I'm a MIXED BLOOD [TAMAT]

By rethajk

326K 19.9K 384

Kiara Victora Lacynda, seorang gadis muda berusia 19 tahun yang menjalani kejamnya kehidupan di dalam sebuah... More

#1 Kiara
#2 Charlie
#3 Istri?
#4 Iya atau iya?
#5 Moroi, Dhampir dan strigoi
#6 Gaun wanita
#7 Kita
#8 Menikah
#9 MIXED BLOOD
#10 MIXED BLOOD2
#11 Ada apa denganmu?
CAST
#12 Seandainya kita manusia
#13 Lamaran baru
#14 Hai, Hellen!
#15 Ingin Kiara
#16 Pergilah
#17 Kelepasan
#18 Harga diri Charlie
#19 Pagi
#20 Kau cantik, Kiara!
#21 Bayi?
#22 Gadis malam itu
#23 Maaf
#24 maaf(lagi)
#25 Rahasia besar
#26 Pergilah dengan tenang
#27 Selamat datang
#28 Pengkhianat
#29 Hukuman mati
#30 Hidup baru
#31 Theo Anthony
#32 penyesalan
#33 Balasan
#35 Ozzy
#36 Sikap turunan
#37 Korban lagi
#38 Makhluk penuh dosa
#39 Aku kekasihmu
#40 Tinggal dan pergi
#41 kesendirian
#42
tanya
Season 2?

#34 kembali

5.4K 360 6
By rethajk

Charlie POV

Sudah 3 hari aku berada di dunia manusia. Sudah 3 hari pula aku duduk menunggu Kiara di depan pintu rumahnya. Meski begitu, Kiara masih enggan memaafkanku, bahkan dia tidak keluar dari rumahnya sama sekali. Mungkin, karena tidak mau bertemu denganku, tapi dibalik itu, aku yakin dia masih sangat mencintaiku. Itu terbukti dengan dia yang selalu memberiku sepiring makanan setiap jam makan. Yah, meski dia memberinya lewat Camilla, tapi aku sangat bersyukur.

Selama 3 hari itu, Helena juga mulai luluh padaku. Kemarin malam, saat hujan turun dengan derasnya, Helena keluar dari rumahnya dan mengajakku untuk masuk diam-diam melalui jendela. Dia tidak tega melihat aku kedinginan, namun aku harus menolaknya karena itu dilakukan tanpa seizin Kiara. Aku tidak ingin membuat wanitaku semakin marah. Apa lagi jika ketahuan, aku harus berhadapan dengan Ozzy.

"Malam ini tidak akan hujan, tapi pasti akan dingin" ucap Helena sambil mengulurkan selimut tebal padaku.

"Terima kasih" ucapku sambil tersenyum, lalu meraih selimut di tangannya.

Helena langsung berbalik, bersiap untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Sesekali aku menangkapnya tengah melirik padaku. Setelah melirik beberapa kali, dia akhirnya masuk ke dalam rumahnya.

Aku terkekeh kecil, kemudian memandang selimut tebal yang diberikan oleh putri pertamaku. Sebenarnya, aku sudah mendapatkan selimut dari Camilla dan aku cukup senang, namun aku semakin senang saat mendapat selimut dari Helena. Apa lagi, gadis bersurai cokelat itu tampak malu-malu saat memberikannya.

"Charlie"

Aku spontan menoleh saat mendengar suara Kiara memanggilku. Dia memandangku dengan mata bersedih dari pintu rumahnya. Mungkin, dia iba melihatku yang duduk sendirian di teras rumahnya.

"Masuklah"

Aku melongo, tidak mempercayai apa yang Kiara ucapkan, tapi aku yakin aku tidak salah dengar. Kiara menyuruhku masuk ke dalam rumahnya. Dia kemudian tersenyum simpul dan merentangkan kedua tangannya dengan ragu-ragu.

Oh, astaga, dia ingin aku memeluknya!

Dengan cepat, aku berlari padanya, kemudian mendekap badannya dengan erat. Aku menghilangkan semua rindu yang aku simpan untuknya selama ini. Aku tidak henti-hentinya membisikkan 'terima kasih' di telingannya, sedang Kiara hanya membisu sambil membalas pelukanku.

