapain ke sini?"

Benar 'kan? Kinan tidak pernah salah menilai orang.

"Hehe. Baik, Ibu Direjo. Ibu sendiri ngapain ada di depan gerbang kosan saya?" Kinan tersenyum ramah, walau hatinya udah gedek setengah mati.

"Heh? Kosan kamu?" Maminya Anggara bingung, "salah tempat kali Mami, ya? Masa Angga tinggal di kosan cewek?"

Ada seseorang yang membuka gerbang kosan itu, gerbang tinggi berwarna hitam yang sudah sedikit berkarat. Muncullah dari dalam sana, sosok wanita yang paling disegani di kosan itu— Maretta Daviona, Teh Ona penghuni kost itu memanggilnya.

"Cari siapa?" tanya Ona.

"Ini Teh, Ibunya penghuni kamar nomor 4," jawab Kinan santai sambil melewati gerbang itu.

"Oh ... masuk." Ona mempersilahkan Maminya Anggara dan Dinar masuk.

"Kinan ... jadi, kamu satu kosan sama Anggara?" tanya Ibu Direjo sambil berjalan cepat menghampiri Kinan.

Kinan hanya mengangguk.

"Bagus atuh, Mami jadi lega kalau ada kamu, hehe."

"Dia sih lega— nih jantung gue udah mau putus aja rasanya!" ungkap Kinan dalam hatinya.

"Kak Kinan, kamar Kak Gara di mana?" tanya Dinar.

Kemudian Kinan berhenti di depan pintu kamarnya, "di sebelah, kamarnya Anggara."

"Wih! Mam, sebelahan dong kamarnya! Asik ... aku bisa nginep di sini dong, tidurnya sama Kak Kinan, hehe." Kata Dinar penuh semangat nan berapi-api.

"Mohon maaf, kosan ini dilarang keras membawa tamu untuk menginap." Sahut Ona.

"Kenapa enggak boleh? Ini mah bukan tamu atuh, Dinar teh adiknya Anggara!" jawab Maminya Anggara.

"Ibu ... maaf, sudah peraturannya seperti itu."

Maminya Anggara mulai kesal, "ya sudah atuh! Kita sewa kamar di sini, kalau perlu kita beli sekalian kosan ini!"

Ona tersenyum penuh kemenangan, rencananya berhasil, lumayan 'kan menyewakan kamar lain? "kalau mau sewa, kita masih ada kamar kosong di lantai dua. Mari ... saya antar."

Sedangkan Maminya Anggara semakin dirundung kesal. "Sok, tunjukin sok ... kita sewa, kalau perlu setahun, kita sewa setahun!"

Dinar malah tidak enak hati dengan Kinan dan pemilk kosan, karena tingkah Ibunya yang sangat anti dianggap remeh orang lain.

"Aduh, Kak Kinan ... maafin Mami ya, harap maklum, ya."

Kalau dipikir-pikir, Dinar ini anaknya baik dan selalu bisa menghargai orang lain, beda banget sama Kakaknya Anggara— semau-mau, kasar, egois, bego pula. Enggak ada salah dari Dinar, kecuali punya kakak macam Anggara.

"Iya, kalau kamu bosan bisa ke kamar Kak Kinan, ya." Entahlah, Kinan tidak bisa cuek dengan Dinar. Apalagi, Kinan sedikit tahu, bahwa keadaan Dinar tidak sedang baik-baik saja.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

7M 48.2K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
1.9M 61.3K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
610K 5K 25
GUYSSS VOTE DONGG 😭😭😭 cerita ini versi cool boy yang panjang ya guysss Be wise lapak 21+ Gavin Wijaya adalah seseorang yang sangat tertutup, ora...
446K 10.7K 61
bagaimana kalau hidup kamu yang awal nya bahagia dengan pekerjaan itu, malahan menjadi petaka untuk kamu sendiri. Pernikahan paksa akibat sebuah jeba...