Unfailing (#4 MDA Series)

By ZenithaSinta

236K 20.6K 2.2K

Daisy tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah bersinggungan dengan Maxwell Maynard Addison. P... More

Baca Dulu!
Prolog
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Minta Pendapat
Chapter 33
Minta Pendapat (2)
Chapter 34
Pengumuman Open Pre Order
Chapter 35 (END) - 1
Diskon Besar-besaran!!!

Chapter 26

6K 741 242
By ZenithaSinta

Selamat membaca, pembaca setiaku yang manis!

---

Setelah memastikan pintu kamar dalam keadaan terkunci, barulah Max melangkah ke arah ruang makan. Ekspresi wajahnya mengeras, namun tampak ada gurat kebingungan di sana. Dia harus membicarakan semuanya hari ini dengan Nikki, Ronald juga Calvin. Kemungkinan dia juga akan memberikan beberapa perintah terkait foto yang selama ini disembunyikan Daisy darinya.

"Aku harus berkemas hari ini juga, Max. Aku tidak ingin kesalahpahaman ini semakin berlarut-larut nantinya." Kalimat pertama Nikki setelah Max sampai di ruang makan.

Tidak hanya ada Nikki, Ronald dan Calvin juga sudah ada di sana. Keduanya memilih diam. Tidak ingin salah bicara setelah melihat raut wajah Max yang bagi keduanya terlihat begitu menakutkan.

"Lihat! Bahkan hubungan kita beberapa tahun yang lalu juga ada di sini." Nikki memberitahu dengan nada cemas. Dia menyerahkan seluruh foto pada Max. "Jika aku ada di posisi Daisy, jelas aku juga akan bereaksi sama. Mungkin aku akan segera pergi menjauh karena foto ini seolah menjelaskan kebenaran bahwa kita memiliki hubungan di belakangnya."

Max tidak segera menyahut. Matanya melihat seluruh foto yang ada di tangannya. Di sana juga terdapat foto ketika ia terpaksa bermalam di apartemen Nikki. Tapi, demi Tuhan! Dia tidak hanya berdua. Ada Ronald dan Calvin yang ikut menginap di sana.

"Aku pikir secepatnya kau harus menjelaskan semuanya pada Daisy. Dia berhak tahu agar tidak lagi berpikir buruk tentangmu dan Nikki. Kau juga perlu menjelaskan tentang hubunganmu yang sebenarnya dengan Daisy Whitney." Calvin yang sedari tadi sudah gatal ingin mengeluarkan pendapat, pada akhirnya memilih bersuara.

Pasalnya baru kali ini Calvin melihat Max kelimpungan dan seolah bingung menentukan tindakan.

"Dia sudah mengetahui bagaimana hubunganku dengan Nikki di masa lalu. Namun tetap saja dia masih berpikir bahwa Nikki saat ini mengandung anakku."

"Kau bisa melihatnya kan, Max? Sedari awal aku tidak menyetujui rencana sialan ini. Bahkan Daisy tak segan lagi menyebut aku sebagai wanita manipulatif di depanmu."

"Faktanya memang seperti itu." Calvin menyahut. "Kau memang manipulatif."

"Itu beda soal" Nikki membantah tanggapan Calvin tentang dirinya.

"Tetap. Sama saja. Sudah cukup Daisy tersakiti karena keluarga dan sahabatnya. Tidak juga olehmu, Max. Justru seharusnya kau mati-matian harus menjaga perasaannya. Kita hanya tinggal menjelaskan semuanya pada Daisy. Permasalahan beres. Dia tidak akan lagi berpikiran buruk tentangmu."

"Aku menundanya karena tidak ingin dia lebih terluka lagi, Calv. Aku juga tidak ingin dia khawatir dan menjadi ketakutan karena beban pikirnya semakin bertambah."

"Untuk kali ini percayalah bahwa orang yang paling mudah membuatnya sakit berkali lipat adalah dirimu sebagai suaminya, Max." Nikki menginterupsi kalimat Max sembari mengambil posisi duduk. Kehamilan membuatnya tidak bisa banyak berdiri.

"Dia harus tahu. Jika perlu sekarang." Calvin kembali bersuara. "Aku dan Ronald akan dengan senang hati menangani perusahaan hari ini. Tinggal menunggu perintahmu."

