Story Of Luca

By niuaster97

16.4K 839 49

[O N G O I N G] Selamat datang diceritaku Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan tempat, nama d... More

Prolog
Story Of Luca | 01
Story Of Luca | 02
Story Of Luca | 03
Story Of Luca | 04
Story Of Luca | 05
Story Of Luca | 06
Story Of Luca | 08

Story Of Luca | 07

990 74 7
By niuaster97

Adakah yang nunggu cerita ini?

------------------------○°○------------------------

"Selamat pagi, Cantik," sapaan yang sekaligus godaan itu membuat Luca menolehkan kepalanya dari kertas di depannya.

Ditatapnya Jesper yang tersenyum lebar sembari menumpu badannya di atas meja pembatas antara mereka.

"Berhenti menggodaku Jesper," gerutu Luca, lantas wanita itu kembali berkutat dengan buku catatannya.

Senyum Jesper mengembang, "Kau benar-benar menggemaskan saat kesal seperti itu," gumam Jesper yang masih dapat Luca dengar.

Manik kecokelatan itu kembali beralih pada lelaki tampan yang mulai beranjak dari tempatnya, menghampiri seorang pelanggan yang terlihat kebingungan mencari sesuatu.

Pelan, Luca menghembuskan napasnya. Entah apa yang dia rasakan saat ini, namun jauh di dalam lubuk hatinya dia mulai merasa nyaman pada lelaki itu?

Suara deheman yang tiba-tiba menyentak Luca kembali ke alam sadarnya. Matanya dengan cekatan menangkap sosok lelaki yang berdiri di depan meja kasir.

Jaket kulit hitam lengkap dengan celana jeans berwarna senada, jangan lupakan dengan sobekan yang ada dikedua lututnya. Tato yang ada dimana-mana, serta rambut yang terkesan acak-acakan. Astaga! Luca sudah sangat hafal dengan dandanan lelaki yang bahkan baru beberapa kali dia jumpai.

Zayn Malik as Devan Junior Alexander

Satu pertanyaan apakah lelaki ini tidak pernah mencuci jaketnya?

"Bisa kita pergi sekarang?"

Pertanyaan yang seperti mengandung rumus-rumus fisika itu membuat Luca mengkerutkan keningnya, bingung.

"Kau tidak melupakan percakapan kita kemarin bukan?" Lanjut lelaki yang tak lain ialah Devan itu.

Manik Luca membulat seketika. Astaga benar! Hari ini mereka harus mencari gaun pengantin untuk pernikahan mereka. Dan tunggu,

"Bagaimana kau tahu aku bekerja di sini?" Tanya Luca yang tidak memberi jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan Devan sebelumnya.

"Temanmu yang memberitahuku," ucapnya, menunjuk wanita yang berdiri di luar toko.

Luca menghela napasnya sejenak, "Tunggu sebentar, aku harus izin dulu pada bosku," ucapnya. Lantas wanita itu beranjak, menghampiri Jesper yang tengah berbincang dengan seorang pelanggan.

Terlihat kedua orang itu memulai percakapan, hingga mata Jesper beralih menatap Devan yang masih berdiri menjulang di sana. Bisa Devan lihat tatapan lelaki yang Luca sebut bosnya itu mulai memancarkan aura berbeda. Entahlah, Devan terlalu malas untuk memusingkannya.

Luca melangkah mendekat, "Kita bisa pergi sekarang," ucapnya pada akhirnya.

Mata Jesper masih tidak lepas dari dua orang yang baru saja keluar. Dapat Jesper lihat Luca yang kini masuk ke dalam mobil lelaki itu. Sebuah pertanyaan muncul dalam benaknya. Lelaki itu benar-benar tidak asing baginya, tapi siapa dia? Dan tunggu, ada hubungan apa dia dengan Luca?

***

Mobil yang Devan kendarai mulai memasuki salah satu butik ternama yang ada di pusat kota. Sejenak Luca melirik ke arah Devan.

