You Hurt Me!

By AisyahLehta

33K 2.2K 1.2K

Di sebuah taman yang tampak tidak terawat, daun-daun kekuningan bunga yang gugur berjatuhan di atas rerumputa... More

PROLOG
Character Visual
1. Pandangan pertama
2. Permainan di mulai
3. Pernyataan
4. Ngantin bareng
5. Ngantin bareng (2)
6. Masalah proposal
7. Alamat tanpa sengaja
8. Couple
9. Dua rasa yang berbeda
10. Tikus?
11. Pertemuan dan kemenangan
12. Memendam luka
13. Janji
14. Nyaman
15. David or Raka
16. Cinta yang kalah dan hati yang terluka
17. Bukan gadis yang sama
18. Tiga lelaki
20. Kebenaran yang tertutupi
21. 'Udah jatuh cinta sama gue?'
22. Dua lelaki yang berbeda
23. Dua hal memalukan
24. Triple kill
25. Bersama dan Percaya
26. Tak berdaya
27. Not to be okay
28. Segitiga
29. Debaran
30. Bersaing
31. Selalu ada
32. Hampir berpaling
33. Maaf
34. Taman
35. 'Ayo saling menguatkan'
36. Pelampiasan
37. Menjauh dan mundur
38. Obat luka
39. Ketua Osis vs Ketua Basket
40. Pensi day 1
41. Topeng tersembunyi
42. Alter ego
43. Tiga orang terluka
44. Pelajaran Olahraga
45. Yang sebenarnya
46. Tetap kuat
47. Pesta yang gagal
48. Juara penghargaan
49. I Love you
50. Menggenggam wanita lain
51. Tidak bersahabat
52. Hampir putus
53. Semua masalah
54. Luka
55. Terbiasa terluka
56. "Sahabat, are you seriously?"

19. Euphoria

455 23 14
By AisyahLehta


Sembari memejamkan mata ketakutan, Rily menjulurkan tangannya kebelakang. Meraba-raba sesuatu di atas meja, dan ia berhasil mendapatkannya.

Sebelum menggunakan benda itu, Rily memberanikan diri untuk mengintip. Namun, karena terlalu terkejut melihat bibir Raka sudah bergerak maju. Dan mungkin hanya tinggal satu centi meter lagi, maka bibir mereka akan saling bersentuhan.

Tanpa pikir panjang, Rily mengangkat benda itu. Hingga----








PRANGG!!




"Ups .... sorry," ringis Rily sembari menatap Raka yang sudah pingsan.

Rily menarik kepala Raka, kembali ke atas sofa. Setelah itu, Rily bangkit dan berjalan menuju dapur mengembalikan teflon itu ketempat asalnya.

Rily meneguk satu gelas penuh, air putih hingga tandas. Napasnya terengah, jantung berdetak tidak normal, memburu seperti Rily baru saja selesai marathon.

Kelakuan Raka memberi efek berlebihan pada tubuh Rily.

Rily berjalan menuju lantai dua, kamarnya. Namun langkahnya berhenti saat melewati ruang tamu, matanya begerak menatap Raka dengan gelisah.

Jantung Rily masih berdegup kencang. "Ah .... Raka sialan!" umpatnya dan berjalan cepat meninggalkan ruang tamu menuju lantai dua.

***

Rily mengerjap-ngerjapkan mata, perlahan matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga kini terbuka sepenuhnya.

Kepala Rily terasa pusing, mungkin akibat insomnia, ia tidak bisa tidur. Gadis itu terjaga sepanjang malam, hingga adzan subuh berkumandang, barulah ia tertidur.

"Ini semua gara-gara kak Vian..." ringis Rily sembari memijit pelipisnya. Sepanjang malam, Rily terus mengingat bagaimana wajah tampan Raka mendekati wajahnya. "Ih, kenapa di pikirin lagi sih?!" kesal Rily dan menyibak selimut yang membalut tubuhnya.

Ia berjalan keluar kamar, perutnya terasa lapar. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, waktu Indonesia barat.

Sesampainya di dapur, Rily berjalan mendekati kulkas. Ia membuka pintu kulkas, dan meraih yogurt drink disana.