"Terima kasih" bisikku untuk kesekian kalinya.

Kami melepaskan pelukan masing-masing setelah beberapa menit. Awalnya terasa canggung sehingga kami hanya saling menatap, namun setelahnya, kecanggungan kami menghilang. Kami saling melempar senyum hangat, hingga Kiara menarik tanganku untuk masuk ke dalam rumah.

"Camilla dan Helena ada di kamar masing-masing, lalu Ozzy menginap di rumah temannya selama 2 hari" jelas Kiara saat melihatku yang menoleh ke kanan dan kiri.

Pantas saja tadi pagi anak itu menggendong tas besar saat keluar rumah. Dia juga mengancamku dengan berkata "Jika Anda berani masuk saat saya tidak di rumah, saya akan membunuh Anda".

Aku penasaran, jika dia mengetahui bahwa aku tidak memedulikan ancamannya, apa dia benar-benar akan membunuhku?

"Kenapa Ozzy menginap di rumah temannya?"

"Katanya, ada urusan yang harus diselesaikan"

"Bertengkar?"

"Tidak!"

"Yakin?"

"Tunggu, dari mana kau tahu kalau anak itu suka berkelahi?"

Aku terkekeh kecil, kemudian menatap mata Kiara, membuatnya malu hingga pipinya memerah. Kiara salah tingkah. Dia mengalihkan pandangannya dariku, lalu menggigit bibir bawahnya.

Aku bersyukur, waktu tidak mengubah wanitaku. Dia masih Kiara yang sama. Dia wanita yang pipinya merona setiap kali aku menatap dalam matanya.

"Camilla membagi ingatannya denganku. Anak itu memiliki banyak keistimewaan".

Kiara tersenyum manis sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia mengiyakan ucapanku. Setelah itu, dia kembali menarik tanganku hingga sampai di sebuah kamar bercat putih tulang.

"Kiara, aku sungguh minta maaf untuk semua yang kau alami selama ini" lirihku sambil menggenggam lembut kedua tangannya.

Kiara mengangguk pelan. Saat ini, wajahnya merah padam dan napasnya mulai terdengar tak karuan. Dia sangat gugup, mengingatkanku pada saat dimana aku menyatakan perasaanku pertama kali padanya.

"Kiara, aku ingin kita memulai semuanya dari awal. Mari kita buka lembaran baru. Kau, aku, dan anak-anak. Kita bisa hidup dengan bahagia di istana selamanya" kataku mantap.

Wajah Kiara menunjukkan keraguan. Dia seolah tidak yakin dengan ucapanku. Kiara kemudian menggerakkan tangannya untuk menyentuh pipiku, lalu mengelus pipiku dengan lembut.

Aku memejamkan mata untuk menikmati gerakan tangannya di pipiku. Sentuhannya begitu hangat, persis seperti yang aku ingat terakhir kali. Entah karena kristalku yang menyatu dengan tubuhnya, atau karena aku sangat mencintainya, saat ini, jiwaku terasa damai.

"Sungguh, Kiara. Aku rela jika harus mati saat ini juga"

Elusan tangan Kiara berubah menjadi tamparan keras. Aku bahkan memekik karena terkejut dengan tindakannya itu. Mataku melotot sempurna dengan perasaan heran.

"Kau kan baru minta maaf, mana bisa mati begitu saja?!"

Aku melongo, tidak mempercayai apa yang terjadi saat ini. Ternyata aku salah. Meski dia masih merona setiap bertatapan denganku, namun waktu sedikit merubahnya. Setelah 17 tahun menjadi seorang ibu, dia jadi lebih tegas.

"Kiara, itu, kan hanya ungkapan karena aku merasa sangat bahagia..." kataku sambil menyentuh bekas tamparan Kiara.

"Ah, Charlie... Aku tidak bermaksud menamparmu" ucap Kiara sambil meringis dan memegang kedua pipiku.

