heart of terror

By queenrexx

107K 17.7K 7.8K

cover by the talented @BYBcool *** Sembilan orang itu disebut Venom, sekelompok teroris yang perlahan-lahan t... More

before you read
1 - nine dangerous dorks
2 - cops and their own drama
3 - just another normal day for bunch of terrorist
4 - charles kale is trying his best
5 - why so serious, district aguare?
6 - our bonding time includes threat, wrestle, and cuddle
7 - we're destroying our homeland 'cause why not
8 - dumbest reason to get married
9 - here comes the big boss *dramatic explosion in the background*
10 - richy rich people not so richy anymore
11 - media, or also known as the biggest trash talker ever
12 - seven minutes in heaven, forever in hell
13 - another bonding time ft. grocery shopping
14 - fuck queen, long live bellezza
15 - death dresscode
16 - ask this v important issue as (not) anonymous
17 - who the frick let alpha name things? smh
18 - do you feel like a young god? because they do
19 - district vioren aka the WEAKEST district asking for help?! *fake gasp*
20 - my tech brings all the boys to the yard
21 - he's beauty he's grace he'll punch u in your face
22 - S I K E
23 - when trickster got tricked while tricking
24 - connor.exe has stopped working
25 - a quest to the deadly shoes, now with sequel
26 - lieutenant charles works hard but the devil works harder
QnA answers!!
27 - f is for failure we did together
28 - knock knock children it's murder time
29 - kale brothers, drama, and more drama
30 - goddamn which side you actually pick
31 - our favorite angry boy, truly an icon
32 - headline: local cinnamon roll trying to look tough
33 - a good day for work (unless you're cop or smth)
34 - join the alliance of asshole to be the assholest to ever asshole
35 - someone's DEAD, charles is STRESSED, connor is lying AGAIN
36 - *slides $5 to essence* tell me about the aliens
37 - "fank you" is when u can't decide whether to say fuck/thank you
38 - 2 bros sitting in the darkness 0 feet apart 'cause they're suicidal
39 - IS THIS YOUR KING?!
40 - HELL YEAH HE IS
41 - help, i have 11 main characters and this story is a disaster
42 - tracing the sharp edges of you
43 - last chill chapter of the goddamn story
45 - a completely makes sense ending
last a/n
QnA & a bit info
characters' info
GUESS WHAT

44 - i'm here to ruin your day

1.3K 296 164
By queenrexx

"CONNOR Kale, tersangka utama yang bertanggung jawab atas kasus teror bom Arterierrn, siang ini dibawa ke Markas Besar Kepolisian Petrova untuk diadili. Sesuai keputusan hakim Pengadilan Tinggi lima hari lalu, hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya adalah hukuman tembak mati."

oOo

Lima hari lalu, selain ada pengadilan, terjadi pula perdebatan.

Venom duduk mengelilingi meja makan bundar, tidak berbagi canda tawa seperti biasa, atau bahkan makanan. Suasana hati mereka waktu itu tak ubahnya cuaca buruk. Tidak ada senyum. Ketegangan pekat menggantung di udara.

"Tidakkah kalian sadar kalau kita hanyalah bidak sialan dalam permainan otak bos?" Andromeda masih kukuh mempertahankan poinnya, tidak peduli sudah sebanyak apa protes yang ia terima.

"Kita berusaha membalas budi karena dia menyelamatkan nyawa kita," Lucille bersikeras. Nada suaranya meninggi, ekspresi kian lama kian mendung, mengindikasikan kedatangan badai. "Inikah caramu berterima kasih? Aku mulai berpikir ada beberapa di antara kita yang tidak lagi menyayangi Bos."

"Aku menyayanginya," tukas Andromeda tenang. Pandangan netra toskanya kemudian dilayangkan ke sekeliling meja makan, menatap satu per satu kawan mereka, yang balas menatap tanpa mengurangi intensitas. Andromeda tak pernah merasa sebegini terpojok. "Namun, kenyataannya, kita semua lebih takut ketimbang sayang kepada Connor."

Berpasang-pasang mata sontak membelalak terkejut. Lucille kelihatan luar biasa tersinggung tetapi bungkam sepenuhnya. Ketika Andromeda tidak langsung mendapat respons, detik itulah dia tahu bahwa bukan cuma dirinya yang menyetujui pernyataan kontroversial barusan.

