New World [REVISI]

By Fajari0305

102K 8.4K 319

Sequel Ventiones Academy **** Sebenarnya tidak ada yang aneh di hidupku. Hidupku berjalan seperti remaja usia... More

Pengumuman
Prolog
1. Perisai?
2. Lelaki Sialan
3. Monster Es?
4. Bisikan?
5. Siapa Yang Datang?
6. Penentuan Kelas
7. Kelas Macam Apa Ini?
8. Perubahan Apa Lagi?
10. Kebahagiaan Bersama
11. Rambut Palsu?
12. Mengendalikan
13. Perpustakaan
14. Kilasan Masa Lalu?
15. Tidak Ada Perubahan Lagi?
16. Magnet
17. Bintang Aquarius
18. Bule Kesasar
19. Suka?
20. Frustasi
21. Bakat
22. Benda Kecil
23. Belajar
24. Di Mana?
25. Perpisahan
26. Monster Jelek
27. Siapa Mereka?
28. Mimpi Buruk
29. Sekarat?
30. Kaki Tangan
31. Terjatuh
Epilog

9. Perubahan Selanjutnya

2.7K 258 5
By Fajari0305

"Fia? Kamu pake softlens?" tanya Elma.

Ingin sekali aku mengatakan, "Ini bukan softlens!  Ini mata asli gue! Dan tadi gue ketemu babu setia gue yang ngubah mata gue jadi gini pas di toilet!"

Jelas sekali mereka tidak akan mempercayainya.

"Iya, tadi gue pake pas di toilet," jawabku bohong.

"Softlens-nya bagus, Fia," puji Nasiwa, gadis yang sangat manis menurutku.

"Masa? Gue nggak keliatan aneh pas pake ini?"

"Enggak, tuh," jawab Alaisya.

"Malah tambah unik, tau," tambah Elma disertai anggukan kepala yang lain.

"Oke, baiklah."

Aku beruntung sekali mereka tidak mengira ini mata asliku. Kalau sampai mereka berpikir begitu, mungkin saat ini juga aku akan dikirim ke luar negeri untuk menjadi bahan penelitian.

"Kita-kita nggak tau lo mau makan apa, jadi ya kita pesenin aja bakso, biar samaan. Gapapa, kan?" tanya Cwansya.

Aku mengangkat bahu. "Selagi nggak ada racunnya, gue makan, kok."

Aku pun duduk di samping Elma kemudian mencicipi baks—

"BAKPIA!"

Mampus!

Rasanya aku ingin tenggelam saat ini juga. Pasti dia marah karena aku tidak menjemputnya tadi. Oke, sekarang di mana aku harus tenggelam?

Aku langsung berdiri tegak dan bersembunyi di kolong meja.

"Eh, tutupin gue, dong cepetan!"

Teman-temanku dengan baik hatinya langsung menutupiku agar tak kelihatan. Untung mereka memakai rok yang panjang, jadi nggak perlu khawatir hal-hal aneh juga.

Di kolong meja sini, mulutku terus berkomat-kamit seperti mengucapkan sebuah mantra yang berharap Teman Musuhku itu segera pergi dari sini.

"Ada apaan, sih Fia?" tanya Cinta.

Aku menempelkan jari telunjuk di bibirku. "Syutt ... diem dulu."

Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk bahuku dari belakang. Seketika tubuhku saat itu juga langsung menegang. Ya Tuhan, semoga bukan Teman Musuhku.

Ketika aku menoleh, wajah Folandio sudah berada sekitar lima senti dariku. Refleks, aku langsung mendorong mukanya dengan tanganku dan aku yang memundurkan kepalaku sendiri. Alhasil, kepalanya dan kepalaku sama-sama membentur meja.

"Aduh ...," rintih kami bersamaan

"Eh, bego! Lo ngapain di sini, tolol?!" tanyaku padanya sepelan mungkin.

"Lah, lo sendiri ngapain di sini?" tanyanya balik.

Tolol emang.

"Oh gue tau. Lo pasti lagi bersembunyi dari orang yang manggil lo 'Bakpia' itu, kan?" tebak Folandio.