Lalu seseorang keluar dari kamar mandi yang berada di dapur. Rily melirik kecil, langsung tergagap dan pura-pura menikmati yogurtnya.

Raka mendekat, menghampiri Rily dan lelaki itu bersandar pada wastafel, dengan tangan bersedekap.

Rily terbatuk kecil, jantungnya kembali memompa lebih cepat. Perasaannya tidak enak ketika sadar bahwa Raka terus memperhatikan gerak-geriknya. Rily berusaha bersikap biasa saja, ia mengembalikan yogurt drinknya yang tinggal setengah ke dalam kulkas.

Bersenandung pelan, Rily berjalan meninggalkan Raka.

Raka menghela napas. "Ril," panggilnya tetap dengan ekspresi datar.

Mati gue, mati gue. Batin Rily ketakutan. Rily berbalik, menghadap Raka dengan senyum palsunya. "Iya kak?" tanya nya menahan agar tidak terbata.

Raka tersenyum miring. "Semalam ..."

"Oh iya, semalam kenapa? Kak Vian kenapa? Ada yang sakit ya? Atau gimana?" Rily menepuk pelan mulutnya yang keceplosan.

Raka terkekeh pelan, membuat Rily terpana karena pertama kali melihat Raka tanpa ekspresi datar andalannya.

Raka berdeham, mengatur ekspresi. "Kepala gue sakit, lo apain?"

"Hm? Emangnya gue apain? Gak ada tuh,"

Raka menaikkan alis. "Gue nggak sampe modar semalam, jadi gue ingat."

"Ah ... Hehehe..." Rily nyengir kuda sembari memilin jarinya, tidak tahu ingin menjawab apa pertanyaan Raka. Ia malu jika harus menceritakan kejadian semalam. "Kan kak Vian udah inget, ngapain nanya lagi?" cicitnya pelan.

"Gue cuma inget kalo lo mukul kepala gue."

Rily mendelik, tidak terima jika hanya ia yang disalahkan. "Gue nggak bakal mukul kepala lo, kalau aja lo gak..." Rily menggigit bibir, ragu untuk mengatakannya.

"Gak?"

Rily menatap kesal Raka. "Kalau aja lo gak dekat-dekat sama gue!"

Raka berjalan mendekat, kini berhadapan dengan Rily. "Dekat gimana? Gini?" Raka memajukan tubuh.

Rily mundur selangkah, "udah lupain aja. Gue minta maaf kalo kepala kak Vian sakit." gumamnya, hendak pergi meninggalkan Raka.

Raka menarik pinggang Rily, hingga tubuh gadis itu membentur pelan dada bidangnya. "Gue yang minta maaf," ucap Raka menatap lekat mata coklat Rily. "Tadi malam... "












"Kalian ngapain?"













David mengintrupsi pembicaraan Raka. Rily langsung salah tingkah, ia ingin melepaskan tubuh. Tetapi Raka semakin menahan pinggangnya agar berhenti bergerak.

Tanpa menoleh kebelakang, Raka tahu suara itu adalah suara David. "Cuma ngobrol," Raka melepas pelukannya di pinggang Rily karena gadis itu tidak berhenti bergerak gelisah.

Rily langsung melangkah mundur, ia memilin jari saat David berjalan mendekat ke arah mereka.

"Kenapa sampai peluk-peluk?" tanya David, setibanya dihadapan Rily.

Rily menengadah, menatap David penuh keraguan. Ia takut David salah paham. "Emm kak David udah bangun?" tanya nya, mengalihkan topik pembicaraan.

David mengacak rambut, ia menatap Raka menuntut penjelasan. "Lo ngapain berduaan disini?"

Raka mengedikkan bahu. "Gue penasaran apa yang udah gue lakuin tadi malam ke dia. Sampe harus mukul kepa----"

"Kak David ganteng banget hari ini!" seru Rily tiba-tiba, ia melotot kecil kepada Raka agar tidak melanjutkan ucapannya.

David tersentak. "Ha?"

Raka menaikkan alis, lalu pergi berjalan meninggalkan David dan Rily yang melirik kecil kepergian lelaki itu.

Rily mengangguk antusias, ia tersenyum lebar. "Kak David ganteng," ucapnya dan tertawa sumbang.

