NATA [Selesai]โœ“

By trajec70ries

909K 96.9K 6K

Versi novel tersedia di Shopee Firaz Media. *** Adinata Emery Orlando merupakan pemuda yang tidak bisa mengek... More

PROLOGUE
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
EPILOGUE
For you...
Sequel?
๐Ÿ“ŒSkema Nestapa
ยฐโ€ข Elegi & Tawa โ€ขยฐ
MAU TANYA
INPO TERBIT MAZEHHH
VOTE COVER
PILIH BONUS NOVEL
OPEN PO

CHAPTER 11

19.5K 2.4K 78
By trajec70ries

#11

Keajaiban kini tengah terjadi di basecamp geng bobrok yang beranggotakan enam manusia itu. Kamera pun sedari tadi tak henti-hentinya menyoroti wajah Diki-- guna mengabadikan momen langka ini. Lelaki itu kini tengah belajar bersama Nata. Suatu keajaiban selama 17 tahun Diki hidup, yaitu belajar.

Alasan dibalik ini semua karena perintah Daffa. Pria itu memberi syarat agar Diki belajar dan meningkatkan kualitas otak setidaknya 0,00001%-- baru Daffa akan memaafkan Diki dan merestui hubungannya dengan sang adik. Walau realitanya, Zana belum juga mau menerima Diki. Miris.

Fikri menjepit hidungnya dengan kedua tangan. "Saya mencium bau-bau kebucinan."

Diki menatap nyalang. "Masih gue dengerin, belum gue copot jantung lo!"

"Aku nggak denger, aku tutup mata." Ucap Fikri dengan telapak tangannya yang menutupi kedua mata.

Zikri memejamkan matanya, lalu meraba dada Fikri. "Sepertinya saya melihat banyak kebegoan yang natural dalam diri anda.

"Makasih buat yang lebih bego." Jawab Fikri.

Nata menatap mereka bertiga dengan datar, si empu yang memang tengah meminta bantuan Nata pun memberikan cengiran kudanya.

"Kasih soal yang nggak susah dong Nat. Ini susah banget dah suwer." Keluh Diki.

Nata menarik kembali lembar soal itu-- dan seperti yang ia lakukan pada Elzi tadi. Ia mengerjakan-nya hingga selesai sebagai contoh, lalu membuatkan Diki soal yang hampir serupa.

Di basecamp kini hanya ada mereka berempat. Daffa dan Regan tengah keluar untuk mencari makanan.

Nata melihat Diki yang tengah berkutat dengan soal, lalu ia mengalihkan pandangannya kepada dua manusia kembar yang tengah memakan cemilannya.

"Nggak mau belajar?"

Mendengar pertanyaan Nata sontak Zikri pun langsung tersedak. "Belajar? Kata kerja jenis apa itu?"

"Kita udah pernah Nat. Berat, biar Diki aja." Fikri ikut menimpali.

"Gini nih, kalo otak cuma 1/4 sendok nyam-nyam." Celetuk Diki dengan mata yang masih fokus pada buku.

"Ikan hiu makan permen. Pakyu men!"

"Udah pinter pantun lo? Kapan ke rumah Jarjit? Kok nggak ngajak gue?" celetuk Zikri.

"Gue gibeng lo!"

Decakan kesal akhirnya lolos dari bibir Nata. Sepertinya sulit sekali mengembalikan kewarasan mereka semua. Ingin rasanya Nata menengadahkan tangannya dan berdoa demi kualitas otak mereka yang tergolong kecil.

"Nat gue mau tanya nih. Lo 'kan pinter siapa tau bisa bantu gue." Ucap Zikri.

Nata mengangkat alisnya-- mempersilahkan Zikri untuk angkat bicara.

"Emang bener kalo daun telinga nggak disiram air bakal layu?"

"Idagot." Celetuk Nata.

"Apaan tuh?" tanya Zikri.

"Idiot dari zigot." Jawab Nata dengan mimik datarnya.

Mendengar ejekan Nata membuat Diki dan Fikri terbahak.

Zikri mengusap dadanya. "Kata-kata lo Nat, tembus sampe jantung."

Pria dingin itu tak menggubris lagi, ia lebih memilih mengerahkan seluruh atensinya pada benda pipih digenggamannya.

"Nata gitu yah, sekali ngomong bau kentut." Curhat Zikri mendramatisir.

"Makanya, Zik. Jangan mentang-mentang bego gratis sama lo di borong semua." Celetuk Diki usai meredam tawanya.

Fikri menggeleng sembari menepuk-nepuk pundak kembarannya. "Makanya bodohnya jangan diformalin. Awet 'kan jadinya."