"Diem lo, anjir! Jangan keras-keras suaranya!"

Folandio memutar bola matanya dengan malas. "Iya iya, nih gue diem."

Tapi setelah itu kepalanya langsung keluar dari meja. Aku berpikir dia akan keluar dari sini, nyatanya itu di luar dugaanku.

"HEI TEMENNYA BAKPIA, NIH BAKPIANYA ADA DI SINI. LAGI MAU MAIN PETAK UMPET— MPPHHH"

Buru-buru aku langsung menarik kepalanya dan menutup mulutnya dengan kedua tanganku. Mungkin kepalanya Folandio kembali membentur meja. Tapi ya mau bagaimana lagi? Suruh siapa tadi dia berteriak seperti itu, heh?

"Bangsat lo! Diem, anjing!" bisikku tepat di telinganya.

"Emmphhh!"

Duh, kasian juga sih liatnya kayak gini. Kayak nggak bisa ngomong gitu.

"Lo mau diem, nggak kalo gue lepasin?"

Dia langsung mengangguk dengan semangat. Aku pun langsung menarik kembali tanganku. Kulihat dia langsung menghirup nafas sebanyak-banyaknya.

Alay banget, sumpah. Cuma ditutup bentar doang langsung rakus banget sama oksigen. Padahal oksigen banyak di mana-mana. Nggak perlu serakus itu juga, kali.

"Anjir, lo Fia! Gue hampir mati tau, nggak?" gerutunya.

"Suruh siapa teriak, hah?! Lagian juga yang gue tutup mulut lo, bukan hidung!"

"Katanya Bakpia ada di sini? Emang bener?"

Mampus lo!

"Ini gara-gara lo, setan! Awas kalo gue ketauan, lo nggak bakal selamat!" bisikku sepelan mungkin pada Folandio.

Sedangkan dia dengan polosnya terkekeh pelan. Setan emang.

Tanpa kusadari, aku meremas tangan Folandio terlalu kencang, dan itu mampu membuat dia merintih kesakitan.

Aku benar-benar sangat berterima kasih padanya, karena setelah itu Teman Musuhku langsung melihat ke kolong meja, dan menemukanku yang sedang bersama setan sialan ini.

"Lo nggak pinter ngumpet, Bakpia. Cepet keluar!"

Aku mendelik tajam pada Folandio. Kemudian mengeluarkan jari tengahku padanya. Sedangkan dia hanya tertawa dengan keras sambil melakukan 'kiss bye'   padaku.

Sialan!

"Lo tau kesalahan lo pagi ini?" tanya Teman Musuhku dengan tangan melipat di dada.

Aku mencibir. "Iya! Tapi, kan lo bisa berangkat sama Kakak Laknat gue, kan?"

"Iya, sih. Dia emang nganterin gue tadi pagi."

Nah kan!

KALO GITU, KENAPA SEKARANG LO MARAH SAMA GUE?!

"Tapi gue nggak bebas, njir. Canggung banger waktu di mobil tadi," keluhnya.

Bodoamat, sumpah. Nggak denger.

"Hahaha! Ini yang cocok untuk anak beasiswa kayak lo tau, nggak?!"

Aku langsung mendelik ke asal suara tersebut.

Terlihatlah kakak kelas dengan dandanan yang benar-benar mirip sekali seperti cabe-cabean sedang membanjur gadis berkacamata itu dengan air ... hah? Air apa itu?

Air yang berada di kemasan seperti Aqua Gelas dan berwarna hitam. Air apa itu?

"Gue harap itu bukan air selokan," ucap Elma tiba-tiba.

Hah?

Jadi sistem pembullyan masih berlaku di sekolah elit seperti ini?

Air itu pun akhirnya jatuh tepat dari atas kepala gadis tersebut hingga ke bajunya. Kini, gadis itu hanya menunduk sambil menangis. Sedangkan kakak kelas itu dengan asyiknya tertawa dengan kencang.

Gadis itu benar-benar terlihat sangat mengenaskan. Seragamnya yang basah karena air tadi, rok panjangnya yang sobek dan kujamin pasti kakinya lecet, serta pipinya yang berdarah. Kuyakin dia habis ditampar.