Rily tidak sepenuhnya berbohong, David bangun tidur aja tetap ganteng. Tahu defenisi good boy, kalau bangun tidur gimana? Ya tetap good. Beda dengan Rily yang kalau bangun tidur, tatanan rambutnya udah kayak kesambet petir. Iler ada dimana-mana, muka kusam, terus bibir kering.

David menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Makasih," ucapnya sembari tersenyum tipis. David menipiskan bibir, kini menatap serius Rily. "Ril, gue mau ngomong."

"Hm? Ngomong aja kak," sahutnya santai.

David menghembuskan napas. "Lo siap-siap, kita keluar. Gue rasa lebih nyaman kalau kita ngobrol diluar,"

Rily menggigit bibir. "Yaudah, gue ke atas dulu."

David mengangguk. "Gue tunggu,"

Rily hanya mengangguk kecil, lalu berlari meninggalkan David menuju lantai dua.

"Senang banget keliatannya,"

Rily berhenti di anak tangga pertama, ia menoleh kepada Raka yang sibuk memainkan ponsel. "Iya, mau di ajakin jalan." ucapnya riang dan kembali melanjutkan langkah.

***

Rily berjalan pelan menuruni anak tangga satu persatu. Ia mengenakan celana hitam kulot dan kaos hitam oblong yang dimasukkan ke dalam celana. Lalu cardigan putih Amigos sepanjang paha, yang menutupi lengan tangan mulusnya. Tas selempang kecil, dan sepatu sneakers putih yang melindungi telapak kaki Rily.

David mengerjap, menatap Rily yang tersenyum manis kepadanya. "Udah?"

Rily mengangguk, bergerak ke kanan ke kiri seperti anak kecil. Membuat David gemas dan segera bangkit dari duduknya.

"Cantik banget," puji David terus terang. Ia mengelus puncak kepala Rily. "Pantes lama turunnya, dandan dulu ya?"

Rily menutup wajah malu, pipinya sudah semerah tomat. Ia mencubit pelan lengan tangan David. "Ih, kak David kenapa sih?" tanya nya malu-malu.

"Yaudah, yuk, keburu siang."

"Eh tunggu dulu, kak Rilan mana?" tanya Rily saat sadar bahwa Raylan sudah tidak ada di ruang tamu.

"Mandi tadi, Raka juga udah balik. Gue sih tadi sempat pulang, tapi kesini lagi."

"Oh... Yaudah kita berangkat aja. Udah ijin ke kak Rilan, kan?"

"Iya udah,"

Rily mengikuti langkah David dari belakang, ia menutup pintu utama dan berlari kecil menyusul David yang sudah berada di atas motor.

Rily menerima helm pemberian David, ia memasangnya di kepala. Setelahnya, menaik ke atas motor ninja hitam yang dibantu dengan uluran tangan David.

Sembari merapikan rambutnya yang tertutupi helm, Rily menepuk pundak David. "Yuk kang, jalan." ucapnya dan tertawa kecil.

***

"Mau beli sesuatu?"

Rily menoleh, ia berpikir sebentar. "Kayaknya enggak deh, kenapa kak?"

"Kita nonton aja, gimana? Sekalian nunggu temen gue."

"Temen kak David ikut?" tanya Rily dan menggembungkan pipi.

David merangkul Rily yang lebih pendek darinya. "Iya, gak papa nih?"

Sedikit gugup, "i-iya, gak papa kok." sahutnya dengan hati berdebar-debar senang.

Mereka berjalan menuju lantai dua mall, dan memesan tiket bioskop disana. Sembari menungu jam tayang film, David dan Rily duduk di tempat antrean, sesekali mereka tertawa kecil. Tampak menikmati waktu bersama.

"Hahaha iya, iya, gue juga pernah nonton film itu!"

David tersenyum. "Lebih suka romance apa horor?"

Rily menghentikan tawanya. "Romance?" sahut Rily dan diam sesaat. "Tapi tergantung juga sih, kadang tuh ada film romance yang terlalu monoton. Jadi suka bosen nontonnya, horor juga gitu. Banyak kok horor yang mengandung uwu, nggak tentang hantu doang."

David mengangguk membenarkan.

"Kalau kak David, suka yang mana?"

"Pokoknya yang ada comedy, pasti gue suka asal gak garing aja sih."