"Rex sialan!" pada akhirnya Max mengumpat dengan teriakan nyaris memekakkan telinga. Tiga orang yang mendengar umpatan itu pun sampai terkejut dibuatnya. Max benar-benar terdengar hilang kontrol sekarang.

"Aku sudah bersabar selama ini. Tapi rupanya dia masih saja berani mencari masalah denganku." Max terdengar gusar. Akhir-akhir ini masalah datang bertubi-tubi, terlebih lagi kepercayaan Daisy padanya hilang tak berbekas.

"Bukankah kau sudah menganggapnya sebagai musuh besarmu sejak kematian Daisy Whitney? Lantas kenapa baru sekarang aku mendengar umpatan kasarmu padanya? Detik ini kau bahkan masih menganggapnya remeh, Max. Kau masih membiarkannya bebas melakukan apa saja termasuk berusaha memengaruhi istrimu. Kau baru akan bertindak setelah istrimu memilih kabur darimu. Begitu?" Pernyataan Calvin membuat semuanya terdiam. Hanya Max yang menghela nafas panjang seolah tindakan yang ia lakukan akhir-akhir ini hanya sia-sia belaka.

"Apa Daisy sudah tahu mengenai lukamu?" pertanyaan tiba-tiba dari Nikki membuat Max menggeleng.

"Dia tidak melihat atau lebih tepatnya dia tidak akan pernah merasakan bahwa aku dalam masa pemulihan."

"Itu karena kau memang sengaja tidak berbicara padanya. Tidak ingin berdekatan karena kau takut dengan melihat keadaanmu saat ini Daisy segera berpikir bahwa nyawamu dalam keadaan berbahaya." Nikki menyahut dengan nada kesal. Kehamilannya membuat dia lebih berani mengungkapkan perasaan kesalnya karena dia tahu benar Max tidak akan pernah bisa menyakitinya.

"Kau yakin tidak apa-apa jika sekiranya aku sedikit memberi pelajaran pada Rex?"

"Maksudmu?"

"Kau sedang hamil anak Rex, tidakkah kau berpikir anak itu tidak akan memiliki ayah nantinya?" Max kembali bertanya dan Nikki yang mendapat serangan pertanyaan itu menjadi terdiam.

"Tidak apa-apa. Aku bisa menanganinya nanti." Jawaban Nikki setelah diam beberapa saat.

"Setelah sering melakukannya dengan Rex dan berakhir hamil, kau masih tidak memiliki perasaan apa-apa pada pria itu? Aku lihat kau begitu sayang pada calon bayimu. Tidakkah itu mengingatkanmu pada ayah dari calon bayimu?" rupanya Calvin sudah menyiapkan pertanyaan panjang itu hingga semuanya terucap dengan sekali ucap.

"Aku tidak tahu." Rupanya Nikki menjawab dengan jawaban paling aman menurutnya. "Tapi ... bisakah kalian bersikap seolah tidak hanya Rex yang bersalah di sini? Dalang dari permasalahan ini adalah ..."

"Kau mulai mencoba membela Rex." Ronald yang sedari tadi membisu pada akhirnya bersuara dan berakhir pelototan dari Nikki.

"Sekali bicara rupanya kalimatmu memiliki tingkat kepedasan paling tinggi."

"Itulah mengapa aku memilih untuk tidak banyak bicara." Ronald menyahut santai sedang Nikki menjadi geram mendengarnya.

"Kembali lagi pada permasalahan" Calvin menginterupsi. "Aku dan Ronald tinggal menunggu perintahmu, Max."

"Kemarin aku sudah melakukan sedikit tindakan dengan perusahaan Rex yang nantinya akan membuat Rex kalang kabut. Pria itu akan mengalami kerugian besar."

"Mengapa aku malah berpikir jika Rex tidak benar-benar membencimu, Max? Jika dia benar membencimu, sudah lama kau tidak bernyawa karena Stan benar-benar pintar menyembunyikan maksud jahatnya terhadapmu. Maksudku seperti kemarin, Stan menyamar dan berhasil menusukmu."

"Apakah Max belum menjelaskannya padamu?" tiba-tiba Nikki bertanya pada Calvin yang baru saja menyatakan pendapatnya.

