Trapped (Terbit) ✓

Isarsta द्वारा

4.7M 346K 4.4K

[Pemenang Wattys Award 2020 Kategori Romance] #Highest Rank 1 in Chicklit (01-01-2020) #Highest Rank 1 in Met... अधिक

[Blurb]
Prolog
02. Banyak Maunya!
03. Produk Gagal Move On
04. Nightmare
05. Crazy Morning
06. Meet Old Friend
07. Hadiah
08. Pertunangan Yuki
09. Masalah Ari
10. Meet Daniel
11. Bolos Ngantor
12. Chicken Wings dan Siluman Tikus Got
13. Jika Waktu Dapat diputar Kembali
14. Gosip
15. Anniversary Daniel's Parents
16. Berdebar (lagi)
17. H-1
18. Ayu Birthday
19. Enplane
20. Bali
21. Bali (B)
22. Bali (C); Pesta
23. Bali (D); Pantai
24. Pulang
25. Bandung
26. Bandung (2); Hug
27. Kentjan?
28. Gagal ke Monas?
29. Little Kiss
30. Resign
31. Hurting
32. Curhat
33. Menghindar
34. Bertemu
35. Penjelasan
36. Keputusan
37. Haruskah?
38. I'm Sorry
39. Tentang Pitaloka
40. Tentang Pitaloka (2)
41. First Meet
42. Gimana Bisa?
43. Trapped (End)
Epilog
Hello🌻
Chapter Tambahan (1)
Chapter Tambahan (2)
Thank You🌻
Weekend Sale, lagi!

01. He's Devil

187K 11.6K 317
Isarsta द्वारा

Pagi ini aku datang ke kantor lebih awal. Dikarenakan hari ini adalah hari pertamaku mendapat bos baru. Setelah kemarin ibu Mala Saraswati mundur dari jabatannya sebagai CEO Nusantara Restaurant dan digantikan oleh putra sulungnya yaitu Dewangga Nasution, aku sudah berekspetasi macam-macam.

Mulai dari Dewangga Nasution yang tampannya sebelas dua belas dengan Jared Leto, kisah cinta romantis antara bos dan asisten pribadinya seperti di novel-novel romance kesukaan Ayu. Lalu kami akan menikah, berlibur di Venice Italia, ciuman di gondola, melihat senja, dan—

Berhenti mengkhayalkan hal yang tidak masuk akal, Pitaloka!

Aku menggeleng pelan untuk mengenyahkan pikiran-pikiran gila di otakku. Setelah itu aku mulai berjalan ke arah lobi karena aku mendapat info jika Dewa sudah menungguku di sana.

Aku mengerutkan kening ketika melihat beberapa karyawan wanita tengah tersenyum genit sembari berbisik pelan dengan pandangan tertuju pada seorang pria yang tengah berdiri di lobi. Pria itu mengenakan jas lengkap serta kacamata hitam yang bertengger di wajah tampannya. Sepertinya ia tengah menunggu seseorang.

Ah, pasti itu Dewangga Nasution. Oke, seperti ekspetasiku dia memang tampan nan menawan. Usia Dewa memang tiga tahun lebih muda dariku, tapi pria itu sudah terlihat sangat mapan.

Aku berdeham cukup kencang, membuat semua karyawati yang tadinya fokus ke arah Dewa segera mengalihkan pandangan dan kembali melakukan aktivitas masing-masing. Bagus, sepertinya mereka paham kode kerasku.

Aku tersenyum manis kepada Dewa. “Bapak Dewangga Nasution?” tanyaku memastikan. Dewa membuka kacamata hitamnya, lalu mengangguk mengiakan.

“Perkenalkan saya Pitaloka Handayu. Anda bisa memanggil saya Pita dan saya adalah asisten pri—“

“Saya tau,” potong Dewa seraya menatapku datar.

Oh, oke.

Aku mengangguk mengerti. “Baik, mari saya antar ke ruangan, Bapak.”

Aku pun mengantar Dewa ke lantai lima—letak ruangan bos baruku itu berada. Setelah turun dari lift, kami  berjalan beriringan menuju ruangan pria itu.

Aku membuka pintu berwarna coklat yang dipenuhi ukiran rumit di pinggir-pinggirnya, lalu mempersilahkan Dewa masuk. “Ini ruangan bapak dan ada kamar mandi di sebelah sana,” jelasku seraya menunjuk sebuah pintu di sisi kiri.

