Walau pun ujian sudah selesai, bukan berarti sekolah bakal sepi dari kegiatan. Di sela waktu sebelum pengumuman hasil ujian, semua ekskul sibuk latihan. Selain mengisi waktu luang, biasanya banyak kompetisi dan pertandingan yang diadakan saat musim panas.
Seperti hal-nya ekskul dance. Hari ini mereka sengaja latihan dari pagi karena berencana ikut turnamen dance antar SMA. Dan untuk hari ini, Hina benar-benar sibuk latihan.
Hina mengambil sebotol air minum dari tas-nya dan meneguk airnya dengan cepat. Dari arah pintu ruang dance, seorang gadis berambut cokelat terang jalan tertatih-tatih ke arah Hina.
"Kenapa?"
"Aduh, Hin! Capek...! Aku lari-lari ke sini soalnya takut telat...!" kata Lua dengan nafas yang terengah-engah.
Hina tersenyum lalu memberikan botol airnya pada Lua, "Kamu 'kan emang udah telat!" tegur Hina dengan bercanda.
Lua tersenyum lalu meneguk air dari botol minum Hina sampai habis.
"Hin, Felix udah ke sini belum?" tanya Lua dengan was-was. Bisa mati dia, kalau sampai ketahuan telat sama Felix.
"Udah, tapi dia belum ikut latihan. Kita juga belum absen kok..."
"Oh, ya?! Aduh, syukur deh! Aku belum sarapan, Hin. Jadi mau beli roti dulu di luar. Aku lupa kalau kantin lagi tutup. Keburu nggak, ya?"
"Ini aja. Aku bawa roti buat makan siang. Kita istirahat sampai satu jam kok ..." kata Hina sambil memberikan roti dari dalam tas-nya ke Lua.
"Loh? Nanti siang, kamu makan apa, Hin?"
"Gampang. Aku beli aja sekarang. Istirahatnya 'kan masih lama."
"Oke, Hin. Makasih, ya! Nanti aku makan rotinya kalau udah selesai ganti baju..." kata Lua dengan tersenyum cerah.
Hina mengangguk lalu berjalan keluar ruangan untuk menghirup udara segar. Sekalian beli roti buat makan siang juga.
"Drawing & Painting"
Hina yang lagi jalan-jalan sendiri setelah membeli roti, langsung diam saat melihat papan nama ekskul di depannya. Hina jadi teringat Renjun yang ikut ekskul lukis.
Dari luar jendela, ruangan itu terlihat penuh dengan lukisan yang ditempel di setiap sudutnya. Hina langsung dibuat takjub, karena dindingnya juga dilukis dengan dengan gambar pohon yang indah.
Tapi ruangan itu kelihatan sepi.
Hina berjalan pelan ke dalam ruangan dan mengedarkan pandangannya untuk mencari Renjun.
Ketemu!
Hina langsung menghampiri Renjun dan duduk di sampingnya. Kepala anak itu menangkup di atas meja, dengan keadaan miring sebelah mengarah ke Hina.
Renjun tidur.
Hina langsung terkekeh geli saat melihat wajah Renjun yang imut. Ada coretan cat air di pipi kanan Renjun yang masih basah.
"Injun~ Injun~" Hina bergumam kecil untuk membangunkan Renjun. Sepertinya berhasil. Karena Renjun sedikit melenguh.
Renjun mengangkat kepalanya dengan pelan, lalu mengedipkan matanya bingung sambil menguap. Ia melirik Hina sebentar lalu bergumam,
"Aku masih ngantuk. Kenapa dibangunin...?"
Hina kembali terkekeh karena suara Renjun yang serak. Hina lalu memberi kode sambil menunjuk-nunjuk pipinya.
"Aku masih mimpi, ya?" tanya Renjun dengan bingung.
"Kenapa masih mimpi?" Hina malah bertanya balik.
"Barusan kamu minta cium di pipi?"
"Heh? Bukan...! Maksud aku, di pipi kamu ada cat air, Renjun..." kata Hina menjelaskan dengan sebal. Renjun masih melindur kayaknya.