Dehaman canggung memecah keheningan singkat. Max menggeser bangkunya ke belakang, hendak berdiri. "Mari kita tidak usah membicarakan ini sekarang."

Tangan Valor seketika bertumpu di bahunya. "Fuck off. Bos tidak di sini dan sekaranglah saat yang tepat buat membicarakan ... apa pun yang sedang kita bicarakan tentangnya."

Lucille menoleh sambil merengut, seolah-olah menuduh, Kau juga?

Sebaliknya, Andromeda justru memberi anggukan, diam-diam bersyukur atas pembelaan pertama yang didapatkannya, terutama karena pembelaan itu berasal dari Valor.

"Dan kenapa baru sekarang topik ini dibahas?" tanya Jasper tiba-tiba.

"Karena tak pernah terpikirkan oleh kita untuk mendiskusikannya di mansion, atau di mana pun di dekat-dekat Connor, ketika dia sendiri berada dalam jangkauan dan berpotensi datang kapan saja. Sudah kubilang, kita semua takut—"

"Andromeda." Giliran Bellezza yang mencoba. "Connor menyelamatkan kita."

Gelengan. "Dia menyelamatkan lalu meminta kalian balas budi. Kasusku berbeda. Aku tidak perlu membalas budi karena aku tidak pernah butuh bantuan," tandas Andromeda. "Begitu pula Valor, bocah perajin besi dari Metalyon yang hidupnya normal-normal saja. Serta Alpha, yang bakal tetap menjadi kriminal dengan atau tanpa Venom. Kami tak bertemu Connor dalam keadaan sekarat. Kami bergabung sebab kami mau."

Valor tidak menyahut, tetapi semua tahu bahwa diamnya berarti persetujuan. Sementara Alpha tutup mulut karena alasan yang sama sekali lain: dia tidak mau terlibat.

"Sebenarnya," ucap Atlas pelan, "aku juga."

Anak miskin dari Vioren yang diajak menaklukkan negara—masih berkesempatan hidup sekalipun menolak. Tentu saja kau juga, batin Andromeda. Jelas-jelas cuma kita bertiga yang mampu berpikir jernih saat ini.

Jasper menghela napas panjang. "Beruntunglah kalian, kalau begitu," katanya. "Bagi kami yang ditemui Connor dalam keadaan sekarat dan patah arang, inilah satu-satunya pilihan kami untuk berterima kasih."

"Dengan menjadi teroris dan kriminal ternama."

"Maaf, Valor," cetus Ray tanpa disertai nada bersahabat, yang sesungguhnya jarang sekali ia gunakan, "kalau kau mau bilang menyesal atas semua perbuatan kita—"

"Aku tidak bilang begitu," buru-buru Valor menyela, sepintas terdengar panik. Kemudian dia membuang muka guna menghindari tatapan tajam yang dihujamkan Ray.

"Aku juga tidak," timpal Andromeda. "Aku hanya menunjukkan perspektif bos mengenai pembentukan kita—Venom, dan aku ingin kalian coba melihat melalui perspektif Valor, Atlas, dan aku sebagai anggota yang tidak terikat balas budi."

Atlas mengangguk seraya bersedekap. "Apa yang kita lakukan demi Connor sejauh ini telah melampaui harapan serta rencananya," ia menuturkan. "Pengeboman Hydra adalah akhir yang tidak sengaja kita lewati."

Alpha masih bungkam, duduk tidak nyaman di atas bangkunya. Barangkali hanya dia yang betul-betul menyukai tugas mereka, tidak ambil pusing soal siapa yang mesti membayar siapa, cukup berdiri untuk aksi dan aksi saja.

"Ya sudah," Lucille akhirnya kembali buka suara, kedengaran lebih rileks walau agak enggan. "Kau ingin kita berbuat apa kalau bukan menyelamatkan Bos? Bukan berarti aku bakal setuju, ya. Aku tetap berniat menyelamatkannya."

Andromeda melirik Atlas; Atlas menoleh ke arah Valor; Valor memelototi mereka berdua. Pilihan agar mereka berdiam dan tidak menyelamatkan Bos sudah diutarakan Andromeda beberapa saat lalu, dan dia tidak menerima dukungan barang satu orang pun. Kini, tampaknya Valor dan Atlas sedang mempertimbangkan ulang opsi tersebut.

