[ON HOLD] Peculiarity;『JaemRe...

By hunshinedelight

85.3K 12.7K 1.3K

Huang Renjun, salah satu siswa dari Daehan High School yang tahun ini ada ditingkat keduanya. Renjun memiliki... More

Prolog
「Chapter 1」
「Chapter 2」
「Chapter 3」
「Chapter 4」
「Chapter 5」
「Chapter 6」
「Chapter 7」
「Chapter 8」
attention please ❤
「Chapter 9」
「Chapter 10」
attention please pt. 2
「Chapter 11」
「Chapter 12」
「Chapter 13」
「Chapter 14」
「Chapter 16」
「Chapter 17」
「Chapter 18」
「Chapter 19」
「Chapter 20」
「Chapter 21」
「Chapter 22」
「Chapter 23」
「Chapter 24」
「Chapter 25」
「Chapter 26」
「Chapter 27」
「Chapter 28」
「Chapter 29」
「Chapter 30」
「Chapter 31」
「Chapter 32」
「Chapter 33」
Announcement

「Chapter 15」

2.2K 396 31
By hunshinedelight

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

[standard disclaimer applied]

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Setelah hampir sepuluh hari tidak menunjukkan diri di sekolah, Renjun akhirnya datang ke sekolah hari ini. Tidak seperti seorang pahlawan yang kedatangannya disambut hangat dan suka cita, kedatangan Renjun dibalas dengan berbagai respon negatif dari para murid yang melihatnyaㅡkecuali Chenle yang langsung berlari ke kelasnya untuk membuktikan bahwa Renjun benar-benar telah kembali bersekolah. Jaemin yang hari ini tidak bisa berangkat bersama dengan Renjun pun terlihat sangat riang dengan fakta kembalinya sang belahan jiwa membuatnya kembali berpikiran bahwa sekarang sekolah tidak akan menjadi sangat membosankan seperti seminggu terakhir tanpa Renjun.

Sekolah tetaplah sama bagi Renjun, tetap menyebalkan, hanya kali ini lebih menyebalkan dari biasanya. Selain karena kembalinya Renjun, kedatangan Chenle ke kelasnya dengan sangat tidak tenang juga semakin memperburuk keadaan yang sudah terjadi. Belum lagi senyuman lebarㅡmengangguㅡyang terus terukir diwajah Jaemin sejak tadi dan jangan lupakan bahwa masih ada Lee Donghyuck.

Renjun sudah paham bahwa sekolah adalah tempat yang menyebalkan, tapi dia tidak pernah berharap bahwa tempat itu menjadi lebih menyebalkan. Sejak bel istirahat berbunyi, Renjun langsung memilih menatap keluar jendela, mengabaikan Chenle yang datang kepadanya dan bercerita banyak hal. Dia juga mengabaikan Jaemin yang berbaik hati membelikan beberapa sandwich dari kantin dan sekotak susu dalam kemasan.

Langit hari ini tidak terlalu cerah karena ada awan mendung yang menghiasinya, persis seperti suasana hati Renjun yang memang tidak terlalu bahagia ataupun sedih. Perasaannya adalah salah satu hal yang bahkan Renjun sendiri tidak bisa menduganya. Chenle masih tidak menyerah dan terus bebicara meski Renjun tidak memberikan satu pun respon, bahkan sekarang Jaemin juga meladeni pembicaraan yang lebih muda sehingga suasana disekitar Renjun menjadi lebih ramai.

Bosan menatap langit, Renjun menoleh lalu menatap lurus pada Jaemin dan Chenle yang tengah berdebat kecil.

"Chenle-ya," panggil Renjun pelan, seperti sebuah bisikan.

"Ya?!" Chenle menyahut dengan semangat. "Ada apa, hyung?"

"Kamu...," kedua mata Renjun bergerak untuk menatap Chenle daru atas ke bawah. "memiliki sesuatu yang harusnya tidak kamu rahasiakan dariku, kan?"

Jaemin ikut menatap Chenle dalam diam.

Sebuah cengiran lebar Chenle tunjukkan, "Benar. Tapi, bukankah Renjun-hyung sudah tahu hal yang tidak pernah aku beritahukan itu?" katanya sambil menatap Renjun lalu ia menoleh untuk menatap Jaemin. "Jaemin-hyung juga pasti sudah tahu."

"Jika aku tidak tahu, maka aku tidak pantas ada disisi Renjun." Jaemin memberikan balasan dengan nada tenang.

"Memang benar." Renjun menjawab pertanyaan Chenle tadi dan menumpu kepalanya dengan tangan kirinya. "Apalagi dengan fakta bahwa kamu berusaha sangat keras untuk bisa dekatkuㅡseseorang dengan rumor mengerikan."

"Aku mendekatimu karena aku menyukaimu, hyung. Bukan karena hal lain. Jangan merendahkan rasa suka-ku seperti itu," jelas Chenle sambil menunjukkan ekspresi terluka diakhir kalimatnya.

"Lalu...," Renjun menatap titik kosong yang ada di kelasnya. "rasa suka-mu itu, rasa suka yang seperti apa?"

"Huh?"

"Sebuah rasa suka yang bisa membuatmu terikat kepadaku secara sukarela seperti Jaemin, atau rasa suka yang bisa membuatmu rela mengorbankan dirimu sendiri demi aku seperti Jeno?" Renjun menatap Chenle tajam. Tatapan yang tidak pernah ia tunjukan sebelumnya, tapi tatapan itu berhasil membuat Jaemin menunjukkan sebuah senyuman menyeringai yang lebar dengan tatapan penuh arti.

"Seseorang dari sisi severity sepertimu sungguh harus belajar bagaimana cara untuk tahu posisi mereka."

...

peculiarity

...

