My Sweetest Ex

By myezbie

271K 19.2K 2.9K

Protektif dan diktator adalah sifat yang mendarah daging gadis itu, hingga membuat Iqbaal jengah dan memutusk... More

Prolog
BAB 1 : Boyfriend
BAB 2 : Mark My Words
BAB 3 : A Planning
BAB 4 : Him
BAB 5 : A Bit of Jealous
BAB 6 : Stalking Her
BAB 7 : Gossip
BAB 8 : An Angel
BAB 9 : Her Feeling
BAB 10 : They Are Fight
BAB 11 : Can We Be Friend?
BAB 13 : A Little Secret
BAB 14 - One Time
BAB 15 - I am Promise!
BAB 16 : Try to Move On?
BAB 17 : What's Wrong?
BAB 18 : Heartbreaking
BAB 19 : When The Regret it Come?
BAB 20 - What's My Fault?
BAB 21 : Three Painful Minutes
BAB 22 : Love Shot
BAB 23 : The Truth Untold
BAB 24 : What's It Wound?
BAB 25 : Break Up
BAB 26 : What Are You Missed?
BAB 27 : Another Chance
BAB 28 : They're Miss Each Other
BAB 29 : Hi Salsha?
BAB 30 : Dating Agency
BAB 31 : An Effort to Catch Her
BAB 32 : An Unexpected Fact
BAB 33 : Status?
BAB 34 : Kissing, Huh?
BAB 35 : I Got It!
BAB 36 : Pregnancy and The Wedding
Epilog

BAB 12 : Make A Deal

5.4K 465 51
By myezbie

Happy Reading.

"Kamu tadi ke kantin sama siapa?"

Salsha menghentikan fokusnya pada ponsel. Dia menatap ke arah laki-laki yang saat ini tengah fokus dengan kegiatan menyetirnya. Memang, sejak tadi, tepatnya dia dijemput oleh laki-laki ini lebih memilih diam dibanding mengajaknya mengobrol.

"Kenapa?" tanya Salsha kembali.

"Sama Bryan kan?"

Salsha mengernyitkan alis ketika nada bersarat kecemburuan itu mengalun melalui bibir laki-laki ini.

"Emang kenapa sama Bryan?"

"Salsha... dia suka sama kamu."

"Terus?"

Alwan mengembuskan napasnya kasar. Dia melepas tangan kirinya dari roda kemudi, kemudian berganti menggenggam tangan Salsha. "Aku cemburu," katanya lirih.

"Kamu punya Jessi kalau lupa." Salsha bahkan membiarkan jemari lelaki itu merematnya pelan.

"Tapi aku sakit, Sha..."

"Kalau begitu, putusin Jessi," kata Salsha seringan kapas.

Alwan menoleh seketika. Dipandangnya paras cantik yang tak menampakkan raut bercanda itu. Dia mengaku bahwa dirinya telah jatuh pada gadis di sampingnya. Jatuh pada kubangan pesona yang ada di diri si gadis.

"Gak semudah itu, Sha."

"Kenapa? Kenapa terasa sulit? Kalau memang kamu punya perasaan sama aku, harusnya ngelepas cewek kayak dia bukan hal sulit kan?"

Alwan diam. Ya, Jessi memang bukan gadis baik yang membuat para lelaki bersikeras mempertahankan. Tidak, Jessi tidak senakal remaja perempuan yang merokok, clubbing, berdandan tidak sesuai umur, atau mungkin mengenakan pakaian minim. Over all, she's good girl jika poin gemar membully tidak masuk dalam hal yang sering dia lakukan. Jessi juga tidak pernah berinteraksi apalagi menggoda laki-laki lain. Dan hal itu akan susah bagi Alwan untuk mencari alasan menyudahi hubungan mereka.

"Kasih aku waktu untuk mikirin alasan yang tepat."

Salsha mengangguk, gadis itu menyunggingkan senyuman manisnya pada Alwan. "Tentu. Aku kasih kamu waktu."

"Kamu beneran mau nunggu aku?"

Salsha tersenyum dan mengangguk yang dibalas senyuman pula oleh Alwan.

"Makasih."

Alwan tidak tahu jika jenis senyuman penuh kemenanganlah yang tersungging di bibir tipis Salsha.

"Well i can't wait for the momment, Jessi," katanya dalam hati.

***

Gadis yang sejak dua puluh menit yang lalu itu tak henti-hentinya membuka bedaknya, hanya sekedar mengecek penampilan lewat kaca. Dia mengalihkan atensinya pada jam tangannya, meski sebenarnya lelah, dia masih bisa menyunggingkan senyuman menunggu sang pangeran.

Dia memilih duduk di bangku halte. Beberapa siswa dan siswi agak menjauhkan tubuh mereka. Sayangnya, gadis itu memilih acuh. Dikeluarkannya ponsel dari saku rok. Ia menghela napas ketika tak ada bunyi notifikasi dari sang pujaan.

Hanya butuh waktu dua menit setelah menyimpan ponselnya. Mobil sport mewah bewarna biru itu mengambil arah pandangnya, bukan cuma dia, akan tetapi para siswa dan siswi yang ada di sekitarnya.

Ia tersenyum bangga. Well, dia yakin fotonya akan terpasang di akun gosip SMA Garuda. Ia pun yakin jika namanya akan populer dibandingkan si ratu kegelapan, Salsha.