Ketukan jemari Andromeda di permukaan meja menjalin sebuah nada. Segenap pilihan berkonsekuensi berenang-renang di benaknya, menunggu diambil dan diterapkan. Membiarkan Venom beraksi dalam jumlah enam orang niscaya menghancurkan solidaritas mereka, pun dia masih punya akal untuk merasa bersalah apabila skenario terburuk menimpa Connor.

"Bagaimana jika kita selamatkan Connor lalu akhiri semuanya?"

Atlas mempertahankan raut kalemnya selagi ide yang ia gagas memantul-mantul di seputar meja makan, melompat dari satu kepala ke kepala lain, keluar-masuk telinga orang-orang.

Andromeda langsung setuju. "Menyelamatkan kemudian diselamatkan. Terdengar cukup imbang buatku," sahutnya puas. "Lagi pula, Bos punya banyak kenalan yang bisa membantunya bersembunyi. Kita tinggal melangkah ke samping, pergi dan lupakan."

"Eh, tidak segampang itu," Max menanggapi ragu-ragu. "Wajah kita pasti sudah terpampang di mana-mana."

"Mayoritas penjahat di Aliansi Brengsek juga begitu, kok," dengus Valor. Ia mengernyit tatkala menerima beragam pandangan yang menyiratkan ketidakpercayaan. "Apa lihat-lihat?!"

Andromeda mengibaskan tangan. "Perkara bergabung atau tidaknya kita bersama Aliansi Penjahat mending dibahas belakangan saja. Sekarang, ada pertanyaan yang lebih mendesak dan aku penasaran apa jawaban kalian."

Timbul jeda selama sepersekian menit sampai mereka bersembilan berakhir mengutarakan kesepakatan. Menyelamatkan kemudian melepaskan sang bos—anak-anak ayam harus mulai belajar hidup mandiri.

Malam selepas diskusi panas itu, Jasper dan Lucille segera mengumpulkan informasi. Alpha merancang seragam baru dibantu mafia-mafia bawahan Lady Emely. Yang lain memanfaatkan istirahat serta latihan mereka sebaik mungkin.

Lima hari lantas berlalu. Tibalah Venom di masa kini, pada suatu sore nan berawan, sedang dalam perjalanan menuju Arterierrn menggunakan pesawat jet yang lagi-lagi merupakan pinjaman Lady Emely.

"Kau namakan apa seragam ini?" tanya Bellezza sembari menarik-narik fabrik seragam barunya yang berwarna hitam keunguan. "Kenapa tidak ada yang mengenakan Bunglon Berjoget?"

"Supervenom!" seru Alpha kegirangan (Norak sekali, Bellezza berkomentar dalam hati, sungguh tidak terkejut). "Bunglon Berjoget tidak membuat panas tubuh kita menghilang di hadapan CCTV yang dilengkapi sensor panas, jadi apa gunanya? Ditambah, Supervenom mempunyai lusinan keunggulan yang tak dimiliki seragam-seragam sebelumnya."

"Aku mengerti." Senorak-norak Supervenom terdengar, seragam itu nyatanya memang berfungsi sempurna. Bahannya kebal terhadap peluru, ledakan, bahkan bilah tajam. Terdapat cukup banyak senjata rahasia yang dapat mereka gunakan untuk taktik licik andaikan terdesak, seperti mata pisau di ujung sepatu dan sarung tangan berbuku-buku logam. "Namun," kata Bellezza, "haruskah Jasper, Max, Lucille, dan kau memakainya? Kalian tidak ikut andil dalam penyerangan langsung. Tidak usah khawatirkan CCTV."

Manik violet Alpha memicing, rautnya berubah serius. "Itu karena aku memaksimalkan peluang kita supaya bisa keluar hidup-hidup."

oOo

Jet melaju menembus awan. Cakrawala oranye membentang di jendela kokpit selagi Max mengeratkan cengkeramannya pada tuas kendali.

"Memasuki kawasan Distrik Louveena," Max setengah mengumumkan setengah menggumam ke mikrofon, sadar betul tidak ada yang mendengarkan. Para anggota Venom lain tengah mempersiapkan diri di kabin, sedangkan Jasper yang berjanji akan menemaninya justru ketiduran di kursi kopilot.

Perairan biru di bawah mereka berangsur-angsur digantikan bentang alam hijau berselimut salju. Di balik pegunungan, matahari mulai terbenam. Ketiadaan lampu maupun listrik membantu menyembunyikan jet di antara awan-awan.