Bukankah ini terlalu berlebihan untuk ukuran pernikahan kontrak? Pikir wanita itu.

"Kita sudah sampai," ucap lelaki itu singkat. Lantas segera turun dari mobilnya, menunggu Luca yang mengikuti di belakangnya.

Mereka segera masuk ke dalam. Dan betapa takjubnya Luca kala melihat berbagai gaun penganting rancangan desainer ternama tampak berderet begitu memanjakan mata. Ukurannya beragam dengan motif dan potongan yang bervariasi. Namun satu yang membuat mereka sama... semuanya indah.

"Ada yang bisa dibantu?" Tanya seorang pegawai dengan ramah, senyumnya merekah di wajah orientalnya yang tampak cantik.

"Kami mencari gaun pengantin."

"Mari saya antar. Kami memiliki beberapa gaun yang sepertinya akan sangat cocok untuk mempelai anda."

Devan mengalihkan matanya, menatap Luca yang berdiri kaku di belakangnya. "Carilah gaun yang kau sukai," ucapnya pada Luca yang tampak terkejut.

Namun wanita itu dengan tidak memberikan respon hanya mengikuti langkah pegawai itu memasuki sebuah ruangan. Di sana Luca kembali dibuat takjub sebuah ruangan dengan sofa dan kamar pas yang tertutup tirai tampak begitu elegan. Belum lagi beberapa gaun yang terlihat lebih mewah dari sebelumnya. Terpasang cantik pada beberapa boneka maneken.

"Ini gaun dengan model keluaran terbaru butik kami." Pegawai itu berujar, membuyarkan konsentrasi Luca mengagumi ruangan itu.

Matanya beralih pada gaun panjang yang pegawai itu bawa. Terlihat begitu mewah dengan hiasan-hiasan permata. "Mari saya antar ke ruang pas."

Luca diam mengekori pegawai itu menuju kamar pas. Mencoba gaun yang menurutnya terlalu berlebihan untuknya. Bagaimana mungkin dia akan memakai gaun semewah ini. Luca yakin satu tahun gajinya belum tentu cukup untuk membelinya.

Suara tirai yang dibuka membuat Luca yang baru selesai dengan gaunnya terkesiap. Dia begitu terkejut saat podium sebagai tempat pijakan berputar. Dan lagi, saat maniknya bertemu pandang dengan lelaki yang duduk di sofa, lurus di hadapannya.

Napas Luca tercekat. Matanya bahkan tak mampu menatap lelaki yang menatapnya penuh penilaian. Sejenak lelaki itu hanya diam, belum memberikan komentar sama sekali.

"Cantik," satu kata yang muluncur mulus dari bibir Devan membuat semburat merah di pipi Luca. Lantasan pandangan lelaki itu jatuh pada manik kecokelatan Luca. Menatap mata yang kini mengalihkan pandangan darinya.

Devan beranjak dari duduknya. Menghampiri Luca yang berdiri dengan gugup di atas podium. Beberapa saat Devan berjalan mengitari Luca yang hanya tertunduk. Menilai setiap detail gaun yang melekat pas ditubuh semampai wanita itu.

"Kau menyukainya?" Tanyanya.

Luca kembali mengangkat pandangannya, bertemu tatap dengan manik sehijau danau yang meneduhkan di hadapannya. Dia bergumam pelan, penuh pemikiran. Dia menyukainya? Tentu saja. Tapi, bukankah ini akan sangat berlebihan? Apalagi jika dipikir ulang, ini bukanlah gaun yang cocok digunakan untuk acara pernikahan kontrak. Ini terlalu berlebihan menurutnya.

Luca menghela pelan, sedikit mencondongkan tubuhnya. "Bukankah ini terlalu berlebihan?" Bisiknya membuat kening Devan berkerut. Wanita itu menggigit gugup bibirnya. "Maksudku, gaun ini terlalu mahal untuk sekedar pernikahan kontrak," lanjutnya.