Tidak seperti biasanya, kali ini Renjun tidak melangkahkan kedua kakinya pada jalan yang biasanyaㅡuntuk pulang ke rumah. Ia bahkan berjalan menuju arah yang berbeda dengan ekspresi datar dan Jaemin hanya bisa mengikuti dibelakang dalam diam. Renjun juga tidak ingin repot-repot mengatakan kemana ia akan pergi jika pemuda tampan yang mengikutinya saja belum berinisiatif bertanya.

"Kemana?" tanya Jaemin pada akhirnya saat mereka menyebrang jalan.

"Ke rumah Keluarga Lee." Renjun menjawab dengan tenang.

"Untuk apa kamu ingin bertemu dengan Mark-hyung?" tanya Jaemin dengan nada yang sedikit menyebalkan.

"Bukan."

Langkah kaki Jaemin langsung terhenti, ia menatap lurus pada punggung kecil Renjun yang berjalan lurus pada sebuah rumah dengan pagar berwarna hitamㅡrumah Keluarga Lee. Setelah menekan bel dan bicara pada seseorang dari intercom, pintu pagar terbuka dan mempersilahkan Renjun serta Jaemin untuk masih kedalam rumah besar itu. Setelah berada didalam rumah, Jaemin langsung mengerakkan kedua matanya untuk menatap kesekeliling. Sudah lama ia tidak berkunjung ke rumah ini, meski begitu, semuanya masih terlihat sama.

"Renjun-ah, senang sekali bisa melihatmu berkunjung." Seorang wanita paruh baya menyambut mereka. "Kamu juga, Jaemin."

"Aku yang minta maaf karena tiba-tiba datang seperti ini," jelas Renjun dengan lembut dan menatap wanita itu.

"Itu tidak benar. Kedatanganmu akan selalu disambut dengan hangat, kamu adalah mentari bagi banyak orang." Wanita itu mengenggam kedua tangan Renjun dengan erat dan kedua matanya tidak pernah lepar dari sang pemuda Huang.

"Ada terlihat sehat, Nyonya Lee," kata Jaemin tiba-tiba, ingin menyadarkan bahwa Renjun tidak datang sendirian kemari.

"Ah, Jaemin-ah. Tentu saja, aku harus terus sehat. Ada banyak hal yang memaksaku harus begitu," sahut wanita paruh baya itu alias Nyonya Lee dengan santai dan ia melepaskan genggaman tangannya pada Renjun.

"Aku suka berbasa-basi denganmu, Nyonya Lee. Tapi, sepertinya saat ini akan lebih baik jika kita langsung pada permasalahannya. Kamu sudah paham dengan maksud kedatangan kami, kan?" Jaemin mengatakannya dengan jelas.

Nyonya Lee menatap kedua pemusa itu dengan lembut. "Tentu, tentu saja. Ayo ikuti aku," katanya sambil menuntun mereka menuju sebuah ruangan yang ada di ujung rumah.

Ruangan terlihat sangat tertutup dan tidak banyak sinar matahari yang bisa mencapainya. Pintu tua yang terbuat dari kayu berwarna hitam juga semakin menambah kesan bahwa ruangan itu memang jarang di kunjungi dan mungkin didalamnya terdapat benda-benda indah yang antik dan langka. Nyonya Lee mengeluarkan sebuah kunci dan memasukkannya kedalam lubang kunci pada ganggang pintu untuk membuka kuncinya. Kunci sudah terbuka, Nyonya Lee sudah hampir membuka pintu itu jika saja Renjun tidak menghentikannya.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Renjun.

"Dokter Kim berkata bahwa dia baik-baik saja, tidak ada satupun luka pada tubuhnyaㅡbaik luka luar ataupun dalam." Nyonya Lee tersenyum. "Hanya saja dia memang belum ingin terbangun," sambungnya sambil membuka pintu itu.

Mereka berdiri diam diambang pintu, menatap lurus pada sosok pemuda yang berbaring diatas ranjang dengan berhiaskan bunga mawar putih disekelilingnya. Pemuda itu mengenakan kemeja hitam dan celana panjang dengan warna senada, membuatnya terlihat sangat berlawanan dengan bunga mawar putih dan seprai yang juga berwarna putih. Pemuda itu tertidur disana dengan kedua tangan dibawah dada, seperti seseorang yang akan diantar pada hari kematiannya.

Melihat Nyonya Lee yang seakan-akan mempersilahkan Renjun untuk masuk terlebih dahulu, Renjun memberanikan diri untuk melangkah masuk. Tapi, ia berhenti pada langkah ke tiga dengan kedua mata yang berkaca-kaca dan dengan suara bergetar, ia mengucapkan satu nama.

"Jeno-ya."

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

[End of Chapter 15]

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

A/N : Sampai di chapter ini kalian sudah menemukan dua 'sisi' yang disebutkan:

majesty - keagungan, dan
severity - kekerasan (kekuatan)

Dengan hal ini, aku rasa kalian sudah memiliki tebak-tebakan (teori) luar biasa dikepala kalian, bukan? ~\(≧▽≦)/~

Oh, aku punya satu pengumuman, kemarin aku baru mem-publish sebuah cerita, bagi yang tertarik bisa langsung mampir kesana dan membacanya ❤

p.s : aku minta maaf karena baru update sekarang. Terima kasih sudah membaca chapter ini, sampai jumpa lagi, ciao!

15/11/2018

xoxo,
ㅡhunshine delight

Continue Reading

You'll Also Like

507K 22.4K 36
REVISI DULU YA MANISS!! Gleen seorang gadis berusia 20 tahun. membaca novel adalah hobinya. namun, bagaimana jika diusia yang masih muda jiwa nya ber...
94.3K 10.6K 33
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
736K 58.9K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
154K 15.3K 27
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...