Serendipity

Bởi DililaDenata_

136 15 6

Dalam hidup ini, selalu ada hal menarik yang terselip di setiap kisah kita. Akan selalu ada orang-orang yang... Xem Thêm

01. Ini Kisahku
03. Berbelanja
04. Hari Jadi Pernikahan
05. Gosip

02. Ekstrakulikuler

28 3 3
Bởi DililaDenata_

02.

Ekstrakulikuler.

》ACTION!《

Sedaritadi tatapanku tak kunjung beralih dari secarik kertas yang berisi deretan daftar ekstrakulikuler di SMA. Mengusap-usapkan ujung pena pada pucuk kepalaku, aku memberenggut kesal. Banyaknya ekstrakulikuler yang ada membuatku terjatuh pada beberapa opsi. Astronomi, melukis, sastra, dan drum band. Selain itu, aku juga memiliki keinginan untuk bergabung dengan organisasi jurnalistik.

Drrtt! Drrtt!

Vibrasi yang berkali-kali datang dari ponselku membuatku mengesampingkan hal yang membuatku bimbang itu. Akhirnya, aku meletakkan kertas ekstrakulikuler itu di atas nakas, lalu merebahkan diri di atas kasur seraya bermain ponsel, membuka aplikasi BBM yang sedang maraknya saat itu.

Ada satu undangan berteman. Tanpa pikir panjang aku langsung menerimanya, meski awalnya aku sedikit curiga dengan akun bernama Bambang Subambang itu yang menggunakan gambar Patrick Star sebagai foto profil.

Tapi, aku masa bodoh saja dengan si Bambang itu. Tidak ada gunanya memikirkan orang yang sama sekali tidak kita kenal.

Tatapanku kini beralih pada ruang obrolanku dengan Nabila. Daritadi cewek itu terus mengirimiku pesan. Bahkan, sekarang di bawah namanya terlihat tulisan mengetik. Kuputuskan untuk tidak membalas pesannya terlebih dulu, menunggunya selesai mengirim pesan beruntun.

Nabila
Oi

Nabila
NYA!

Nabila
LO HARUS TAU INI!

Nabila
LO JOIN SILAT SAMA GUE. GMW TW.

Nabila
ADA BERITA BARUUUUU

Zevanya
Paan? Ogah gue masuk ekskul silat. Yang ada gue bonyok duluan sebelum mulai.

Nabila
Alah, bonyok di awal doang.
Nanti juga lo pasti bisa menangin beberapa kejuaraan ngalahin gue.

Zevanya
G.

Nabila
Ayolah, gue punya gosip anget ni:(

Zevanya
Yodah, buru cerita. Mumpung gue lagi haus ngeghibah.

Nabila
G. Gabung silat dulu makanya.

Zevanya
G.

Aku menatap profil akun Nabila dengan terheran-heran. Kenapa cewek itu tiba-tiba memaksaku untuk bergabung dengan ekstrakulikuler silat? Bahkan, dia tahu meskipun aku barbar, aku tidak menguasai sedikitpun ilmu bela diri. Paling cuma tamparan dan cubitan.

Lagipula, aku juga mager. Olahraga membuatku banyak kehilangan energi untuk rebahan.

Drrtt!

Ah, ada pesan baru. Aku mengernyitkan dahi. Dari si Bambang tadi. Ada apa, ya?

Bambang Subambang
Ini siapa?

Hah?

Aku mengerjapkan kedua mataku cengo. Bukankah dia duluan yang meng-invite-ku? Harusnya aku yang tanya, dong. Kok jadi dia?

Drrtt!

Dia mengirim pesan lagi!

Bambang Subambang
Ini Sponjibobu?

Zevanya
Spongebob? Maksudnya?
Lo siapa, sih?

Tidak ada jawaban.

Beberapa menit berlalu, tetap sama. Tidak ada jawaban dari si Bambang nggak jelas itu. Padahal kulihat dia berulang kali membuat status di beranda.

Aku mendengkus gusar, bosan. Tidak ada chat baru yang masuk. BBM-ku hanya dipenuhi oleh bacotan-bacotan tidak jelas teman-temanku di grup kelas. Aku hanya membaca ratusan pesan di grup itu, tidak ada minat untuk ikut bergabung meramaikan.

"Ah, bosen! Nggak ada yang mau chat gue apa, ya?"

Drrtt!

Ponselku kembali bervibrasi. Satu notifikasi pesan masuk. Balasan dari Bambang.

Bambang Subambang
Foto profil sama display name lo Spongebob. Gimana gue nggak ngira kalau lo Spongebob?