Dewa mengangguk mengerti, lalu pria itu berjalan ke arah meja kerjanya. Sebelum duduk Dewa melepas jasnya sehingga memperlihatkan kemeja berwarna biru dongker yang ia pakai.

“Pitaloka!” panggil Dewa.

“Ya, Pak?” jawabku siap.

Dewa menyerahkan jasnya padaku. “Tolong gantung ini di sana!” perintahnya seraya menunjuk gantungan baju dengan dagunya.

Hah? Gue nggak salah denger, ‘kan?

“Pitaloka!” panggil Dewa lagi.

Aku mengerjap bingung. “Ya, Pak?”

“Kamu budek?” tuduh Dewa kejam.

Sialan gue dituduh budek!

Aku tetap tersenyum manis, walau hatiku benar-benar dongkol luar biasa. “Nggak, Pak.”

“Terus kenapa diam saja? Saya suruh kamu gantung jas saya!” serunya songong. Aku berdeham pelan, kemudian mendekat ke arah Dewa untuk mengambil jas pria itu sebelum akhirnya kugantung.

Boleh nggak, sih, Dewa juga gue gantung?!

Bukannya aku mengeluh hanya karena disuruh menggantung jas, tapi masalahnya jarak gantungan baju dan tempat Dewa duduk hanya berjarak satu langkah. Kentara sekali jika pria itu memang sengaja mengerjaiku.

Sial, sepertinya ekspetasiku soal Dewa tadi pagi terlalu tinggi. Jared Leto my ass! Biar kata Dewa lebih ganteng dari Jared Leto, tapi kalau sifatnya amit-amit, ya, bikin kesel juga!

Aku kembali menghadap Dewa setelah menggantung jas pria itu. “Oh ya, Pak, meja kerja saya ada tepat di depan ruangan, Bapak. Kalo butuh bantuan, Bapak bisa hubungi saya lewat telepon. Silahkan langsung pencet nomor satu di telepon,” jelasku yang langsung diangguki mengerti oleh Dewa.


“Baik, kalo begitu saya izin undur diri dulu.” Setelah mengatakan itu aku pun segera berjalan ke arah pintu. Baru saja aku memegang handle pintu, tiba-tiba Dewa menginterupsiku. “Pitaloka!”


Aku mengembuskan napas kasar, lalu terpaksa kembali berbalik ke arah pria itu. “Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu lagi?” tanyaku dengan senyuman yang masih setia bertengger di bibirku.

Dewa mendengus tak suka. “Memangnya saya keliatan tua sampai kamu panggil saya ‘Pak’? Panggil saya ‘Mas’!” perintahnya yang sontak membuatku melotot tidak percaya.

Dasar bocah tengik! Umur gue tiga tahun lebih tua dari lo kampret! Gimana bisa gue panggil lo ’Mas’? Are you fucking kidding me?


Aku tersenyum paksa. “Baik, Mas,” ujarku setuju. Walau sebenarnya aku ingin sekali melempar stilleto-ku ke kepala bos baruku itu.

Dewa mengangguk puas. “Saya mau kopi!”


Aku mengangguk mengerti. “Baik, nanti saja suruh OB nganter ke sini.”

“Kamu aja yang bikinin,” ujar Dewa datar.

Aku mengangguk siap “Baik, Pa—“ Aku berdeham—menyadari kesalahanku. “Baik, Mas, kalo begitu saya izin ke pantry dulu,” koreksiku yang langsung direspons anggukan mengiakan oleh Dewa. “Oh, ya, Pitaloka, gulanya dua sendok saja.”

“Baik, Mas,” ujarku sebelum berlalu.

***


“Pagi, Mbak Pita!” sapa beberapa orang yang ada di pantry. Terlihat mereka tengah sibuk dengan sarapannya masing-masing atau pun sibuk membuat kopi.

“Pagi semua!” Aku menyapa balik. Kami semua pun saling melempar senyum sebelum kembali ke aktivitas masing-masing.

Morning guys!” sapa Ayu riang. “Woah, tumben amat Pitaloka pagi-pagi udah ke pantry dan sejak kapan lo jadi suka kopi?” tanyanya seraya mengerutkan glabela¹.