Kepala Zikri menengadah ke atas, lalu menepuk-nepuk dadanya. Memasang mimik seolah ia satu-satunya manusia yang paling terdzolimi di dunia ini.

"Assalamualaikum ya ahli neraka!"

Presensi dua sahabatnya di ambang pintu membuat mereka terdiam untuk sesaat.

"Salamnya anak ganteng tuh dijawab." Sindir Daffa.

"Revisi dulu salam lo!" sahut Zikri.

"Assalamualaikum ya ahli syurgah!"

Jeda beberapa saat sebelum mereka semua menjawab, "wa'alaikumsalam ya ahli neraka!"

"Kampret." Umpat Daffa yang mengundang tawa mereka semua.

Nata pun iku terkekeh, sebelum akhirnya ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Lalu ia meraih kunci motor serta jaket dengan gambar harimau di bagian punggungnya.

"Mau kemana lo? Gue baru aja dateng, udah main pergi aja lo."

Nata menepuk pundak Regan dan Daffa yang masih berdiri di ambang pintu.

"Cabut duluan." Pamitnya yang langsung melenggang pergi.

"Kemana dia?" tanya Regan kepada 3 manusia dihadapannya.

"Bengkel." Jawab Zikri.

Kening Regan mengerut, "motor dia rusak?"

"Akhlaq-nya yang rusak." Celetuk Zikri.

Ternyata masih dendam sodara-sodara.

***

Aroma khas kopi langsung menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Elzi. Bola matanya menelisik tiap sudut kafe minimalis ini. Pandangannya pun langsung terpaku kepada sosok pria yang tengah berkutat dengan laptop di hadapannya.

Elzi menyempatkan diri terlebih dahulu untuk memesan minuman dan makanan. Kemudian, kaki jenjangnya pun bergerak maju--mendekati objeknya.

Mengetahui Elzi telah datang, pria itu langsung melihat jam hitam di pergelangan tangannya.

"Telat tiga menit." Sambut Nata.

Lengkungan yang sempat menghiasi wajah Elzi seketika luntur. Elzi meniup poninya kesal.

"Iya-iya bawel! Telat tiga menit udah kayak telat tiga tahun." Cibir Elzi sembari meletakkan sling bag dan duduk disamping Nata.

Mereka berdua memang melakukan janji untuk belajar di kafe siang ini. Banyaknya materi yang harus Elzi kejar karena ketertinggalan, mengharuskan mereka berdua belajar lebih keras dari biasanya. Yah, menggunakan Hari Sabtu dan Minggu mereka contohnya. Dua hari yang paling di tunggu para siswa untuk sekedar melepas penat.

Mengingat sisa waktu yang mereka miliki pun tidaklah banyak. Jadi, mau tak mau dua insan itu harus tetap mengasah kemampuan otak mereka.

Nata menyodorkan laptopnya kepada Elzi. "Lihat video ini, penjelasannya gampang dipahami."

Elzi mengangguk, ia mulai mengambil alat tulis guna mencatat beberapa poin yang di tampilkan dalam video itu. Sedangkan Nata, pria itu lebih memilih menyibukkan diri dengan buku baru yang ia pinjam di perpustakaan siang tadi. Dengan sesekali menyeruput secangkir vanila latte-- tak jarang keningnya pun berkerut dengan bola mata yang terus menelisik isi buku-nya.

"Ini kak pesanannya." Ucap seorang waitress. Sembari meletakkan secangkir matcha latte dan cheese toast di meja-- bola mata karyawan itu tak pernah lepas untuk memperhatikan Elzi.

Nata yang menyadarinya pun ikut memutar lensanya-- mencari apa yang aneh dari Elzi. Bersamaan dengan bola matanya yang menelisik Elzi, pria itu mendengus kecil. Sehari saja gadis itu tidak merepotkannya mungkin tidak bisa, pikir Nata.

"Terimakasih." Ucap Elzi sopan yang kemudian dibalas senyuman oleh karyawan itu.

Seperginya karyawan tersebut, Nata mengambil jaket yang ia biarkan menganggur di meja. Dilemparnya jaket itu ke Elzi yang sontak membuat gadis itu terpekik kaget, lalu menatap Nata garang,

"Apa-apaan sih lo?!"

Masih dengan mengotak-atik benda 6 inci di tangannya, Nata menjawab. "Tutup paha lo."

Elzi langsung memutar arah pandangnya ke pahanya sendiri, "nggak ada yang salah sama paha gue. Emang kenapa?"