Membaca balasannya, aku segera keluar dari ruang obrolan dengan Bambang, langsung memeriksa profilku. Aku meneguk ludah. Dia benar. Foto profil serta tampilan namaku menggunakan makhluk kuning kotak itu. Sudah berapa lama aku tidak menggantinya? Aku bahkan tidak akan menyadarinya jika Bambang tidak berkata demikian.

Aku menekan foto profilku, menggantinya dengan foto yang baru. Kulihat satu per satu fotoku yang tersimpan di galeri. Jelek semua. Tidak ada fotoku seorang diri, semuanya fotoku bersama orang lain. Yah, aku memang tidak suka berfoto kecuali ada yang mengajakku.

Gerakan jariku terhenti ketika sebuah foto lama terlintas. Di foto itu, aku tersenyum lebar di tengah dua orang sahabat lamaku selama mengenyam bangku SD. Kami bertiga saling merangkul seraya tersenyum bahagia seakan-akan kami akan selalu bersama, takkan terpisahkan.

Aku memutuskan untuk menggunakan foto itu. Hitung-hitung sebagai obat untuk mengatasi rindu dengan mereka. Ah, aku jadi ingin bertemu lagi dengan mereka. Sayangnya, kami hanya bisa bersemuka ketika liburan.

Drrtt! Drrtt!

Dua notifikasi sekaligus. Kali ini tidak hanya dari Bambang, tapi rupanya Nabila ikut berkomentar setelah aku mengganti foto profil.

Nabila
EA GANTI PP! GUE KIRA LO NGGAK ADA GAMBAR SELAIN WAJAHNYA SPONGEBOB WKWKW.

Lihat? Saking lamanya aku menggunakan foto profil Spongebob, Nabila yang tidak peduli dengan foto profil orang lain bahkan berkomentar.

Zevanya
Ada yang ngatain gue Spongebob, Bil:(

Nabila
Ya, elo sih, PP Spongebob mulu berapa abad dah nggak ganti. Emang siapa yang ngatain?

Zevanya
Bambang.

Nabila
HEH, KOK LO MALAH NGEJEK BOKAP GUE?

Zevanya
JANGAN-JANGAN YANG CHAT GUE ITU BOKAP LO, BIL. WADUH.

Nabila
Plis, ya, Nya:( bokap gue mana sudi chat sama lo. Liat muka lo aja sepet.

Zevanya
Bgsd.

Lama menunggu, tak ada balasan dari Nabila. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka pesan dari Bambang. Jahat memang, menjadikan Bambang sebagai pelampiasan rasa bosan.

Bambang Subambang
Wah, ternyata adek kelas yang bolos MOS.

Sontak saja kedua mataku membola. Jadi, Bambang adalah cowok yang seminggu lalu
membuat seisi kelas heboh hanya karena mengantarku ke kelas?

Tapi ... bagaimana caranya dia bisa mendapatkan pin BBM-ku? Aku bahkan tidak pernah menyebarkan ataupun meminta dipromosikan dengan siapapun.

Zevanya
Kak Reygan?

Bambang Subambang
Yo. Ternyata lo tau siapa gue, jadi nggak perlu repot kenalan lagi. Mager, nguras tenaga doang. Ye nggak?

Zevanya
Dapat pin gue dari mana?

Bambang Subambang
Apa sih yang nggak bisa gue dapat?

Zevanya
Hati doi?

Setelah mengetahui bahwa ternyata Bambang adalah Kak Reygan, aku segera me-rename nama tampilannya di ponselku.

Lumayan, dapat teman cowok ganteng pengusir bosan baru. Meskipun sedikit gesrek, setidaknya bisa sedikit membuat kebosananku melenyap.

***

Hari Senin adalah hari yang membuat seluruh siswa di sekolahku malasnya minta ampun. Terutama di kelas X IPS 1. Bagaimana tidak malas? Seluruh mata pelajaran di hari Senin membuat otak kami menguap.

Bayangkan. Setelah upacara di bawah teriknya sang surya, pelajarannya adalah matematika. Sudah fisik lelah kepanasan, pikiran pun tak kalah panas. Selain itu, ada fisika--mata pelajaran lintas minat jurusan IPS--disusul ekonomi kemudian. Hanya ada satu pelajaran yang santai, yaitu sejarah.

Satu hari penuh dengan hitungan. Otakku terkelupas.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 15.25. Itu artinya, 5 menit lagi instrumental lagu Gambang Semarang yang menjadi bel di sekolahku akan mengalun merdu. Mengakhiri hari yang melelahkan ini.