Jalur ini merupakan yang paling ideal karena keamanan perbatasan Distrik Louveena dengan laut lepas masih belum seketat di distrik-distrik lain. Suku Arigin juga bukan yang paling jeli—mereka niscaya mendongak ke atas dan mengira jet sebagai burung pemangsa raksasa. Persoalan ini barangkali akan diurus Elite Sembilan ke depannya, tetapi untuk sekarang, mereka jelas punya prioritas lain.

Max menambah kecepatan begitu mereka hampir tiba di perbatasan Distrik Petrova. Lady Emely memastikan jet sudah dipasangi penangkal sensor; alat yang sama yang digunakan kapal pesiarnya demi menghindari pelacakan satelit.

Bukan berarti perjalanan ini bakal berlangsung hening, pikir Max. Sebelah tangannya menggapai kepala dan mencopot bandana bermotif hati yang bertengger di sana. Itu kepunyaan Lucille; Max meminjamnya karena surai pirang ikalnya sedang berada di tahap tanggung alias 'terlalu panjang kalau dibiarkan sekaligus terlalu sayang kalau dipotong'. Menggantikan fungsi bandana, kacamata hitam yang tadinya tersangkut di hidung Max digeser ke atas kening, menyingkirkan poni yang mulai jatuh menghalangi mata.

Max menyeringai puas menyadari jarak perjalanan yang kian menipis. Ia lagi-lagi menarik mikrofon dari panel langit-langit, mengetuk-ngetuknya sejenak sehingga menimbulkan bunyi derak halus yang membangunkan Jasper, dan sudah pasti merebut perhatian orang-orang di kabin yang mendengar melalui pengeras suara.

"Selamat malam, penumpang yang berbahagia, ini pilot kalian yang berbicara," ucap Max. Lalu, untuk jaga-jaga kalau ada yang tidak memperhatikan, dia menambahkan, "DAN INI PILOT KALIAN YANG BERTERIAK! Pemberitahuan bahwa kita tinggal lima menit menuju Sektor Pusat Petrova. Terima kasih telah terbang bersama maskapai kami."

Jasper menghela napas. "Haruskah kau melakukan itu?"

"Ayolah, aku berusaha menghibur kita." Max terkekeh. Kepalan tangannya meninju bahu Jasper main-main, tetapi yang ditinju malah memelototinya seolah-olah menantang Max supaya meninju lebih keras.

Kalau perlu sampai mati. Maksud Jasper memang selalu mudah ditebak.

"Misi ini pasti menyenangkan bagimu," ujar Max tanpa mengalihkan perhatian dari jendela kokpit.

"Kenapa?"

"Kemungkinan tewasnya besar."

Jasper tidak langsung merespons. Cukup lama dia terdiam sampai markas kepolisian Petrova muncul di pandangan. "Oh, lihat itu," komentarnya.

Kompleks Markas Besar Kepolisian Petrova menjulang gagah di perbatasan antara Sektor Pusat dengan Sektor Peralihan, menyambut tamu-tamu di garis depan bagai karpet selamat datang yang berbahaya. Tiga bangunan bercat perak berdiri di lahan nan luas. Bangunan paling besar yang terletak di tengah berbentuk melebar, atapnya landai sehingga bisa dialihfungsikan sebagai pendaratan helikopter. Dua bangunan lain yang mengapit bangunan utama merupakan gedung arsip lima lantai serta klinik darurat. Lapangan beton bergaris-garis membentang di hadapan ketiganya.

Mengelilingi semua itu adalah dinding-dinding tinggi berpasak-pasak besi. Gerbang markas tertutup rapat dan dijaga ketat oleh beberapa petugas bersenjata.

Kecepatan jet berkurang drastis selagi Max menukik melintasi gerbang. Atap markas kini berada begitu dekat di balik jendela kokpit.

"Pegangan," Max mengumumkan peringatan yang tidak perlu ke mikrofon. Kesepuluh jemarinya bergerak lincah di atas panel kendali, melompat dari tombol ke tombol dan tuas ke tuas sehingga kesannya seperti dioperasikan secara asal-asalan.

Namun, respons jet menandakan bahwa Max tahu apa yang sedang ia lakukan; mesinnya berdenging dan bergetar halus. Detik berikut Max menekan tombol, jet memuntahkan puluhan misil yang langsung menghancurkan lapangan serta bangunan utama markas kepolisian.

