Mantan Rasa Pacar [END]

By Arinann_

1.3M 85.7K 1.3K

[NEW COVER] Kisah antara Arkano Alfarezi Prasaja, si anak badung yang menjadi juara Olimpiade Matematika deng... More

Arkano Alfarezi Prasaja
Naura Salsabila Azzahra
Chapter 1: Mantan
Chapter 2: Mie Ayam
Chapter 3: Wawancara
Chapter 4: Pacar Baru Arka?
Chapter 5: Kesialan dan Kesalahpahaman
Chapter 6: Toko Buku
Chapter 7: Razia Dadakan
Chapter 8: Arka yang Sebenarnya
Chapter 9: Berantem
Chapter 10: Kejutan
Chapter 11: Minta Bantuan
Chapter 13: Bertemu di Taman
Chapter 14: Keputusan
Chapter 15: Toko Buku 2
Chapter 16: Arka-Naura-Fiko
Chapter 17: Kerja Bakti
Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap
Chapter 19: Kejujuran
Chapter 20: Before-After UAS
Chapter 21: Class Meeting
Chapter 22: Keributan
Chapter 23: Flashback
Chapter 24: Membaik
Chapter 25: Kepastian
Chapter 26: Papa
Chapter 27: Gramedia Date
Chapter 28: Rapot
END: Jawaban Pertidaksamaan
Extra Chapter
APA KATA WATTPADERS?

Chapter 12: Tragedi Foto

27.8K 2.4K 59
By Arinann_

Naura keluar dari kelasnya setelah ia meminta ijin kepada Bu Ningsih jika ia hendak pergi ke toilet. Gadis itu menyusuri koridor yang terlihat sepi. Jam belajar masih berlangsung. Kali ini suasana sekolah benar-benar hening. Biasanya, minimal ada satu kelas yang tidak dimasuki oleh guru alias jam kosong yang membuat keadaan koridor tak sehening ini. Tapi, mengingat sebentar lagi akan diadakan penilaian akhir semester semuanya mendadak berubah.

Seperti tengah diadakan perlombaan antar kelas, mereka semua bersaing untuk menjadikan kelas mereka kelas unggulan. Kelas yang isinya adalah murid-murid enstein yang unggul dalam masing-masing bidang atau jurusannya. Kelas jurusan IPS yang terkenal paling heboh dalam kerusuhan kelas pun mendadak tenang.

Naura bersenandung kecil. Sembari melangkah, matanya menyusuri ruang kelas yang ia lewati. Sampai akhirnya, saat melewati kelas Sepuluh MIPA 3 pandangannya tak sengaja bertemu dengan Fiko. Laki-laki itu duduk di barisan ketiga dari depan.

Teringat kejadian saat di kantin tadi, Naura segera mengalihkan pandangannya. Lagi-lagi, perasaan tidak enak itu muncul kembali.

Naura sebenarnya mau saja jika diminta tolong. Namun, rasanya aneh jika ia menyetujui permintaan Fiko. Naura merasa tidak pantas. Ia pikir, masih ada banyak perempuan-perempuan lain yang lebih cocok untuk menjadi model Fiko.

Naura menghela napasnya. Tak ingin memikirkan hal tersebut lagi, ia pun lantas segera mempercepat langkahnya.

***

Naura keluar dari toilet. Baru saja ia akan berbelok di tikungan koridor, tiba-tiba saja ada seseorang yang menghalanginya. Naura tersentak kaget. Ia kemudian mendongak.

"Fiko?" ucap gadis itu.

Fiko menyembunyikan kedua tangannya di saku. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Fiko terdengar serius.

"Mau ngomong apa?" ragu-ragu Naura menjawab.

"Gue masih kepingin lo yang jadi modelnya."

"Sorry, Fik. Aku, kan, udah bilang. Aku enggak mau."

Fiko menatap Naura serius. "Tapi, gue maunya lo, Ra."

"Kenapa aku? Kan masih ada banyak cewek-cewek lain yang mau, Fik. Mereka cantik dan cocok."

"Lo juga cantik dan cocok."

Ternyata Fiko keras kepala juga.

"Aku saranin ajak si Disa, deh. Orangnya cantik. Anak MIPA 2. Putri? Anak kelasku. Atau enggak Rania. Dia kan sekelas sama kamu. Manis dia. Orangnya tinggi juga."

Fiko menghela napas. Ia tampak berpikir sebentar.

"Gue enggak mau. Lagian Rania udah diajak sama anak lain, Ra."

"Ya udah cari yang lain."