Akan tetapi, ada beberapa siswa yang tidak bisa ikut berbahagia menyambut bel pulang karena beberapa alasan. Begitu juga dengan aku dan Nabila. Ekstrakulikuler silat hari ini sudah mulai berjalan sehingga Nabila mau tak mau juga harus latihan silat, sementara aku harus mengikuti kumpul perdana anggota FOSMA, organisasi sekolah yang bergerak di bidang jurnalistik.

"Jangan lupa, tugasnya dikumpulin lusa!"  Bu Dina, guru ekonomi, mengingatkan setelah instrumen Gambang Semarang mengalun.

Tanpa mengindahkan ucapan Bu Dina, kami langsung beranjak dari bangku masing-masing, lalu keluar kelas setelah mencium punggung tangan Bu Dina.

Begitu tiba di ambang pintu, seseorang menarik pergelangan tanganku, membuatku sedikit tersandung karena terkejut. Jika orang itu tidak menahanku, sudah pasti aku terjungkal karena tersandung sepatu sendiri. Mendongak, aku menatap sosok itu. "Rome!" seruku, "Kenapa, sih, pakai narik-narik segala?"

"Lo yang minta buat bareng gue ke ruang jurnalistik."

"Kenapa nggak keluar bareng aja sekalian, sih? Dikira tangan lo itu sekecil tangan kucing apa? Segede gajah gitu!"

"Diem."

Aku mendengkus gusar, kesal dengan sikap Romeo yang cuek dan dingin itu. Irisku tertuju pada tangan kekar yang menarikku, kemudian kembali mendongak menatap punggung Romeo.

"Jangan tatap gue."

Aku melotot saat iris hitam dengan tatapan tajam itu menghunusku. Tidak kuasa beradu tatap lebih lama lagi, aku mengalihkan pandanganku. Rasanya, setiap tatapanku bertubrukan dengan milik Romeo, aku merasa seperti dikuasai olehnya. "Idih, ge-er parah!"

Setelah ucapanku itu, tidak ada lagi perdebatan di antara kami. Romeo hanya menarikku melewati lautan siswa menuju ruang jurnalistik yang terletak di gedung A di mana kelas para senior berada, sementara aku hanya diam memikirkan kenapa gedung kelas 10 terpencil. Antara kelas 10 dengan kelas 11 dan 12 memang terletak di gedung berbeda. Kami, para siswa kelas 10, letak kelasnya berada di gedung B. Jauh dari ruang guru, ruang Tata Usaha, ruang BK, dan ruangan penting lainnya. Untungnya, gedung kami dekat dengan kantin dan lapangan utama.

Setelah berjalan beriringan dalam diam, kami akhirnya tiba di ruang jurnalistik. Tanpa menunggu lama, Romeo membuka pintu setelah mengetuknya. Di ruangan kecil itu sudah ada beberapa orang duduk di meja yang sengaja dibentuk formasi melingkar. Sisa dua kursi di sana, pas untuk kami berdua.

"Kemana aja, nih? Kok baru nyampe?" tanya seorang cowok dengan rambut hitam klimis. Kak Elang namanya, ketua FOSMA. "Kenalin diri kalian, dan divisi mana kalian terpilih."

"Romeo. Fotografer."

"Vanya, divisi editor."

Kak Elang mengangguk. Dia kemudian menjelaskan semua hal berkaitan dengan FOSMA kepada anggota baru.

FOSMA sendiri memiliki tugas utama membuat majalah sekolah tiap bulannya, selain itu FOSMA juga mengkoordinasi dan memantau semua mading organisasi sekolah. Selain itu, FOSMA juga diberi wewenang untuk memegang seluruh akun sosial media utama milik sekolah.

Di FOSMA, terdiri empat tim atau divisi untuk membuat majalah. Divisi reporter bertugas untuk mewawancara narasumber yang nantinya akan ditampilkan di majalah, divisi fotografer menemani reporter memotret foto narasumber dan mencari gambar-gambar yang menarik, divisi editor bertugas meninjau ulang dan mengedit seluruh artikel, dan divisi layout bertugas mengatur tata letak majalah dan mendesain tiap halamannya agar terlihat menarik.

"Ada yang mau ditanyain?" tanya Kak Elang. Dia memperhatikan satu per satu wajah baru FOSMA. "Enggak? Bagus."

"Eh, Lang. Mading kita gimana?" Seorang cewek berambut hitam ikal panjang bertanya. Di sampingnya ada seorang cowok yang memainkan ujung rambutnya. Kak Bella dan Kak Tian, couple goals FOSMA.