Dengan malas, Renjun mengambil handphone yang ada di sampingnya lalu mengaca. Ia langsung kaget saat melihat wajahnya sendiri,
"Anjir! Ini kelakuan siapa...?! Pasti para bocah pada jail! Kurang ajar!" pekik Renjun dengan kesal. Renjun langsung mengangkat tangan untuk menghapus cat air di pipinya,
"Jangan! Masih basah..." kata Hina dengan sigap sambil memegang tangan Renjun.
"Terus gimana, Hin? Entar kalau udah kering, susah ngilanginnya. Nanti cat-nya malah nempel permanen..." keluh Renjun dengan wajah memelas. Hina langsung tersenyum dan berlari ke luar ruangan.
"Tunggu sebentar. Aku bawa sesuatu dulu...!"
Renjun duduk diam sambil memperhatikan wajah Hina yang tengah serius. Gadis itu mengusap wajah Renjun dengan kapas dan krim yang dioleskan ke wajah Renjun.
"Ini krim apaan, Hin? Aman nggak? Ada mercury-nya nggak?" tanya Renjun dengan curiga.
"Aman. Ini namanya milk cleanser."
"Kalau pakai ini, cat airnya bisa ilang, gitu?"
Hina menggedikan bahunya dan kembali fokus membersihkan.
"Mana aku tau. Ini 'kan lagi dicoba..."
Renjun kembali diam. Anak itu masih fokus ke wajah Hina yang tampak lebih ceria.
"Hin, kamu udah nggak jadi sailor moon?"
"Eh? Sailor moon?"
Renjun langsung memukul mulutnya sendiri yang tiba-tiba melantur.
"Maaf, Hin. Aku masih ngelindur. Tadi abis mimpiin moomin sama sailor moon..." kata Renjun coba mengelak. Hina terkekeh geli.
Sebenarnya, Renjun ingin bertanya tentang keadaan Hina waktu tempo hari. Saat Hina dan Saeron berantem. Tapi Renjun nggak berani bertanya, karena takut Hina jadi badmood kalau tiba-tiba membahas Saeron.
"Wah...! Bersih...!" ucap Hina dengan senang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Renjun langsung mengambil handphone miliknya dan kembali mengaca.
"Eh, iya bersih! Krim ajaib nih...!"
"Ini milk cleanser, bukan krim ajaib, hehe..."kata Hina sambil ketawa.
Renjun ikut-ikutan ketawa.
"Udah, ya. Aku mau balik lagi ke ruang dance. Latihannya dimulai sebentar lagi."
"Mau keluar? Ikut deh...!"
"Kenapa ikut?" tanya Hina dengan bingung.
"Cari inspirasi. Bosen diem di sini terus..." jawab Renjun sambil tersenyum manis
Renjun tersenyum cerah bagaikan anak TK saat melihat Felix berdiri di depannya. Renjun langsung menepuk-nepuk lengan Hina dengan antusias.
"Astaga, Hin! Kenalin...! Ini soulmate aku, namanya Felix!" kata Renjun dengan semangat. Felix memutar bola matanya dengan malas.
"Najis jadi soulmate lo! Lagian, gue sama Hina juga udah kenal. Hina 'kan ikut ekskul dance juga bareng gue."
Mendengar jawaban Felix, Renjun malahkaget.
"Lo ikut ekskul dance? Sejak kapan?! Kok gue nggak tau...?!!!" tanya Renjun dengan histeris. Felix langsung menjitak kepala Renjun,
"Katanya soulmate! Gue ikut ekskul dance aja lo nggak tau, hah?!" balas Felix dengan emosi.
Melihat Renjun dan Felix berantem, Hina cuma tertawa.
Mereka berdua aneh, dan itu fakta.
Renjun langsung menghampiri Felix dan mengguncangkan badannya dengan panik.
"Lix, Felix, Netflix! Apa perlu gue pindah ke ekskul dance demi lo?!" tanya Renjun kembali histeris.
"Ngapain pake pindah segala?"