"Menjelaskan apa?"

"Pada awalnya Stan memang kaki tangan Rex. Rex menyuruh Stan membuat celaka Max, bukan untuk membunuh. Itu ia lakukan karena Rex merasa tidak terima ketika Daisy Whitney mulai mencintai Max. Rex semakin tidak menyukai Max ketika Daisy Tertia menikah dengan Max."

"Jadi, sebenarnya siapa yang dicintai oleh Rex?" Ronald angkat bicara. Merasa pusing mendengar penjelasan Nikki.

"Daisy Whitney lalu beralih pada Daisy Tertia. Rex tidak pernah mencintai Elma. Dia terpaksa berhubungan dengan wanita itu karena sebenarnya dia ingin menyelamatkan Daisy Tertia dari rencana jahat Elma. Untuk itu Rex selalu menunda pernikahannya dengan Elma."

"Jadi, sebenarnya dalang dari permasalahan di sini adalah Elma Cornelia bukan Rex sepenuhnya?" Calvin bertanya.

"Tentu. Kau kira Rex seorang? Stan pada awalnya adalah kaki tangan Rex. Sampai pada akhirnya Stan berhubungan gelap dengan Elma. Jadi, kemungkinan besar yang mengirim foto sialan itu adalah Elma. Wanita jalang itu tidak ingin melihat Daisy Tertia tersenyum sedikit pun. Dia wanita manipulatif yang pintar berakting. Pantas saja dia begitu terkenal. Kemampuan aktingnya benar-benar tidak diragukan." Nikki mulai menggunakan nada tinggi guna mengungkapkan kekesalannya.

"Tidak berbeda jauh darimu" Ronald memberi penilaian dan itu semakin menyulut emosi Nikki.

"Jangan samakan aku dengannya!" Nikki berseru tidak terima. "Aku terpaksa menggoda Rex karena Max. Mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari pria itu."

"Dan berakhir di ranjang lalu hamil. Sama saja. Wanita manipulatif." Kali ini Calvin yang memberi tanggapan. Seolah membantu Ronald menyudutkan Nikki.

"Kalian berdua benar-benar membuatku kesal. Memangnya apa yang membuat kalian berdua dipercaya oleh Max? Aku tidak habis pikir Max memiliki dua orang kepercayaan yang begitu menyebalkan seperti kalian. Jelasnya, jangan pernah menyamakanku dengan Elma. Dia wanita jahat, sedang aku berusaha menyelamatkan Max."

"Itu kau lakukan semata-mata karena mencintai Max, kan?" Calvin memancing dengan nada lirih.

"Dulunya."

"Iya, dulunya Calv. Sekarang lain lagi karena bayangan bos besar kita telah tergantikan dengan Rex Francesco."

"Ronald sialan!" Nikki berseru yang kemudian membuat Ronald dan Calvin tertawa. Tiga orang itu seolah begitu asyik dengan dunia perdebatan mereka tanpa melihat Max yang sedang berpikir keras.

Max sedang menyusun rencana untuk membuktikan perkataannya pada Daisy. Alasan mengapa dia masih memerlukan waktu adalah bukti konkrit yang mana Elma adalah dalang dari semuanya. Max masih menunggu penjelasan lebih banyak guna membuktikan bahwa saudara tiri Daisy itu tak lain wanita berhati iblis.

Max berpikir dengan berkata kasar pada Daisy -seperti beberapa minggu lalu yang mengatakan bahwa ia menikahi wanita itu hanya karena rasa peduli- tidak terdengar begitu buruk dibanding harus menjelaskan bahwa sebenarnya Elma begitu membenci Daisy. Max tidak ingin Daisy bersedih. Namun keputusannya justru membuat luka baru bagi istrinya itu. Max tahu benar Daisy terluka, karenanya dia bersumpah nantinya untuk menebus seluruh luka itu.

Di sisi lain, Max memang harus memastikan Nikki dalam keadaan baik-baik saja. Nikki sudah banyak berkorban untuknya. Max tahu benar pada awalnya wanita itu menggoda Rex karena ingin membuktikan bahwa Max adalah segalanya. Dengan melakukan apa pun demi menyelamatkan Max dari rencana jahat Rex.