Jet berputar-putar lambat di udara. Hujan misil yang senantiasa konstan mengarah pada satu titik baru berhenti setelah Max mendaratkan jet di atap landai bangunan utama, moncongnya menghadap lapangan dan sedikit menyerong ke kanan. Dalam posisi seperti itu, jet hampir-hampir terkesan bagai replika pesawat yang kebesaran.

"Kau melakukan pendaratan sambil tetap menyerang. Itu sangat ... " Jasper mengerjap-ngerjap kagum. Ditatapnya Max yang sudah pasang ekspresi pongah. "Merepotkan."

"Kuanggap itu sebagai pujian. Sekarang pergilah, jalankan tugasmu." Max membuat gestur mengusir, dan Jasper segera mencopot sabuk pengaman lalu berlari-lari kecil ke luar kokpit.

Jasper mendapati pintu masuk kabin telah terbuka. Di ambangnya, tampak Atlas, Bellezza, Andromeda, dan Duo Kijang tengah melakukan persiapan akhir.

"Helm," pinta Bellezza. Alpha dan Lucille segera membawakan lima buah helm full face berkaca hitam bak pelayan nan patuh, tetapi secepatnya setelah itu, mereka juga disibukkan tugas masing-masing. Lucille mengutak-atik empat laptop sekaligus sebagaimana biasa sedangkan Alpha kelihatan luar biasa antusias dengan arloji baru di pergelangannya.

Jam pemindai lokasi adalah nama resmi arloji tersebut. Namun, sebab Alpha adalah Alpha, ia bersikeras menyebutnya Bukan Arloji Biasa alias BAB.

Lima anggota Venom yang bertugas lapangan lekas melompat turun. Alpha turut serta di belakang mereka, nyaris terjungkal saking terpakunya dia dengan BAB, tetapi Bellezza cukup cepat untuk mencegah wajah kawannya mencium tanah.

Bellezza menepuk-nepuk bahu Alpha. "Kami duluan," katanya, mengangguk kepada Andromeda, rencana sudah di luar kepala. "Semoga beruntung."

Alpha luput menyaksikan sepasang mata-mata itu menghilang di balik pintu rooftop, fokus masih tersita arloji ajaibnya.

Setelah beberapa sentuhan pamungkas, BAB berbunyi. Belasan perangkat kecil tiba-tiba saja terlontar dari arloji lalu mendesing gesit ke bawah atap, menyelinap masuk lewat celah manapun yang memungkinkan. "Selesai!" Alpha bersorak tatkala layar hologram persegi muncul di depannya.

BAB adalah terobosan baru yang dibuat Alpha selama Venom bernaung di bawah belas kasihan Lady Emely. Arloji itu mengizinkan penggunanya untuk memindai denah kasar sebuah lokasi, memberi gambaran mengenai letak-letak ruangan dan sebagainya. Pemindai itu sendiri dibawa oleh perangkat eksternal BAB—dua belas drone superkecil—yang akan langsung mengirim data denah ke arloji setelah sebuah lokasi berhasil dipindai.

Alat ini akan mempercepat pencarian Connor.

Memindai seluruh tempat terutama yang luas memang memakan waktu lama, tetapi pengguna bisa mengakalinya dengan mengatur drone agar memindai lokasi yang lebih kecil dari sebuah tempat. Seperti barusan, Alpha hanya memindai lantai teratas di sayap kiri bangunan utama alih-alih keseluruhan markas, sehingga data denah datang lebih cepat ke arlojinya.

Alpha memperhatikan denah dua dimensi bergerak-gerak. Ruangan saling bergerak dan berpindah-pindah ke lokasi yang tepat, menyesuaikan diri dengan setiap data-data baru yang dikirim drone.

"Periksa tiga ruangan di sudut ini dan abaikan sisanya." Alpha menunjuk tiga petak ruangan di denah hologram, bolak-balik menatap Atlas dan Duo Kijang. "Tunggu aba-abaku di lantai selanjutnya. Semangat mencari Bos, kawan-kawan!"

oOo

Aksi Venom berjalan mulus sepanjang sepuluh menit berselang. Seragam Supervenom terbukti efektif dan teramat kuat, Bellezza dan Andromeda sama-sama membuktikannya dengan tetap selamat selepas ditembaki segelintir petugas polisi di bangunan utama.