Naura lama-lama sedikit kesal. Ia merasa tidak nyaman dipaksa laki-laki itu.

"Lo kenapa enggak mau sih, Ra?"

Naura mengalihkan pandangannya.

Fiko menyenderkan bahunya di dinding. Pandangannya masih terpusat pada Naura. Menunggu jawaban dari gadis di hadapannya itu.

"Aku merasa enggak cocok dan emang aku enggak mau aja."

"Udah itu aja?"

Naura mengangguk. "Sekarang gantian, kenapa kamu ngebet banget aku yang jadi modelnya?" tanya Naura akhirnya.

Fiko menarik salah satu sudut bibirnya. "Oke, fine. Gue sebenarnya mau bilang sesuatu hal ke elo. Gue yakin pasti dia enggak pernah bilang rahasianya ini."

Naura menyerngitkan dahinya. "Dia? Dia siapa? Rahasia?"

Fiko mengendikkan bahunya. "Gue enggak akan bilang sebelum lo mau jadi modelnya."

Naura menghela napasnya.

"Ya udah. Enggak usah bilang."

Naura melangkah menjauhi Fiko. Berjalan menuju kelasnya kembali.

Fiko seketika menegakkan tubuhnya. Tanggapan yang diberikan Naura itu tak seperti yang Fiko harapkan. Ia kira Naura akan penasaran dan menyetujuinya.

Fiko berbalik. "Gue kira lo masih penasaran sama mantan lo itu," ucap Fiko yang mampu didengar Naura.

Naura memelankan laju langkahnya.

"Arka?" gumamnya.

***

"Cukup sekian untuk hari ini. Sampai bertemu di pertemuan selanjutnya anak-anak. Selamat Sore!"

"Sore!"

Pak Ridwan atau lebih cocok dipanggil Mas Ridwan karena umurnya yang masih 24 tahun itu tersenyum kepada murid-muridnya. Setelah itu, ia pun berjalan keluar dari kelas.

Anak-anak pun satu persatu mulai keluar kelas. Arka memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Yok, Ar. Pulang," ucap salah satu teman bimbelnya.

Arka mengangguk. "Iya, duluan."

Setelah selesai, Arka pun beranjak dari duduknya.

"Aku duluan, Ar," ucap seseorang lagi.

"Hati-hati, Ram," balas Arka.

"Siap."

Arka mengambil kunci motornya. Ia kemudian ikut melangkahkan kakinya. Hari ini, Arka baru saja bimbel pelajaran Biologi. Pelajaran yang jujur kurang disukainya. Arka tidak terlalu suka menghafal. Lagi pula materinya terlalu banyak. Arka terlalu malas membacanya. Namun, melalui bimbel ini, Arka perlahan mulai menyukainya. Mas Ridwan sangat pandai menjelaskan. metode mengajarnya sangat mudah untuk dipahami.

Arka memainkan kunci motornya. Pulang bimbel ini ia berniat untuk mampir ke rumah Galuh. Namun, sepertinya ia harus mengurungkan niatnya itu saat tiba-tiba sebuah pesan masuk di ponselnya.

Papa
Langsung pulang ke rumah. Ada hal penting yang ingin papa bicarakan sama kamu.

Arka menghela napasnya. Mendapatkan pesan dari sang papa itu membuat dirinya kehilangan suasana hati. Arka tidak akan bisa menahan kesabarannya jika ternyata hal itu adalah larangan lagi.

***

Arka baru saja masuk ke dalam rumah. Pak Prasaja sudah menunggu di ruang tamu.

"Assalamualaikum," salamnya.

"Waalaikumsalam."

Arka menghampiri Pak Prasaja lalu mencium punggung tangan papanya itu. Setelahnya, ia berjalan menuju kamarnya. Namun, baru tiga langkah suara papanya terdengar.

"Duduk," titah Pak Prasaja.

Arka berhenti. "Aku mau ke kamar dulu," ucapnya tanpa menoleh.

"Duduk sini. Papa mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Aku mau minum dulu," ucap Arka lagi beralasan.

Namun, terlihat Bi Lastri yang berjalan dari ruang keluarga.

"Bi, tolong ambilin Arka air putih," titah Pak Prasaja kepada Bi Lastri.

Bi Lastri mengangguk. "Baik, Pak."

Arka menghela napasnya.

"Duduk," titah Pak Prasaja lagi.

Mau tidak mau, Arka pun duduk di depan Pak Prasaja. Pak Prasaja menatap anak semata wayangnya itu.

"Gimana bimbelnya? Lancar?"

Arka mengalihkan pandangannya. Remaja itu hanya mengangguk.