Namun rupanya takdir memilih untuk bermain-main. Fakta terkuak. Rex tidak terlalu membenci Max dan berakhir Nikki yang jatuh cinta pada Rex. Umpatan Max pun berarti sesuatu. Pria itu yang membuat masalah semakin runyam. Dengan membuat Nikki hamil, itu berarti keselamatan Nikki terancam. Elma lambat laun akan mengetahui hubungan Rex dan Nikki. Untuk itu Max harus turut menyelamatkan Nikki.

Sedikit bermain-main dengan perusahaan Rex, sudah lebih dari cukup bagi Max. Walau bagaimana pun pria itu memang harus diberi pelajaran, walau Max tidak terlalu sakit hati atas tindakan Rex. Sekarang, tugas Max hanya mencari bukti serta meyakinan Daisy untuk tetap selalu percaya padanya.

"Tetaplah tinggal di rumah ini, Nikki!" Max bersuara lantang. "Dengan begitu aku bisa melihat seberapa keras Rex ingin bertemu denganmu."

"Tapi, Daisy ..."

"Aku akan meyakinkannya." Max berucap yakin.

"Ronald, pastikan Stan bersuara untuk mengatakan siapa dalang sesungguhnya! Siksa dia! Tapi tetap jangan biarkan dia mati dengan mudah. Dan Calv ... aku memberi izin pada kekasihmu dan Emily untuk menemui Tertia. Aku pikir sudah cukup melihat keduanya berusaha keras menemui Tertia. Handle semua yang berkaitan dengan perusahaan hari ini."

"Siap!" seru Ronald dan Calvin hampir bersamaan.

"Lanjutkan perdebatan kalian! Aku akan menemui istriku" adalah kalimat Max sebelum pria itu berbalik menuju kamar.

Terakhir tadi Max melihat Daisy berbaring. Menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Tentunya dengan isak tangis yang sesekali membuat tubuh istrinya terlihat begitu rapuh. Rasa bersalah tentunya mendominasi dalam diri Max. Berpikir bahwa ia telah membuat Daisy berkali lipat sedih dan berduka. Sesampainya di kamar, Max merasa lega karena melihat Daisy tidur. Hanya posisinya saja yang berubah.

Dengan langkah pelan, Max mendekat ke arah pembaringan lalu mengambil posisi duduk di samping tubuh Daisy yang berbaring. Mata hazelnya memerhatikan setiap lekuk wajah Daisy. Ritme pernapasan wanita itu yang teratur serta bagaimana rambut pirang itu terurai memenuhi bantal tidur. Ah ... Putri Aurora-nya memang terlihat cantik berkali lipat.

Perlahan. Sangat pelan jemari Max bergerak. Menyentuh pipi istrinya dengan gerak lembut. Takut membangunkan sang putri tidur. Selanjutnya Max mulai menghapus sisa air mata yang mengering di wajah Daisy. Lalu perlahan menunduk untuk kemudian mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibir istrinya itu.

"Max?" rupanya kecupan Max membuat Daisy terbangun. Mata sembab wanita itu terbuka lalu menatap Max dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Tidurlah kembali!" bisik Max sembari tersenyum tipis.

"Sebelum tidur tadi aku berniat melakukan sesuatu" Daisy tiba-tiba berucap dan Max dibuatnya mengerut bingung.

"Apa?"

"Berniat untuk mengakhiri segalanya dengan bunuh diri. Menyayat nadi, gantung diri, over dosis, meminum racun. Semua itu berkeliaran di benakku." Pemberitahuan mendadak hingga Max dibuat sesak mendengarnya. Pria itu bahkan memilih untuk berbaring di samping Daisy, lalu menenggelamkan kepalanya di lekukan bahu istrinya. Menghidu aroma Daisy seluruhnya guna mencari sebuah ketenangan. Sedang tangannya memeluk pinggang istrinya.

"Lalu?" tanya Max. Kali ini dengan suara bergetar. Dia tidak bisa membayangkan jika Daisy benar-benar akan melakukan percobaan bunuh diri.

"Kau bisa lihat aku tidak jadi melakukannya."

"Kenapa?"

"Karena aku memilih menunggu penjelasanmu terlebih dahulu. Lalu aku jatuh tertidur dan bermimpi."

"Bermimpi tentang apa?"