Tujuan utama misi bukanlah penghancuran. Alhasil, kedua mata-mata mesti menghindari segala hambatan alih-alih mengonfrontasinya, sebab mereka dituntut agar cepat dan berpacu melawan waktu. Misi ini sama saja seperti penyelamatan Ray, cuma berbeda pihak yang diselamatkan serta tingkat bahayanya.

Andromeda dan Bellezza saling bergantian melontarkan granat ke setiap petugas yang mengacungkan senjata, keramaian membelah selagi mereka melintas. Jika ada yang kabur memanggil bantuan, mereka takkan repot-repot mengejar dan justru berlari lebih kencang. Lokasi ruang kendali CCTV telah tersimpan di ingatan masing-masing, Bellezza menguak informasi itu secara paksa dari seorang petugas tak bernama yang kini terkulai pingsan di suatu tempat jauh di belakang.

Alarm api menyala di hampir setiap koridor dan lorong, merespons kobaran yang dihasilkan asap ledakan granat. Kedua mata-mata Venom terus memacu kaki, berbelok dan meluncur di tangga, sesekali melayangkan tinju acapkali ada yang mencoba melawan. Di sekeliling mereka, orang-orang berlarian sambil menjerit-jerit dalam rangka mencari tempat persembunyian.

Bellezza heran mengapa mereka belum menemui satu pun polisi profesional. Lawan yang setara—polisi-polisi lapangan bahkan anggota Elite Sembilan, bukan petugas keamanan remeh bersenjatakan pistol apalagi pekerja-pekerja kantoran berdasi yang biasa menghabiskan waktu di ruangan tertutup. Dia yakin Andromeda juga berpendapat serupa, tetapi mereka berdua memutuskan tutup mulut, enggan membuat situasi semakin mendung dengan menyampaikan asumsi-asumsi tak menyenangkan.

Setibanya mereka di depan pintu ruangan tujuan, Bellezza dan Andromeda dihadapkan oleh pemindai kornea, sidik jari, dan kartu identitas.

Andromeda segera mengeluarkan benda logam sepanjang sepuluh sentimeter dari saku seragamnya. Benda itu kurus dan sekilas terkesan bagai sumpit yang kependekan. Namun, saat Andromeda mendekatkan logam ke pemindai, ujungnya serta-merta terbuka dan memunculkan enam buah bilah melengkung seukuran tusuk gigi. Enam bilah mekar di seputar mulut logam bagaikan kaki laba-laba.

Satu per satu pemindai mati usai ditancap keenam kaki laba-laba logam. Kemudian pintu bergeser terbuka otomatis.

"Spider Hack," Andromeda bergumam di balik kaca hitam helm. "Pastikan Alpha tahu benda ini sudah mempunyai nama paten."

Bellezza hampir tertawa. "Akan kuingat itu baik-baik."

Mengayunkan kaki ke dalam ruangan, Andromeda langsung disambut kira-kira dua puluh peluru yang menyasar tungkainya. Supervenom bertahan tak tertembus. Bahannya memantulkan peluru-peluru ke tanah seolah mereka terbuat dari karet.

Granat lantas dibanting ke sana kemari, senjata api dikeluarkan, senjata tajam dihunus. Tidak butuh waktu lama hingga Andromeda dan Bellezza menjadi satu-satunya manusia hidup di ruang kendali CCTV. Karena didesak waktu, pembunuhan mereka tidak sebersih biasanya. Darah berkubang di lantai dan memuncrat ke lantai. Satu layar CCTV mati total gara-gara terkena peluru salah sasaran.

Firasat Bellezza kian tidak enak. Ia memperhatikan Andromeda berkutat di panel kendali CCTV, sekali lagi menggunakan Spider Hack untuk meretas keseluruhan komputer.

"Mungkin itu bukan hasil tembakan kita," kata Andromeda sambil lalu. Sebelah tangannya menyelinap ke helm dan menyentuh alat komunikasi yang terpasang di telinga. "Lucille," panggilnya. "Data rekaman CCTV hari ini siap ditransfer. Kau perlu semua kamera? Ah, baik."

Selagi Valor, Atlas, dan Ray mencari Connor secara manual dari pintu ke pintu sesuai arahan Alpha, Andromeda dan Bellezza akan mengecek CCTV untuk memastikan ke mana Connor dibawa berdasarkan rekaman kamera. Tugas ini bisa saja dioperasikan Andromeda dan Bellezza seorang, tetapi tidak ada salahnya berpencar guna memperbesar peluang, terutama setelah kini mereka mempunyai Bukan Arloji Biasa.