Aku tersenyum kecut. “Ho-oh,” jawabku malas. Karena jujur saja aku masih kesal dengan sikap semena-mena Dewa. Aku tahu dia bosnya, tapi sikap sopan santun bukannya tidak peduli jabatan? Bagaimana pun aku tetap lebih tua dari Dewa. Bisa-bisanya bocah tengik itu nyuruh gue manggil dia 'Mas'!

Walau Dewa anak ibu Mala Saraswati, sikap keduanya benar-benar seperti bumi dan langit. Menyebalkan!

“Disuruh bos baru lo, ya? Kata anak-anak ganteng banget, ya, si Dewangga? Sial! Gue kesiangan jadi mepet nyampe kantornya,” oceh sahabatku itu.

Ayu adalah sahabatku sejak kecil dan sampai sekarang kebiasaan nyerocosnya tidak pernah hilang. Namun, walau cerewet begitu Ayu tetaplah sahabat kesayanganku.

“Iya, ganteng banget, Mbak!” timpal Jeje—junior Ayu di tim marketing dengan mata berbinar.

“Rajin ngantor, deh, saya kalo bosnya ganteng begitu.” Kali ini Indah yang bicara.

“Norak, ah, kalian!” ejek Satya.

Jeje mencibir. “Gitu, tuh, kalo kalah ganteng. Suka ngiri!”

“Jadi beneran ganteng kaya Jared Leto sesuai ekspetasi lo, Pit?” tanya Ayu menggoda.

“Jared Leto your head!” makiku sebelum meninggalkan pantry dengan perasaan dongkol.

Jujur, kupingku terasa panas saat anak-anak memuji kesempurnaan fisik Dewa. Belum tahu saja mereka kalau Dewa itu jelmaan setan yang tidak tahu sopan santun!

Aku menghela napas panjang untuk menenangkan gejolak di hatiku, kemudian aku membuka pintu dan menaruh kopi buatanku di atas meja Dewa.

Dewa yang tadinya tengah membolak-balikan dokumen sontak menghentikan kegiatannya. "Thanks!" serunya sebelum ia menyesap kopi buatanku.

Dewa mengerutkan kening. “Kamu masukin gula berapa sendok, Pitaloka?”

“Dua, Mas.”

“Sendok teh apa sendok makan?”


“Dua sendok makan, Mas,” jawabku jujur.

“Oh, pantesan. Harusnya dua sendok teh. Kalo dua sendok makan kemanisan, Pitaloka,” protes Dewa.

“Tapi tadi Mas Dewa cuma bilang dua sendok. Nggak ada keterangan jenis sendoknya apa,” ujarku membela diri.

“Terus kenapa kamu nggak tanya?”

Ngomong sama tembok aja bos!

Aku menghela napas kasar. “Yaudah, saya bikinin lagi, ya, Mas.”

Dewa mengangguk setuju. Aku pun segera bergegas untuk kembali ke pantry.

Sabar Pitaloka sabar! Orang sabar jodohnya ganteng!

“Pitaloka!”

Apa lagi, sih, kampret!

“Ya, Mas?”

Dewa menunjuk cangkir yang berisi kopi dengan Dagunya. “Kopinya nggak dibawa sekalian?”

Aku menghela napas pelan, lalu kembali mendekat ke meja Dewa untuk mengambil kopi yang tadi aku buat. Boleh nggak, sih, kopi ini gue siramin ke muka Dewa aja!

***


Noted :

1. Glabela adalah dahi di antara alis mata kiri dan alis mata kanan --> sinonim dahi. (Kata ganti untuk dahi, kening, jidat.)

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1.9M 72.2K 60
"Kenapa semua orang selalu ngebandingin aku sama Radith? Aku tau penampilanku emang jadul, cupu, beda seratus depalan puluh derajat sama Radith yang...
3M 320K 33
SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN. (7-11-2017) . . Karena kalau memang jodoh, lari kemanapun pasti akan berjumpa kembali. Tana...
3.1M 268K 48
Rank #2 Roman (20-02-2020) Maya Adora Rawnie (27 tahun) seorang food reviewer terkenal. Punya hobi makan tapi badan tetap langsing nyaris tidak berda...
4.4M 60.1K 8
[Nagara Univers ~ 2] "Pak, tau gak, LDR apa yang paling menyakitkan?" Tanala memulai. "Beda keyakinan. Sayanya yakin, bapaknya enggak." ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ Sorak...