Dapat dia tangkap dengan jelas tatapan tidak suka dari Devan dengan jarak sedekat ini. Lelaki itu berlalu, "Kami mengambil yang ini," ucapnya pada pegawai, meninggalkan Luca yang terkejut di tempatnya.

Astaga, mengapa lelaki itu malah membelinya? Sudah Luca katakan ini terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin dia menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah gaun pernikahan. Apalagi bukan pernikahan sesungguhnya, melainkan pernikahan kontrak. Begitu tidak berhargakah uang bagi lelaki itu?

***

Luca masih terdiam, pandangannya lurus ke luar jendela. Sejenak dia kembali menghela napasnya. Menoleh kearah Devan yang terlihat fokus pada jalanan di depan.

"Kenapa kau malah membelinya?" Tanya Luca membuat Devan menoleh sekilas ke arahnya.

"Apa maksudmu?" Tanya lelaki itu.

Luca mendesah jengah. Dia yakin lelaki ini tahu apa yang dia maksud. "Maksudku gaun tadi," jelasnya, meski sebenarnya Luca sangat malas menjawabnya.

Kembali Davin menoleh sekilas, "Kau masih tidak mengerti?"

Kening Luca mengernyit. Mengapa lelaki ini malah balik bertanya padanya? Dia hanya butuh jawaban.

Devan mendesah pelan. "Kukira kau wanita yang cerdas, tapi ternyata tidak," ledeknya membuat raut wajah Luca berubah. Tentu wanita itu merasa kesal atas perkataan Devan padanya.

"Kau meledekku?"

"Kau tahu aku siapa bukan?" Lelaki itu kembali bertanya, membuat Luca semakin bingung di buatnya. Memang siapa lelaki ini?

Devan melirik Luca, cukup terkejut saat melihat ekspresi Luca yang terlihat bingung. "Astaga sepertinya kau memang tidak mengenalku!" Ucapnya setengah terpekik.

"Baiklah itu tidak penting. Intinya kita tidak mungkin menikah dengan gaun yang sama sekali tidak berkelas. Meski kita tahu ini adalah pernikahan kontrak, tapi tidak begitu dengan pikiran orang-orang. Ini adalah pernikahan sesungguhnya," ucapnya terdengar bersungguh-sungguh. Maniknya melirik Luca yang terdiam. "Apalagi Ayahku. Kira-kira apa yang akan dia pikirkan jika kita menikah dengan keadaan yang sangat mencolok bahwa kita tidak melakukan persiapan sama sekali?"

Luca masih terdiam. Sungguh, dia tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Yang dia pikirkan hanya bagaimana agar mereka tidak menghambur-hamburkan uang terlalu banyak untuk pernikahan kontrak mereka.

Luca mendesah pelan, "Maafkan aku. Sungguh aku tidak berpikir sampai sejauh itu," tuturnya, pandangannya tertunduk dengan lesu.

Devan menghela pelan, menghentikan mobilnya. Lantas menatap wanita di sampingnya. "Kau tidak perlu merasa bersalah. Ini sepenuhnya bukan salahmu. Aku tahu apa yang kau pikirkan. Tapi keadaan memang memaksanya untuk berjalan seperti ini. Aku akan mengurus semuanya, kau hanya perlu bersiap sampai saatnya tiba," tutur lelaki itu lembut.

Luca menolehkan pandangannya, bertemu tatap dengan lelaki itu yang tersenyum ke arahnya. Tanpa sadar senyum Luca ikut terukir, menganggukkan kepalanya pelan.

"Ayo, kita sudah sampai," ucapnya menyadarkan Luca pada keadaannya. Kepalanya berputar kearah luar, dimana mereka sudah tiba di sebuah mension yang sangat mewah.

Lelaki itu turun lebih dulu, berjalan memutari depan mobil lantas membukakan pintu untuk Luca. Segera wanita itu turun, menatap takjub sekeliling. Sungguh, ini adalah pertama kalinya selama 24 tahun hidupnya memasuki rumah semewah ini. Lihatlah bagaimana patung-patung yang terlihat mahal berjejer di setiap sudut.