Lucille dan Jasper memulai dari CCTV di lobi utama, mengulang rekaman pada waktu yang berdekatan dengan penayangan berita penangkapan Connor tadi siang. Saat itu, tampak belasan polisi menggiring kedatangan Connor melalui pintu depan. Mulut dan hidung Connor tertutup masker, alhasil hanya mata serta pucuk kepalanya saja yang tampak.

Kedua penyadap mengikuti penggiringan itu, melompat dari satu kamera CCTV ke kamera CCTV lain yang telah diretas Andromeda untuk mereka.

Bellezza menatap rekannya dan pintu masuk ruang kendali silih berganti, menunggu sedikit tak sabaran sembari mengetuk-ngetukkan sepatu ke lantai. Sepasang tangannya masih mencengkeram gagang pistol bekas pertarungan barusan. Siapa pun yang masuk nanti, ia takkan segan-segan menembak mereka di kepala.

"Bagus," kata Andromeda tiba-tiba. Bellezza mencermati pundak gadis itu akhirnya rileks setelah sekian lama tegang akibat menunggu. "Ya, kami segera ke jet. Trims, Luci, Jasp."

"Mereka dapat ruangan Bos?"

"Sayap kiri lantai tiga. Itu berarti bagian Duo Kijang dan Atlas." Andromeda menyakukan kembali Spider Hack, jemarinya gemetar. "Kita harus bergegas."

Mereka membalikkan tubuh ke pintu geser otomatis yang terbuka lebar, bersiap-siap lari. Namun, alangkah terkejutnya Bellezza tatkala merasakan sebuah lengan mencekik lehernya dari belakang. "Andromeda—?"

Bantingan terdengar di belakang Bellezza, disusul erangan yang tiada lain merupakan suara kawannya. Sejak kapan ada orang lain bersembunyi di sini? Di mana letak persembunyian mereka? Manik cokelat Bellezza jelalatan menelaah ruangan, kedua kakinya terangkat dan menendang-nendang udara.

Ujung sepatu Bellezza berakhir mengenai sesuatu di depannya yang awalnya tidak ia lihat. Sang mata-mata sontak berhenti. Sesuatu yang tak kasatmata.

Bellezza meraung dan memberontak. Tentu saja kerja sama Elite Sembilan membuahkan keuntungan bagi pihak kepolisian, semisal fakta bahwa mereka kini mampu mengaplikasikan kostum canggih Hydra kepada para polisi.

Tangan-tangan lain menarik helm Bellezza hingga terbuka. Pertahanan terakhir yang melindungi identitasnya ialah masker hitam, dan itu pun juga dilepas secara kasar. Bellezza memperhatikan figur-figur polisi yang terbentuk berkat cahaya lampu, menyatu dengan sekeliling mereka tetapi tidak benar-benar menghilang. Bunglon.

"Jebakan! Ini jebakan!" Andromeda berteriak putus asa, suaranya yang teredam berangsur jernih setelah helm dan maskernya ditanggalkan, berikut alat komunikasinya yang masih tersambung kepada Lucille. "Lari!"

Tembakan bergema di atap bangunan. Namun, itu bukanlah bunyi khas yang berasal dari persenjataan jet. Max, Jasper, dan Lucille tidak berhasil kabur.

oOo

Atlas mendapati Alpha mendadak berhenti berceloteh, tepat selepas dia dan Duo Kijang telah berdiri di hadapan pintu ruang tahanan Connor. Ray segera duduk dan mengeluarkan sebaris peralatan yang biasa digunakannya mencungkil pintu. Ruang tahanan di markas kepolisian bukanlah tempat eksklusif yang dilengkapi pengamanan lengkap sebagaimana penjara. Para penjahat hanya berada di sini untuk interogasi, penahanan sementara, atau vonis mati.

Ray bekerja cepat, membongkar kunci demi kunci dengan jemari terlatih. Atlas tetap diam mengawasi sekitar bersama Valor. Tubuh-tubuh petugas polisi yang bertugas menjaga ruang tahanan bergelimpangan di seputar kaki mereka, tidak bernyawa.

Bunyi klik kencang kemudian terdengar. Valor dan Atlas sama-sama menolehkan kepala begitu cepat ke arah Ray yang tersenyum lebar.

Pintu otomatis bergeser. Ray masuk paling dulu, disusul Atlas. Valor melayangkan pandang sekali lagi ke sepanjang koridor sebelum membiarkan pintu tertutup di belakangnya.