"Gue takut elo digangguin Hina..." jawab Renjun dengan tampang sok sedih.
"Anjir. Emangnya gue cowok apaan? Lemah banget digangguin sama cewek! Yang ada tuh gue yang gangguin Hina!"
"What?! Jadi lo suka gangguin Hina?! Gue aduin ya ke nenek Gong...!" kata Renjun dengan marah.
Serba salah!
Omongan Renjun tuh bikin Felix jadi serba salah.
"Lo kok nyebelin sih, Njun?! Pengen gue tendang dari jendela?! Gue sabuk hitam taekwondo nih!" kata Felix dengan kesal, sekalian niat pamer ke Hina.
Renjun langsung tersenyum sok manis dan menepuk-nepuk pundak Felix.
"Jangan ngambek, beb. Aku cuman bercanda..."
"Najis. Beneran gue tendang, ya!"
"Tendang aja! Gue 'kan juga pernah ikut taekwondo! Emangnya lo aja yang bisa nendang!"
Pfft!
Felix langsung menahan ketawa karena ucapan Renjun barusan. Anak itu langsung mengalihkan pandangan ke arah Hina yang ada di sebelahnya,
"Hin, Renjun pernah ikut taekwondo..." kata Felix menggantung kalimatnya.
"Oh, iya? sabuk apa?"
"Sabuk putih."
Hina langsung bengong. Beberapa detik kemudian, Hina malah ketawa. Sedangkan Renjun jadi bingung sendiri.
"Jangan diketawain, Hin! Sabuk putih itu melambangkan kesucian yang polos tanpa dosa. Kayak aku..." kata Renjun dengan percaya diri.
Hina masih tetap tertawa dan berlalu masuk ke dalam ruang dance.
"Udah, ah. Aku mau masuk dulu. Mau latihan...!"
"Tos dulu sama papa dong, Hin!"
"Papa?" tanya Felix dan Hina berbarengan. Renjun malah cengengesan,
"Kenalin, saya Nakamura Renjun. Papanya Hina dari jepang..." kata Renjun dengan asal sambil menjabat tangan Felix. Felix mengerutkan keningnya bingung karena tingkah aneh Renjun.
"Ya udah, Hina masuk dulu ya, Pa!" balas Hina dengan bercanda sambil memberikan High-five pada Renjun. Setelah high-five, Hina langsung masuk ke ruang dance dan menghampiri teman-temannya yang lain.
Felix memperhatikan Renjun cukup lama. Dia merasa ada yang nggak biasa dari sifat Renjun ke Hina.
Renjun yang masih dadah-dadah sambil senyum-senyum ke arah Hina, langsung dibikin jantungan karena Felix ngagetin dia,
"WOY!"
"Njir! Apaan sih?! Ngagetin aja!" kata Renjun dengan sebal sambil mengusap telinganya yang berharga.
"Elo... suka sama Hina ya, Njun?" tanya Felix tiba-tiba serius. Renjun mengedipkan matanya lucu, karena dia bingung sama pertanyaan Felix.
"Suka lah. Hina 'kan anak gue." jawab Renjun dengan polos.
"Anjir! Bukan sebagai anak-anakan, bego!"
"Terus sebagai apa?"
"Sebagai cewek..." kata Felix mulai serius lagi.
Renjun langsung diam, dan mencerna ucapan Felix di otaknya.
Rasa suka ke cewek?
.
.
.
"Anjir! Hina 'kan emang anak cewek...! Lo kira Hina cewek jadi-jadian apa?!" celetuk Renjun dengan ngotot. Felix menepok jidatnya sendiri karena emosi.
"Tau, ah! capek ngomong sama orang cina!"
"Eh, lo jangan rasis, ya! Emangnya gue nggak capek apa ngomong sama peranakan koala?!"
"Sialan! Pergi sana lu!"
"Berani ngusir? saya papanya Hina loh!"
"Terserah!" kata Felix dengan kesal sambil menendang pantat Renjun.
Kalau urusan begini, otak Renjun memang nggak bakal sampai.
Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa kasih bintang~ ^o^