Rily menikmati bang bang di tangannya yang tadi mereka beli, sembari menunggu bioskop dimulai. "Mau kak?"

David menggeleng. "Nanti gue diabetes."

"Kak David punya penyakit gula?"

"Enggak." David diam sesaat. "Ril," panggilnya, membuat Rily menoleh. "Kurangin manis-manisnya,"

"Ha?"

"Gue bisa diabetes kalau dikasih asupan gula terus."

"Siapa yang manis?" tanya Rily masih tidak paham.

"Lo, manis."

"Aaaa ... kak David ih!" Rily memukul pelan David. "Kak David mundur dikit deh,"

"Hm? Kenapa?"

"Gantengnya kelewatan ..." Rily tertawa malu-malu. Sedangkan David hanya terkekeh.

"Masih kecil udah pandai gombal nih," ucapnya mencubit gemas pipi Rily.

Rily mengerucut. "Kak David loh, yang ngajarin." ucapnya mencibir pelan. "Tadi malam tuh kak David gak sadar ya?"

"Yang mana?"

Rily menggigit bibir. "Masa gak ingat sih?" tanya nya pelan.

"Kalau gak ada yang penting, ngapain juga di ingat." sahut David enteng. "Gue bisa ingat, kalau emang ada yang pengin gue ingat."

"Artinya, kalau gak ada yang spesial. Kak David gak bakalan coba untuk ingat?"

David mengangguk. "Cuma bikin pusing aja Ril,"

"Ya gak usah mabuk kalo bikin pusing!" sahut Rily kesal. "Kak David, orang mabuk ngomongnya bener atau ngelantur?"

"Orang mabuk kalau lagi ada masalah, biasanya kalo ngomong suka ngeluarin unek-unek gitu. Misalnya nih, lo punya masalah yang gak bisa lo selesaiin dan ungkapin. Ya pas lo mabuk, lo bakalan ungkapin semua beban yang buat lo pusing."

"Kalau ngelantur?"

"Itu cuma buat orang yang suka have fun, jadi suka ngomong yang isinya omong kosong doang." David menyerngitkan dahi. "Kenapa nanya orang mabuk, lo gak ada niat mau mabuk, kan?"

Rily tertawa kecil, "enggak kok." sahutnya dan kembali menikmati cemilan. "Jadi ... kalau boleh tau, kak David mabuknya karena ada masalah atau cuma buat have fun doang?"

David berdeham. "Lagi ada masalah." sahutnya dan memalingkan muka. "Gue gak bakal nyentuh minuman itu kalau nggak ada masalah."

"Ah ... jadi yang tadi malam itu bener ya?" tanya Rily sumringah.

"Yang mana?"

"Coba kak David ingat." ucap Rily sudah kesemsem sendiri.

"Gimana caranya gue bisa sampai di rumah lo aja, gue lupa Ril." David tersenyum. "Btw, makasih udah nampung gue."

"Welcome kak, aku sama sekali gak merasa di repotin." Rily menatap sekitar, ia bangkit dan meraih tangan David. "Filmnya udah mulai, masuk yuk."

David bangkit, ia menurut saja.

Namun, saat mereka baru melangkah dua langkah. Seseorang berteriak, membuat David dan Rily serempak menoleh kebelakang.






"DAVID!"














David tersenyum manis, menahan tangan Rily agar tidak kemana-kemana. "Nah, itu temen gue udah datang."

Rily melepas cekalannya di tangan David. Raut wajah nya berubah menjadi datar.




















"Glapita?"




















































Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 211K 40
Genre :TEENFICTION [Story 2] Semua berawal ketika masa orientasi sekolah dulu. Anjali--gadis dengan rambut mirip seperti Dora--tak pernah menyangka...
692K 20.3K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
11.4M 353K 56
!CERITA PINDAH KE KUBACA! cari akunku di Aplikasi Kubaca @motzky [ CERITA SEBAGIAN SUDAH DI HAPUS ] Also Known As HEARTBEAT Menceritakan tentang seor...
2.4M 45.9K 17
[Sudah tersedia di toko buku Gramedia] Kehadirannya sama sekali tidak kuinginkan sebelumnya. Dia seperti menghentikan hidupku secara tiba-tiba. Tapi...