Ruang tahanan mengungkung mereka bertiga—berempat—dalam keheningan. Ada satu meja persegi dan dua bangku yang saling berhadapan, salah satunya ditempati seorang lelaki. Borgol yang menahan pergelangan tangannya tertambat pada rantai di meja, sedangkan separuh bawah wajahnya dilindungi masker.

Kepala Connor sudah terangkat dan netra hijaunya membelalak melihat kehadiran mereka, sorotnya ganjil dan hampir-hampir terkesan asing. Surai keemasannya lebih pendek dibanding yang Atlas ingat, tetapi itu hampir dua bulan lalu. Perubahan di situasi semacam ini merupakan hal yang niscaya.

"Bos." Napas Ray tercekat di tenggorokan. Ia merangsek maju, berinisiatif membukakan borgol. Connor menatap pemuda itu sambil berbinar-binar.

Alpha belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bicara. Tidak bisa menyingkirkan perasaan tidak enak di hati, jemari Atlas refleks menggapai pistol.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Atlas berbalik, tidak menemukan siapa-siapa kecuali Valor yang juga sudah bersiaga, belati dan pistol teracung ke kehampaan.

Detik ketika Atlas menyadari apa yang terjadi adalah detik ketika hantaman keras benda tumpul menghajar perutnya. Ia jatuh tersungkur sambil menahan muntah, pistolnya terlepas. Dalam posisi tak menguntungkan itu, giliran punggung Atlas yang menerima hantaman, bertubi-tubi, memaksanya berbaring tengkurap di lantai. Pandangannya terlalu berair untuk melihat siapa penyerang mereka.

Valor tumbang semudah dirinya, tidak sadarkan diri dengan pelipis mengucurkan darah. Ray barangkali juga sama, anak malang itu.

Supervenom tidak dibuat kebal terhadap serangan fisik dan inilah akibatnya. Mereka selamat melawan peluru dan ledakan, tetapi ayunan benda tumpul berhasil melumpuhkan Atlas hingga tak berkutik.

Atlas merasakan tubuhnya dibalik, menjumpai lampu alih-alih wajah seseorang. Memang teknisnya begitu, sebab kepolisian sedang mengenakan seragam yang membuat tubuh mereka lenyap layaknya bunglon. Layaknya Venom beberapa waktu lalu.

Kalah dan terluka, Atlas berusaha menoleh. Connor ternyata berjongkok di sisinya, kedua tangan bebas dari borgol. Para polisi tidak ada yang repot-repot memborgolnya ulang.

"Bos?" Atlas bertanya parau. Sempat ia terpikir pengkhianatan, tetapi ini mungkin jauh lebih buruk. Tipuan. Jebakan.

"Sayang sekali," katanya dengan suara yang jelas-jelas bukan milik Connor Kale. Seolah semua itu belum cukup mengonfirmasi dugaan terlambat Atlas, Connor palsu menarik masker. "Aku bukan bosmu."

Rambut emas dan iris hijau—betapa persamaan fisik anyar dapat menipu jika dilakukan secara apik. Sosok Chief Jessamy Griender menjadi pengantar tidur panjang Atlas hari itu, pengingat kelam akan kegagalan mereka.[]

A/N: MAAF TERLAMBAT UPDATE!!! bukan karena sibuk tapi karena fangirl haikyuu lagi, sorry :( and so far ini chapter paling susah ditulis HUH i hope my back pain worth it

btw kepada semua penulis yg punggungnya sakit karena kebanyakan duduk, saran rex adalah belajar kayang.

THANK YOU FOR YOUR SUPPORT🧡🧡🧡 (engga kok belom tamat, dikiiiit lagi)

regards,
-Queen Rex

Continue Reading

You'll Also Like

611 139 36
***Mengandung gore dan sadisme*** Update setiap Jumat, pk. 17.00 (Di Karyakarsa sudah sampai Chapter 30) Daniel, seorang manusia biasa, tahu-tahu saj...
106K 15.7K 61
[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Zevania Sylvianna, seorang gadis pecinta k...
24.6K 5.6K 107
Cerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA...
51.6K 8.9K 17
Apa jadinya jika bumi dan seisinya berkata: kami minta ganti rugi. - Kumpulan cerpen tentang bumi dan seisinya. [ CERPEN ] © k i r a n a d a Update s...