Mereka segera masuk ke dalam dengan lengan Luca yang mengamit lengan Devan. Beriringan dengan beberapa pegawai yang menyambut mereka. Mereka tiba di ruang makan yang begitu luas. Berbagai hidangan terlihat begitu menggiurkan tersaji di atas meja. Lagi-lagi membuat Luca merasa takjub, luar biasa.

Devan menarikan kursi untuk Luca, mempersilakan wanita itu untuk duduk. Lantas dia duduk di samping Luca. Saling terdiam, menunggu seseorang untuk bergabung bersama mereka.

Tak berselang lama seorang lelaki baya berjalan mendekat. Terlihat begitu hangat dengan senyum yang merekah di bibirnya. "Kalian sudah lama menunggu?" Tanyanya, lantas mendudukkan bokongnya di ujung kepala meja.

"Kami baru saja sampai." Devan menjawab.

Sedangkan Luca tampak tertunduk. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Apalagi dia tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam hubungan asmara. Ini sungguh membuatnya gugup, luar biasa.

Johan, Ayah Devan mengalihkan matanya. Menatap Luca yang terlihat tertunduk di samping anaknya. Senyumnya merekah, "Ternyata dia jauh lebih cantik daripada yang kau ceritakan, Junior."

Luca menoleh cepat. Tersenyum kaku pada calon mertuanya itu. "Anda terlalu berlebihan, Tuan," jawabnya terdengar begitu sopan.

Johan mengernyit, "Apa-apaain ini?" Ucapnya tidak suka, "Aku adalah Ayah Devan dan sebenatar lagi akan menjadi Ayahmu. Jadi bersikaplah dengan santai," tutur Johan. Kekehan pelan mengalun dari bibirnya.

Devan mendesah malas, "Berhenti bicara. Aku kesini hanya untuk makan malam," selanya. Dia terlalu malas mendengar ayahnya membahas hal-hal yang tidak penting.

"Ah benar. Nikmati makan malammu Sayang, anggap saja rumah sendiri." Lagi-lagi Johan berucap dengan santai. Membuat Luca mengulum senyum ke arahnya.

Luca mulai menyuapkan makan malamnya. Perasaan gugupnya perlahan mulai terkuar. Rasanya dia sudah lebih santai. Apalagi ditambah sikap Ayah Devan yang sangat ramah. Membuatnya benar-benar merasa nyaman. Inikah kehangatan sebuah keluarga? Batinnya.

Devan melirikan matanya, menatap wanita yang kini menyantap makan malamnya dengan senyum di bibirnya. Tanpa sadar senyumnya ikut merekah. Entah karena alasan apa.

***

Devan menghentikan mobilnya. Menolehkan pandangannya pada wanita di sampingnya. Luca tertidur. Dia terlihat begitu nyaman dengan alam mimpinya.

Sejenak Devan hanya terdiam. Menatap intens wajah wanita di sampingnya. Perlahan dia menyandarkan kepalanya, sedikit memiringkan posisinya. Jika bukan pertemuan seperti ini, bisakah Devan berharap hubungan yang lebih baik?

Entahlah. Terkadang Devan terasa ingin marah dengan takdir. Mengapa harus pertemuan seperti ini yang harus dia alami? Membuatnya tidak memiliki pilihan selain hanya menjalaninya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 254K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
1.4M 86.2K 37
"Di tempat ini, anggap kita bukan siapa-siapa. Jangan banyak tingkah." -Hilario Jarvis Zachary Jika Bumi ini adalah planet Mars, maka seluruh kepelik...
7M 48.2K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
610K 5K 25
GUYSSS VOTE DONGG 😭😭😭 cerita ini versi cool boy yang panjang ya guysss Be wise lapak 21+ Gavin Wijaya adalah seseorang yang sangat tertutup, ora...