"Ini balasan yang cocok buat anak beasiswa kayak lo!"

Nggak bisa dibiarin.

Aku melangkah ke arah mereka dan dengan cepat langsung menampar pipi kakak kelas itu. Tapi sepertinya tamparanku terlalu keras padanya, karena darahnya benar-benar mengalir sangat deras sekali.

Namun menurutku, sepertinya bukan tamparanku yang keras. Tapi memang darah kakak kelas itu saja yang sangat cair, jadi terlihat mengalir dengan deras.

"Ini buat luka di pipinya," ucapku.

Lalu aku menendang lututnya dengan keras, kemudian terdengar bunyi dentum yang sangat keras bersamaan dengan dia yang langsung terjatuh begitu saja di lantai

"Ini buat roknya yang sobek dan kakinya yang terluka."

Kemudian aku mengambil dengan asal gelas di meja yang berada di sampingku dan langsung membanjurnya dengan gelas berisi susu coklat ini.

"Dan yang terakhir, untuk air selokannya."

Praang ....

Aku langsung membanting gelasnya. Kakak kelas ini terlihat terkejut sekaligus sedikit takut ketika aku membanting gelasnya dengan kencang.

Aku berjongkok di hadapannya. "Jika saja membunuh orang itu tidak dihukum, gue pasti akan melakukannya saat ini juga."

Aku langsung berdiri kembali lalu membalikkan badan. Memperhatikan gadis yang dibully oleh kakak kelas ini.

"Bibi kantin yang merasa gelasnya gue pecahin, tolong buatkan lagi susu coklat yang tadi. Lalu, untuk pemilik susu coklat tadi, maaf gelasnya gue pecahin. Tapi udah dipesenin lagi, kok. Entar gue yang bayar. Sekalian bayar gelas bibi yang tadi gue pecahin juga," ucapku sambil berjongkok kembali dan membersihkan pecahan kacanya.

Ketika sudah selesai membersihkan kaca, entah kenapa aku merasa ada yang mau menyerangku dari belakang.

"BAKPIA!"

Aku langsung menoleh ke belakang dan mencekal lengannya. Sepertinya ini refleks yang bagus sekali, hahaha.

"Lo nggak tau gue siapa, hah?! Gue bisa aja bikin lo dikeluarin dari sekolah ini!" bentak kakak kelas ini.

"Oh ya? Apa karena lo anak pemilik sekolah ini, begitu? Silakan saja," ucapku dengan tenang padanya sambil terus mencekal pergelangan tangannya kuat-kuat dan itu membuatnya meringis kesakitan.

"Tapi, gue yakin setelah gue dikeluarin dari sini, sekolah ini bisa aja langsung ditutup besoknya. Kenapa? Karena lo nggak tau siapa gue sebenarnya," lanjutku dengan nada mengancam dan berbisik di bagian akhir kalimat.

Entah dari mana, aku merasa ada sesuatu yang bergejolak dalam tubuhku. Sesuatu itu terus saja memberontak ingin keluar dari tubuhku. Firasatku seolah mengatakan bahwa, jangan membiarkan sesuatu itu keluar begitu saja.

Jadi aku berusaha menahannya sekuat tenaga dengan memejamkan mataku. Mungkin sekarang aku terlihat seperti menahan rasa sakit. Tapi tak apa, setidaknya aku akan mencoba menghentikan sesuatu—yang aku tidak tahu apa jenisnya—yang ingin keluar dari tubuhku ini.

Ketika aku membuka mataku, tanganku yang mencekal kakak kelas ini langsung memerah seperti sedang kepanasan.

"Aduh anjir panas!" rintih kakak kelas itu.

Buru-buru aku langsung menarik kembali tanganku. Kemudian memperhatikan kedua tanganku. Keduanya benar-benar terlihat sangat merah, seperti sesang kepanasan. Tapi herannya, aku sungguh tak merasa panas sama sekali.

Justru ... kakak kelas ini yang merasakannya. Aku langsung melihat ke arah pergelangan tangan kakak kelas itu. Benar saja, kulitnya benar-benar terlihat seperti melepuh kepanasan.