Pria itu berdecak. "Belajar atau buka pertunjukan paha?" ujarnya masih dingin serta logis.

"Paha-paha gue. Lo yang sewot si."

"Gue nggak maksa." Jawab Nata enteng.

Sejujurnya Nata tidak suka keadaan seperti ini. Mejanya kini menjadi pusat perhatian karena gadis bebal di sampingnya itu. Ia benci tempatnya menjadi pusat perhatian. Ck, gadis disampingnya itu benar-benar keras kepala.

Elzi diam-diam mengedarkan netranya, ia menemukan tak sedikit laki-laki yang memang mencuri pandang kepadanya. Elzi juga baru sadar, pengunjung kafe ini dominan dengan pria seumuran dengannya dan Nata. Gadis itu meneguk salivanya kasar, tangannya pun meraba jaket milik pria kaku itu.

"Ya udah kalo lo maksa." Ujarnya yang langsung meletakkan jaket itu di atas paha.

Nata mendengus kecil. Baru sadar ternyata, dari tadi kemana saja?

***

Tak terasa satu jam sudah mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk belajar di kafe. Usai membayar pesanan mereka, Elzi dan Nata kini sudah berada di pelataran kafe.

"Gue nggak bawa kendaraan." Celetuk Elzi.

Nata yang sudah menaiki motornya langsung menatap Elzi. Lalu, ia hanya mengangguk sebagai respon.

Elzi meniup poninya, lalu bibirnya mulai mencibir tidak jelas.

"Nggak peka banget jadi makhluk hidup."

Baru memasuki tiga langkah, panggilan dari belakangnya membuat senyum Elzi merekah. Gadis itu membalikkan badannya dengan senyuman manis. Mungkin Nata berubah pikiran, dan akan mengantarkannya pulang. Lumayan, hitung-hitung menghemat uang sakunya.

"Jaket gue." Ucap Nata.

Elzi menerjapkan matanya. Sepertinya Elzi harus segera bangun dan melihat realita bahwa Nata itu makhluk tak berperasaan.

"Ck, nih!" Ucapnya sembari mengulurkan jaket Nata dalam genggamannya.

Nata memakai jaketnya, kemudian menatap Elzi. "Kalo bareng gue, pake pakaian yang tertutup."

"Kenapa lo jadi ngatur-ngatur gue?!"

Nata memutar obsidiannya jengah. "Gue ikut risih."

"Mau nggak pake baju pun, gue nggak peduli selagi lo nggak lagi bareng gue."

Elzi melototkan matanya. "Kok lo ngomongnya gitu sih!"

Pria itu hanya menaikkan sebelah bahunya acuh, sebelum akhirnya pergi melesat bersama motornya.

Elzi menghentak-hentakkan kakinya kesal. Nata selalu saja menunjukan sisi menyebalkannya. Tidak bisakah sehari saja ia menyembunyikan dulu sifat tengilnya? Benar-benar membuat Elzi erosi.

Belum lagi ponselnya pun lowbat, alhasil ia tak bisa meminta jemput ataupun memesan ojek online. Mau tak mau ia harus menunggu taxi lewat.

"Ini taxi pada kemana sih! Lagi mogok berjamaah apa gimana. Lama amat!"

"Dipikir nunggu itu nggak capek apa?"

"Apalagi tanpa kepastian!"

"Sakitnya sampai ke rongga pernapasan tau!"

Elzi terus saja mencak-mencak tidak jelas. Hingga lensanya mendapati seorang nenek tua yang tengah kesulitan menyebrang. Elzi langsung saja menyebrang guna menghampiri nenek tersebut.

Setibanya disana, Elzi menghampiri nenek tersebut, "mari saya bantu, Nek."

Nenek tersebut pun tersenyum hangat, lalu menggenggam tangan Elzi. Dituntunnya nenek tersebut oleh Elzi guna menyebrangi jalan raya.

Bunyi klakson mobil dari kejauhan membuat Elzi terperanjat kaget.

"Santuy dong Pak! Nggak lihat mobil bapak sama saya masih LDR-an. Ngebet banget bikin jantungan orang!" omel Elzi yang tentu tak akan di dengar oleh sang pengendara karena sudah melesat jauh.

Setelah sukses menepi, Elzi melihat sang nenek yang tengah tersenyum geli karena tingkahnya.

"Nenek nggak papa?" tanya Elzi yang masih khawatir perihal klakson itu.

"Nggak papa. Terimakasih yah sudah bantu nenek."

Elzi mengangguk. "Sama-sama, Nek."