Mata kami saling bertatapan lama. Setelah itu, aku menurunkan pandanganku pada pipinya yang kembali memerah. Tanpa berpikir, aku langsung menjilat pipi Kiara sekilas. Aku sungguh tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukannya. Rasa pipinya pun masih sama, hambar, tapi entah mengapa menjilatinya menjadi candu bagiku.

*****

Kiara POV

Ini jam makan malam, karena itu, Aku, Charlie, Camilla, dan Helena sedang duduk mengitari meja makan saat ini. Kami makan bersama bak keluarga yang harmonis. Yah, meski yang mengobrol dari tadi hanya Camilla, namun itu cukup untuk mencairkan suasana canggung di antara Charlie dan Helena.

Setelah mendengar dari Ozzy bahwa Helena sudah tahu kalau dia bukan anak kandungku, aku langsung menemuinya. Aku berniat minta maaf pada putri sulungku itu, namun dia dengan cepat menahanku. Sesuai yang dikatakan Ozzy, Helena tidak marah padaku, dia justru memelukku dan mengatakan bahwa dia amat menyayangiku.

"Wah, Ayah kaku sekali" ucap Camilla sambil melirik Charlie yang dari tadi mengarahkan pandangannya pada Helena.

"Ayah tidak ingin salah bicara, Camilla" ucap Charlie, kemudian menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Karena ayah suka melontarkan kata-kata menyakitkan, ya?" tanya Camilla sambil terkekeh kecil. "Iya, kan, Bu?" lanjutnya sambil melirik padaku.

Aku pun berusaha menahan tawaku saat mendengar ucapannya itu. Sudah jelas pertanyaannya itu bertujuan untuk menyindir Charlie secara halus dan rencana Camilla sukses. Saat ini, Charlie tersenyum kecut sambil mengunyah makanannya. Sesekali, Charlie juga membuang wajahnya. Terlihat sekali bahwa dia merasa tersindir dengan pertanyaan Camilla.

"Paman Theo menelfonku. Katanya, dia akan datang besok, Bu" ucap Helena yang langsung disambut anggukan dari kepalaku.

Camilla tiba-tiba menggertakkan giginya, kemudian bergumam "Orang itu tidak henti-hentinya mengganggu kita".

Camilla memang tidak menyukai Theo. Setiap kali Theo datang kemari, dia selalu menyindir pria jangkung itu. Saat ditanya mengapa dia melakukan itu, Camilla hanya menjawab dengan kalimat 'pria itu bukan orang baik'.

"Jangan bicara begitu. Paman Theo adalah orang yang baik" ketus Helena.

"Pria itu tidak sebaik yang kakak kira".

"Jangan bilang kau melihat masa lalunya?!"

"Kalau iya, kenapa? Lagi pula, bukan niatku untuk melihat masa lalunya"

"Kau harus mencoba mengendalikan itu. Melihat masa lalu orang lain itu melanggar privasi!"

"Kenapa? Kau iri karena kau hanya vampir biasa, sedangkan aku memiliki darah 3 klan?!"

"Aku tida--"

"Cukup!"

Teriakanku itu sukses menghentikan obrolan panas mereka. Keduanya saat ini saling memalingkan wajah, enggan memandang satu sama lain. Ekspresi kesal juga tergambar jelas di wajah mereka, namun meski begitu, aku yakin saat ini mereka sedang menyesali perkataannya.

Helena yang mudah tersulut emosi, dan Camilla yang suka melontarkan kalimat tajam. Mereka tentu adalah kombinasi yang pas untuk bertengkar. Itulah mengapa hal seperti ini sering terjadi, tapi untungnya mereka tidak bernah bertengkar lama. Batas waktu bertengkar pun hanya beberapa menit.

"Maaf" ucap keduanya secara bersamaan.

Mereka saling menatap, kemudian mengulurkan tangan kanan untuk berjabatan di atas meja. Setelah itu, keduanya berjalan menuju teras depan. Biasanya, mereka akan melakukan itu untuk menyelesaikan pertengkaran mereka.

"Apa mereka tidak apa-apa?" tanya Charlie dengan nada cemas.

Ah, aku lupa jika Charlie juga ada disini. Dia pasti sangat khawatir, mengingat ini adalah pertama kalinya Charlie melihat anak-anaknya bertengkar.