"Besok buat. Bareng-bareng."

"Hah?" Kak Bella menatap Kak Elang tajam. "Nggak, nggak bisa! Uang kas kita kurang buat beli bahan madingnya, Yang Mulia," ucapnya dengan tersenyum miring.

"Berapa?"

Kak Bella merogoh dompet biru muda miliknya, lantas meletakkan dua lembar uang berwarna ungu di depan Kak Elang. "Segitu doang," ujarnya sangsi, "sisanya dibawa Pinkan, dan dia udah berangkat ke China kemarin."

"China?"

Kak Bella menoleh ke arahku. "Dia ikut pertukaran pelajar di sana, selama kurang lebih enam bulan."

"Keren."

Bukannya setuju denganku, Kak Tian, pacar Kak Bella yang masih saja memainkan rambut cewek itu, tertawa sangsi. "Keren? Udah bisa kali, tiap tahun SMA kita emang ada program pertukaran pelajar."

Kak Elang di depan hanya merotasikan mata malas. Bukannya membahas program kerja FOSMA, anggotanya justru membicarakan topik yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan jurnalistik. "Ada yang mau beliin bahan-bahan buat madingnya dulu? Besok diganti uangnya," ucapnya.

Hening. Tidak ada yang menjawab. Kami hanya saling pandang satu sama lain. Aku menatap Romeo, tersenyum miring  dan mengarahkan dagu ke arah Kak Elang. Bermaksud menyuruh Romeo untuk menjadi tumbal.

Romeo hanya mendengkus gusar. Mengangkat bahu tak peduli, dia kemudian mengangkat tangan melirikku.

"Vanya katanya mau."

Hah?!

Aku menatap Romeo tajam. Aku ada salah apa dengannya, sih?

"Oke. Vanya, ya?"

Aku menatap Kak Elang sejenak, kemudian mengangguk pasrah. Kulihat anggota lain menghela napas lega karena tidak ditunjuk.

Sialan.

Sejak saat itu, setiap aku bersemuka dengan Romeo, aku selalu mengibarkan bendera perang padanya.

***

Setelah rapat kecil tadi selesai, aku bergegas mengemasi barangku. Tanpa berpamitan, aku segera berlari kecil menuju lapangan indoor. Aku harus menghampiri Nabila yang saat ini sedang latihan silat untuk minta diantar olehnya ke toko buku langgananku. Gramedoi.

Tatapanku menyapu ke seluruh sudut lapangan. Nabila masih di sana dengan beberapa siswa seangkatan denganku, mengenakan seragam silatnya yang serba hitam.

Aku selalu sukses dibuat terkesima oleh Nabila ketika ia mengenakan kostum serba hitam itu. Sejak SMP, cewek itu memang sudah mengikuti ekskul silat, dan berhasil meraih beberapa kejuaraan. Meskipun dia belum pernah mendapatkan medali emas, setidaknya dia tetap berhasil.

Seorang cowok jangkung mengambil alih para anggota baru setelah pelatih mereka mengundurkan diri.

Kak Reygan!

Cowok yang tempo hari melindungiku dari panasnya sengatan matahari ketika upacara. Cowok absurd yang entah dari mana dia mendapatkan pin BBM-ku, kemudian mengirim pesan tidak jelas.

Kurasa, kostum hitam-hitam itu membuat orang yang memakainya berubah sedemikian rupa. Lihat saja. Nabila yang mulanya cewek cerewet penuh tingkah, kini terlihat keren dan berkharisma.

Jangan lupakan Kak Reygan. Bayangan sosoknya yang tengil itu sekarang terlihat seperti seorang cowok gentle yang penuh wibawa dan seakan-akan selalu ingin melindungi apa yang dia miliki.

Setelah Kak Reygan mengucapkan beberapa patah kata, kulihat mereka membubarkan diri. Aku segera berlari menghampiri Nabila. "Nih," ucapku menyodorkan botol minum padanya setelah dia mengulurkan tangan. Aku sudah cukup lama mengenalnya hingga paham akan kode-kode kecil seperti ini.

"Bil, anterin gue ke Gramedoi dulu, ya?"

Nabila menatapku sejenak sebelum menjawab, "Sori, Nya, gue nggak bisa. Saudara gue ada yang meninggal."

Aku sedikit terkejut. Pantas saja, Nabila tampak murung seharian ini. "Yaudah, gue naik bus aja. Turut berduka ya, Bil." Aku menepuk bahunya, berusaha menguatkan.