"Ternyata kamu gadis yang pemberani, lucu juga." ucap sang nenek dengan senyuman hangatnya.

Mendengar pujian itu membuat Elzi menggaruk tengkuknya. "Maaf, Nek. Elzi memang sedikit bar-bar."

"Oohh, nama kamu Elzi? Cantik kayak orangnya."

Elzi tersipu malu. "Jangan gitu, Nek. Entar saya jungkir balik di jalan loh karena pujian nenek." Kelakarnya.

Sang nenek pun tertawa. Gadis di depannya memang unik, pikirnya.

"Panggil saya, Omah Ola saja, ya?" pinta sang nenek.

"Omah Ola?" Elzi mencoba meyakinkan.

Sang nenek pun mengangguk.

"Siap Omah Ola."

Tak berselang lama, sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan dua wanita berbeda umur itu.

"Mobilnya sudah siap omah." Ucap sang supir mobil.

Omah Ola mengangguk, lalu memutar arah pandangnya kepada Elzi.

"Elzi mau kemana?" tanya Omah Ola.

"Ini mau pulang omah." Jawabnya yang tak lupa disisipkan dengan senyuman.

Omah memegang tangan Elzi, "bareng sama Omah yuk?"

Elzi tersenyum kaku. "Nggak usah omah. Rumah Elzi masih agak jauh soalnya."

Wanita berumur itu menggeleng, "nggak papa. Omah juga pengin ngobrol banyak sama Elzi."

"Tapi... "

"Kalau merasa nggak enak. Anggap saja ini balas budi dari omah."

Elzi nampak berfikir sejenak. Sepertinya tak apa ia ikut omah, menolak pun rasanya tidak enak hati. Pasalnya omah terlihat berharap agar Elzi mau menyetujui ajakannya. Oke, hitung-hitung ngirit ongkos pulang.

"Ya udah omah, Elzi mau."

Omah tersenyum lalu menuntun Elzi untuk masuk ke mobilnya.

***

Seperti yang Omah Ola inginkan, perjalanan dua wanita itu terus diisi oleh cerita-cerita yang terus mengalir tanpa henti. Dominan Elzi tentunya, seolah tak ada lelahnya-- sepanjang perjalanan dia terus berceloteh perihal segala kekesalan yang di alami. Sedangkan Omah, ia justru amat senang melihat Elzi begitu terbuka dengannya. Tak jarang omah pun tergelak mendengar cerita lucu gadis itu.

Roda mobil yang mulai berhenti di sebuah rumah menandakan dua wanita itu akan segera berpisah.

"Makasih omah. Udah nganter Elzi pulang dan dengerin cerita nggak penting Elzi." Ucap Elzi dengan deretan gigi rapinya yang sudah terpampang jelas.

Omah tertawa kecil, "sama-sama. Kapan-kapan omah kenalin sama Si Kaku itu yah?" ledek omah.

Elzi mengerucutkan bibirnya seolah merajuk. "Omah nggak usah tau deh. Dia anaknya ngeselin banget soalnya. Nanti hidup omah sial terus kayak Elzi."

Omah menimpali dengan tersenyum. "Ya sudah sana masuk. Jangan lupa kalo ada waktu kamu telfon omah yah?"

Elzi dan Omah memang sempat bertukar nomer ponsel masing-masing. Berharap jika ada waktu senggang, mereka berdua bisa bertemu kembali.

"Siap omah."

"Ya sudah, omah pulang dulu."

Elzi melambaikan tangannya. "Hati-hati omah."

_________________________________________
TBC
KALO KALIAN SUKA BAB INI SILAHKAN VOTE DAN KOMEN❤️
TERIMAKASIH❤️

MAAF TYPO BERTEBARAN.

SEE YOU...

Continue Reading

You'll Also Like

40K 2.1K 36
"Cinta pertama itu bukan orang pertama yang kamu pacari, tapi orang pertama yang mampu melihatmu tanpa jaim dengan nyaman." -Austin Nicholas - Gara-g...
2.8K 195 16
Bagai mana jadi nya jika seseorang lelaki yang mempunayi siapt dingin dan cuek ketika bertemu dengan gadis yang ceria dan sedikit bar bar Aku akan t...
123K 6.3K 30
[Completed] Sebelumnya, Angkasa selalu peduli terhadap wanita dan menjadikan wanita itu makhluk nomor satu yang harus dilindungi dan disayangi. Tetap...
1.9K 385 42
Kisah empat orang yang bersahabat dari kecil hingga mereka beranjak dewasa. Namun, apa jadinya jika diantara salah satu dari mereka ada yang menaruh...