Aku tersenyum, lalu menjelaskan padanya bahwa hal seperti ini adalah hal biasa. Sesaat kemudian, Charlie menganggukkan kepalanya. Aku rasa, kekhawatirannya mulai reda, meski ekspresi cemas masih tergambar jelas di wajahnya.

Untuk menghilangkan rasa khawatirnya, aku mengajak Charlie untuk ke kamarku. Aku ingin menunjukkan album foto anak-anaknya. Dia pasti bahagia saat melihat foto anak-anaknya saat balita.

"Astaga, lihat betapa cantiknya Helena, Kiara" kata Charlie sambil menunjuk foto masa kecil Helena.

Charlie sangat bersemangat melihat foto-foto di album yang tengah ia pegang. Dia terlihat sangat bahagia, bahkan air mata mengalir dari sudut matanya karena terharu. Aku ikut senang saat melihatnya.

Charlie terdiam sesaat, dia memperhatikan foto masa kecil Camilla dengan seksama. Raut wajah khawatir kembali terpasang di wajahnya.

"Kiara, apa kau tidak pernah bertanya kenapa sorot mata putri kita seperti itu?"

"Apa maksudmu?"

"Sudahlah, jangan kita bahas lagi"

Jujur, aku penasaran dengan ucapan Charlie. Dia membuatku takut sekaligus khawatir. Selama ini, cara Camilla memandang sesuatu memang agak aneh, namun aku mengira bahwa itu adalah hal wajar

"Charlie ap--"

"Pria ini, kenapa terihat akrab sekali dengan Helena?" tanya Charlie sambil menunjuk foto Helena yang sedang bersama Theo.

"Ah, itu karena Theo sering mengunjungi kami"

Charlie langsung menatap kedua mataku, kemudian mendaratkan tangannya pada pipiku. Aku baru menyadari bahwa tangan Charlie terasa kasar, mungkin karena dia kedinginan selama 3 hari ini di luar rumah. Meski kasar, tapi tangan Charlie terasa hangat. Itu membuatku merasa nyaman.

"Jangan dekat-dekat dengannya, Sayang. Aku melihat dia punya ketertarikan padamu"

Ya tuhan, pria ini masih saja mudah cemburu. Apa dia tidak berpikir bahwa usianya sudah cukup tua untuk hal semacam ini?

"Jangan bertindak seperti itu lagi, kita sudah tidak muda"

"Usiamu masih 30 tahunan, Kiara, itu sangat muda"

"Ah, aku lupa usiamu sudah 100 tahun lebih, Charlie." Aku terkekeh. "Ya tuhan, kenapa aku baru sadar, selama ini aku menikahi seorang pria tua" lanjutku.

"Aku tidak tua, Kiara. Aku masih sangat bugar. Jika kau tidak percaya aku bisa me--"

"Sudah!"

Charlie terkekeh, kemudian kembali fokus pada album foto di tangannya. Dia tidak henti-hentinya mengulas senyum saat melihat foto anak-anaknya.

Sayangnya, aku tidak bisa menunjukkan foto Camilla yang seframe dengan Helena atau pun Ozzy. Ingat, kan, saat kecil, gadis itu menutup diri dan sangat membenci Helena.

-Helena & Ozzy-

-Camilla-

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 258K 34
"Seperti halnya sang Putri Tidur dalam cerita dongeng Anak-anak, yang harus mendapat ciuman magis dari sang Pangeran, cinta sejatinya, agar terbangun...
268K 15.3K 47
Kisah romansa anak remaja. Mencinta, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menyentuh, memandang pun enggan, karena teringat akan dosa yang mem...
58.5K 3.7K 17
Zian jie seorang pria tampan nan cantik yang berumur 28 tahun dan bertransmigrasi ke dunia kerajaan dan harus berurusan dengan vampir tampan yang beg...
1.1M 36.3K 11
Pernah mendengar kisah-kisah misteri tentang segitiga bermuda? Lily adalah salah satu korban dari segitiga bermuda. Kepo? Cek kisahnya. A story' by...