Jadi ... apa ini?

Apa yang telah kulakukan?

Aku buru-buru langsung berbalik badan dan berlari menuju toilet.

Apa ini?

Apa yang telah terjadi padaku?

Kenapa aku melakukan itu?!

Tiba-tiba sesuatu itu kembali memberontak ingin keluar dari tubuhku. Aku kembali menutup mataku, berusaha sekuat tenaga untuk menahannya agar tidak keluar. Membiarkan keringat dingin melapisi seluruh wajahku.

"Bukan begitu caranya, Asha."

Refleks langsung membuka mataku. Melihat sekeliling yang ternyata memang tidak ada siapapun di sini kecuali aku dan bayanganku di depan cermin ini.

"Caranya, kau harus tenang. Bukan menahan seperti orang sedang mengejan begitu."

Hah? Mengejan?

"Orang yang menahan dan sedang buang air besar. Itulah namanya mengejan. Atau seorang ibu yang sedang melahirkan."

Jadi itu namanya mengejan? Aku baru tau.

Ngomong-ngomong, tenang bagaimana?! Aku hampir saja mencelakai temanku, tadi!

Ya meskipun kakak kelas itu jahat, aku tau dia sebenarnya baik. Hanya saja kakak kelas itu terlihat jahat karena dia kesepian. Tau, kan kalimat, 'orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti'? Hampir mirip begitulah gambaran kakak kelas tadi.

"Tarik nafas dalam-dalam lalu buang."

Aku melakukan setiap intruksi yang diberikan oleh bisikan setan ini. Aku tidak tahu ini akan membawaku ke jalan yang benar atau buruk. Yang pasti, aku merasa tidak ada yang bisa menolongku selain bisikan setan ini.

"Bagaimana? Sudah baikan?"

Benar saja.

Rasanya seperti sihir. Kini, sesuatu itu sudah tidak memberontak lagi. Huaaa ... aku senang sekali. Terima kasih bisikan setan. Ini pertama kalinya aku merasa beruntung karena telah dibisiki oleh setan sepertimu.

"Satu hal yang perlu kau tahu, Asha. Aku bukan setan."

Lalu apa?

Makhluk halus?

Logikanya, mana ada manusia yang berbisik di telinga orang tanpa ada di sampingnya. Kalaupun tak ada, pasti namanya bisikan setan.

"Suatu saat nanti, aku akan muncul di hadapanmu."

Entah kenapa, jantungku berdebar-debar begitu cepat saat ini.

Ada apa ini?

Apa yang terjadi pada jantungku?

Apa aku punya penyakit jantung?

Tapi aku tak memilikinya. Kalau bukan penyakit jantung, lalu apa? Kenapa rasanya jatungku seperti habis dipake untuk lari marathon begini?


****


Holaa gaesss ....

Maaf ya updatenya telat. Kemarin aku pulkam. Jadi aku bener-bener murni nggak nulis apa², soalnya aku nggak dibolehin sering² masih hape.

Alhasil, jadinya gini, deh.

Btw, mohon makhlumi banyak umpatan kasar di sini, soalnya sifat Allysha sekarang jauh lebih bar-bar daripada yang dulu. Jadi ya dia sering mengumpat kasar.

Sekali lagi, mohon maaf dan sebaiknya jangan ditiru, ya.

See you all😄

Continue Reading

You'll Also Like

8.5M 1M 56
Resa Maundya Putri, gadis yang tewas usai terjatuh dari wahana rollercoaster, bukannya berakhir ke akhirat jiwa nya malah bertransmigrasi ke tubuh to...
Ken & Cat (END) By ...

Historical Fiction

7.8M 793K 53
Catrionna Arches dipaksa menikah dengan jenderal militer kerajaan, Kenard Gilson. Perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh kedua ayah mereka...
15.1M 1.9M 71
[ π™‹π™šπ™§π™žπ™£π™œπ™–π™©π™–π™£! π˜Ύπ™šπ™§π™žπ™©π™– π™¨π™šπ™¨π™–π™©! ] . Amanda Eudora adalah gadis yang di cintai oleh Pangeran Argus Estefan dari kerajaan Eartland. Me...