"Eh, nggak, nggak!"

Nabila tiba-tiba menahan tanganku. Tanpa mengatakan apapun, dia menarikku. Menuju toilet.

Di depan toilet, dia berhenti sejenak. Aku hanya menatapnya bingung, tidak bisa bertanya. Aku hanya mengikutinya saat dia menarikku menuju toilet laki-laki dengan langkah mantap.

Emang, Nabila ini cewek tergila yang pernah kutemui! Gimana kalau ada cowok di sana?!

"Kak Reygan! Lo di mana?" Dia berteriak keras sehingga suaranya yang seperti toa itu mungkin bisa terdengar hingga ke toilet perempuan. "Woi, Kak!"

"Lo ngapain, sih?! Lo kalau mesum, nyari tempat yang mendingan dikit, lah!" ucapku ngawur.

"Kak, keluar atau---"

"Atau apa?"

Nabila menelan ludah. Patah-patah dia menoleh dan menemukan cowok yang dicarinya di bilik dekat pintu. Kak Reygan sudah mengenakan seragam putih abu-abu kembali, sementara seragam silatnya disampirkan di bahu cowok itu.

Sejak kapan dia keluar? Aku bahkan tidak mendengar suara pintu terbuka.

"Kenapa nyariin gue? Mau minta tanda tangan gue? Sini, sini, nggak usah malu-malu." Kak Reygan merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah pena dan secarik kertas.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang super duper percaya diri. Eh, mungkin bisa dibilang ge-er? Atau narsis? Atau ... bego?

Beda denganku, Nabila justru mendengkus. Keras sekali. Sepertinya dia ada sebuah dendam kesumat terhadap Kak Reygan yang membuatnya sangat membenci cowok itu.

Atau aku saja yang receh? Karena pada umumnya, wajar jika seseorang sebal karena melihat orang lain yang pedenya melewati ambang batas orang waras.

"Eh, ketawa dong, dia!" ujar Kak Reygan menunjukku seraya ikut tertawa. "Nih, buat Sponjibobu aja, si Nanab nggak mau. Padahal mah, suatu hari nanti dia bakal susah banget nyari tanda tangan gue. Iya, 'kan?"

Aku memperhatikan secarik kertas binder bergambar Barbie. Di sana terlihat jelas tanda tangan cowok itu. Lengkap dengan nomor telepon, Instagram, LINE, Twitter, dan Facebook miliknya.

Reygan Attalariq Elkana. Jangan lupa add dan follow. Oke? Oke, dong. Cmiw.

"Nggak jelas amat, Bambang," ucapku. Meski begitu, aku tetap menyimpannya di saku rokku.

Nabila mematung sekilas menatapku. "Vanya, lo ...."

"Apa?"

Nabila menggeleng. Ia kembali memfokuskan atensi pada Kak Reygan. "Kak, Vanya mau ke Gramedoi, tapi gue nggak bisa anterin dia. Jadi, gue bisa minta tolong--"

"Bisa," Kak Reygan menjawab pertanyaan Nabila yang bahkan belum selesai diucapkan, "gue juga mau cari buku."

"Sip! Gue duluan, dadah kalian!"

Aku sudah hendak berseru memanggil Nabila, tapi cewek itu sudah terlanjur keluar. Menghela napas, aku menyusul Nabila melangkah keluar toilet.

"Tunggu gue di parkiran."

Aku mengernyitkan dahi. Walaupun Nabila tidak sempat menyelesaikan ucapannya tadi, aku sudah tahu apa maksudnya. Dia berniat meminta tolong Kak Reygan untuk menemaniku.

Tapi, yang namanya cewek, pasti selalu ada yang namanya gengsi. Terutama bagiku. Gengsiku yang tingginya melebihi tinggi Menara Eiffel dan perasaan canggung saat aku bersama orang baru membuatku menolak.

"Nggak usah, Kak, gue naik bus aja."

"Mahal, Dek."

"Seribu doang."

"Mahal, ah. Mending buat beli permen."

Aku menatap Kak Reygan dalam diam. Ada yang salah dengan otaknya. Andai saja ada tukang reparasi otak, mungkin sudah kubawa otak dia ke sana untuk diperbaiki ulang.

》CUT!《

Part 2! Part yang sangat panjaaaanggg sepanjang sejarah saya menulis di wattpad.

Jadi, bagaimana part ini?

Babang Reygan yang demen banget nyari uang recehan.

Awalnya sih keliatan judes, eh ternyata ....

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

532K 40.4K 27
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.1M 44.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
4.1M 317K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...