"Bermimpi tentang ibuku. Dia mengatakan untuk jangan mengulang kesalahan seperti kesalahannya dengan Gabriel. Lalu di dalam mimpiku kau tiba-tiba hadir. Kau memelukku dan menciumku sampai akhirnya aku terbangun."

"Tertia ..."

"Ya?"

"Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupmu dengan bunuh diri."

Daisy tertawa sumbang. "Percayalah bahwa sebelum bertemu denganmu aku pernah beberapa kali melakukannya tapi seolah Tuhan menunjukkan keajaiban. Aku tidak mati, Max."

Mendengar pengakuan Daisy membuat Max tanpa sadar mengeluarkan air mata. Pria itu menangis dalam diam dan tentunya menyalahkan dirinya yang tidak becus menjaga perasaan Daisy. Dia telah lupa bahwa istrinya begitu rentan. Krisis kepercayaan diri. Sering kali menilai diri sendiri begitu rendah serta benar-benar membutuhkan perhatian ekstra.

"Jika kau ingin melakukannya, katakan padaku. Kita akan bunuh diri bersama." Max berbisik lirih di telinga Daisy hingga lagi-lagi terdengar wanita itu tertawa sumbang.

"Seperti layaknya Romeo dan Juliet?" tanya Daisy di tengah-tengah tawanya, namun anehnya air mata wanita itu keluar membasahi pipi. Tentunya dirasakan oleh Max karena air mata Daisy juga turut membasahi wajah Max yang masih tenggelam di lekukan bahu istrinya.

"Lebih dari itu." Ucap Max sembari mengubah posisi tidurnya. Kali ini ia biarkan kepala Daisy berbantal dadanya. Sedang tangannya tetap memeluk tubuh istrinya.

"Tidurlah lagi! Selama aku masih mengumpulkan bukti atas penjelasanku nanti, aku mohon ... percayalah padaku, Tertia!"

"Max, mungkin ini terdengar gila ... tapi aku pikir, aku mulai bisa menerima posisiku sebagai tempat pelampiasan nafsumu. Tidak apa kau menikahiku hanya karena kasihan atau hanya sebagai bentuk rasa pedulimu terhadapku, tak apa ... karena dengan begitu aku pikir diriku masih berguna bagimu."

Rasanya Max ingin memukul dirinya sendiri setelah mendengar setiap kalimat yang baru saja terlontar dari bibir istrinya itu. Tangannya lebih erat memeluk istrinya untuk kemudian mengecup pucuk kepala Daisy berulang kali. Tanpa diketahui Daisy, lagi-lagi air mata kembali mengalir keluar dari mata hazel itu.

"Berhenti berpikiran yang tidak-tidak, Tertia! Aku mohon lupakan seluruh ucapanku yang pernah menyakiti hatimu."

Daisy menggeleng. "Tidak bisa" katanya. "Kau tidak tahu seberapa keras aku ingin melupa, tapi tetap saja aku mengingatnya."

Rupanya Max memerlukan waktu lebih banyak guna meyakinkan keadaan Daisy. Pria itu sadar penyebab Daisy seperti itu adalah karena dirinya sendiri. Max bertekad untuk tetap menunjukkan kepeduliannya pada istrinya itu. Memperlihatkan bahwa Daisy Tertia baginya lebih dari pelampias nafsu. Satu hal yang perlu juga Daisy tahu bahwa sampai detik ini dia tidak pernah menyesal telah menikahi istrinya itu.

---00---

Masih tidak menyukai Maxwell Maynard Addison?

500 vote bakal aku lanjut, sekian! :)

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 102K 11
"Menikah dengan saya, atau kamu tidak akan pernah bertemu dengan anak kita lagi," desis Pandu tegas dan mengintimidasi. Bintang menatap Pandu dengan...
15.4M 182K 31
" Aku bisa membantumu, tapi dengan satu syarat. " Harva " Mm..Apa syaratnya? " Nesha " Layani aku setiap aku mau dan selama masa kuliah kita. " Harva...
Rajendra By Senan

Teen Fiction

5.6M 175K 32
Tentang dua insan yang bersatu dengan hubungan pernikahan. Di umurnya yang masih labil, keduanya selalu berusaha menghadapi masalah yang menghadang r...