"Kamu enggak main game, kan?"

"Enggak."

"Di mana ponselmu? Papa mau lihat."

Arka seketika menatap papanya. "Aku udah hapus game-nya sesuai apa yang papa mau."

Pak Prasaja menyenderkan tubuhnya.

"Kamu enggak pacaran, kan?"

Arka terdiam sejenak. "Enggak."

"Kamu benar enggak pernah pacaran?"

Arka mengangguk.

Pak Prasaja mengambil sesuatu dari balik punggungnya. Lalu meletakkannya di meja. "Terus dia siapa?" tanya Pak Prasaja dengan tegas.

Arka tertegun melihat foto-foto itu. Ia tidak menyangka papanya bisa mendapatkan kertas-kertas yang sudah secerdik mungkin ia sembunyikan. Arka masih tak bersuara. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap foto-foto itu tanpa berani mengambilnya. Foto-foto dirinya bersama Naura.

Selama ini Arka sudah berusaha menyembunyikannya dari Pak Prasaja. Tapi ternyata dengan mudah papanya bisa tau. Arka tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Ia tidak yakin hidupnya akan sebebas dulu.

"Jawab Papa," ucap Pak Prasaja.

Arka menghela napas. "Dulu. Sekarang udah enggak," jawab Arka yang akhirnya mengaku.

Pak Prasaja menyenderkan punggungnya. Laki-laki berusia 45 tahun itu menyedekapkan kedua tangannya. "Terus kenapa foto-foto itu masih disimpan?"

Arka tidak menjawab.

"Papa sudah bilang kan, Papa enggak suka kamu pacar-pacaran. Kamu itu masih pelajar dan tugas kamu itu belajar. Kamu masih umur 17 tahun, belum cukup dewasa untuk berpikir hal-hal yang seperti itu."

Pak Prasaja menatap lurus pada Arka. "Di umur seperti kamu itu sifatnya masih labil. Papa enggak mau kalau kamu terlalu mementingkan pacarmu daripada pendidikan. Papa ingin kamu jadi orang yang sukses dan punya karier yang bagus. Kamu tau, kan? Ini semua Papa lakukan agar kamu tidak menyesal di masa depan," jelas Pak Prasaja.

Arka tak membalas perkataan Pak Prasaja. Ia cukup mengerti apa yang dimaksud oleh papanya itu. Namun, apa salahnya jika ia bersenang-senang di masa remaja? Bukankah sudah hal umum jika seseorang berusia seperti dirinya berpacaran? Lagipula Arka sudah bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Jika dekat dengan perempuan pun Arka masih bisa bersikap sopan. Dia tidak akan berbuat bejat.

"Kamu itu anak satu-satunya Papa. Harapan Papa dan Mama."

Dari arah dapur, Bi Lastri datang sembari membawa segelas air putih. Sesampainya di sana, Bi Lastri segera meletakkannya di meja.

"Ini minumnya, Mas Arka," ucap Bi Lastri.

"Makasih, Bi," ucap Arka.

Bi Lastri menunduk. Merasakan ketegangan yang terjadi antara majikan dan anak majikannya tersebut, Bi Lastri lantas pamit kembali ke belakang.

Pak Prasaja menatap Arka. "Mulai sekarang, enggak ada yang namanya pacaran. Fokus saja ke sekolah."

Pak Prasaja mengambil foto-foto itu. "Papa akan ambil ini semua. Kamu bisa ke kamar."

Setelah mengucapkan hal itu, Pak Prasaja pun beranjak dari duduknya. Berjalan menuju ruang kerjanya.

Arka memejamkan matanya. Mencoba menahan rasa kesalnya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

13.7K 815 64
"𝙶𝚞𝚊 𝚜𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚞𝚜𝚊𝚑𝚊 𝚖𝚎𝚕𝚞𝚙𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚊𝚗𝚙𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚎𝚗𝚌𝚒,𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚑𝚊𝚝𝚒 𝚒𝚗𝚒 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚖𝚎...
57.9K 4.1K 62
Wajib Follow sebelum membaca! TRIPTHA SERIES 1 : EVIDEN Memandang Semesta Dari Mata Yang Terluka Semesta itu indah jika dilihat dari mata orang-orang...
2.4K 225 56
Sequel Pacar kontrak ___ Love triangel antara Regan, Zeina dan Kuola. ____ Hubungan Regan tiba-tiba di ujung tanduk dengan Zeina, kekasihnya mengat...
6.4K 1.5K 47
Katanya, kalau kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah itu juga berlaku untuk Jendra? Jendra ingin...