Lelaki yang ada di kursi kemudi membuka kaca jendela bagian kiri. Senyuman indahnya terukir, sukses membuat gadis SMA itu memerah. Tanpa menunggu lama, ia lekas naik ke mobil mewah itu.

Kemudian mobil mewah itu hilang dari pandangan, meninggalkan teka-teki bagi gadis yang sejak tadi memilih menjadi pengamat di gerbang.

"Steffi?" katanya bermonolog, "tapi sama siapa?"

***

Salsha melambaikan tangan ketika mobil hitam itu mulai berjalan. Gadis itu mengembuskan napasnya lega. Well, hari ini melelahkan. Sungguh. Tetapi pada akhirnya ia bisa kembali memeluk guling—eh atau mungkin boneka lotso pemberian Iqbaal.

Salsha menarik senyumnya ketika untaian kata 'can we be friend?' terucap dari bibir merah muda laki-laki itu.

Teman?

Dunia pun tahu jika Iqbaal tidak pernah ditakdirkan menjadi teman untuknya. Salsha tahu jika semesta pun mendukungnya. Bagi Salsha, saat ini Iqbaalnya hanya dititipkan di gadis lain karna dia yakin, sejauh apapun Iqbaal pergi, berlari atau bahkan bersembunyi. Iqbaal akan kembali kepadanya.

Karna bagi Salsha, Iqbaal adalah segalanya. Mengabaikan fakta jika pada dasarnya, she isn't anything for him.

Salsha berjalan masuk ke dalam area rumah karna pagar telah dibuka sejak tadi oleh Pak Bowo—kepala keamanan rumahnya yang berusia empat puluh tahun, bukan bocah yang saat ini tengah ramai dibicarakan di dunia maya.

Matanya menyipit tatkala melihat motor yang amat dikenalnya terparkir di halaman rumahnya. Itu... Iqbaal?

"Mbak Salsha! Iku Mas Iqbaal nunggu sampeyan ket mau." Mas Dirman, dengan bahasa Jawa Suroboyoan yang di mix dengan bahasa Indonesia berteriak hingga membuat lamunan Salsha buyar seketika.

Kadang Salsha dan Al dibuat binggung dengan apa yang diucapkan lelaki dua puluh tujuh tahun itu, hingga kakaknya pernah meminta Mas Dirman untuk berbicara bahasa Indonesia. Namun, lelaki itu malah menjawab,

"Yo Mas e ae sing belajar bosoku, sopo ngerti isok dadi adik iparku."

Al langsung bergidik. Meski tak paham keseluruhan, dia tentu paham kaitan kata belajar dan adik ipar.

Abaikan masalah itu, yang paling penting adalah mengapa Iqbaal ada di sini? Mereka bahkan tidak bertegur sapa, oke lupakan dengan ajakan pertemanan Iqbaal karna dia tak pernah menganggap ucapan itu ada.

"Kamu diantar Alwan?" pertanyaan itu terlontar dari laki-laki yang masih mengenakan tas hitam di punggungnya.

"Kamu udah lama di sini?"

"Itu bukan jawaban, Salsha." Mata laki-laki itu sedikit menajam, menyiratkan nada perintah dan Salsha tentu paham akan hal tersebut.

Salsha menurunkan bahu, ditatapnya laki-laki di depannya kemudian berkata, "Masuk dulu, kita bicara di dalem aja," katanya sembari menarik lengan Iqbaal.

Dan yang membuat Salsha terhenyak adalah ketika tangannya terhempas begitu saja.

"Aku udah punya Vanes, Sha," katanya lembut, "aku kesini untuk ini." Iqbaal mengeluarkan kertas dari sakunya.

Kertas dengan coretan lipstik bewarna merah yang bertulis, keep your distance from my boyfie itu dibuka tepat di depan wajah Salsha.

"I don't know what's on your mind, but i think, ini kampungan, too corny," Iqbaal melembutkan pandangannya, "...and you're not supposed to do it."

"Kamu kira itu dari aku?"

"Salsha..." Ada jeda sebentar sebelum remaja jakung itu melanjutkan kata-katanya, "kertas ini ada di loker dia, di saat keadaan loker terkunci, aku rasa...siswa lain yang gak punya sesuatu gak akan bisa masukin kertas ini."

"Kamu nuduh aku yang masukin kertas itu ke loker Vanes?"

Salsha membuang arah pandangnya, enggan menatap Iqbaal. Dia tertawa sinis dalam hati, mengejek dirinya sendiri yang amat bodoh bisa berpikir Iqbaal datang ke rumahnya karna ingin kembali.

"You can get someone who is better than me."

Salsha langsung menoleh, menatap wajah laki-laki yang amat membuatnya menggila. Dia, si pencuri hatinya, dengan mudahnya berkata demikian. Sisi lain Salsha seolah mengejek kini. Seseorang yang lebih baik katanya?

Salsha mengangguk kemudian tersenyum, "Ya, Kak Alwan memang jauh lebih baik dari kamu."

"Jangan dia!"

"Kenapa?"

"Kamu gak pikirin perasaan Jessi?"

Salsha berdecak kemudian tertawa meremehkan, "Aku balik. Apa kamu juga pikirin perasaan aku?"

"Ini bukan tentang kita Salsha."

"Jelas. Jelas itu tentang kita. Aku akan jaga jarak asal kamu mau menyetujui satu permintaanku."

"Putus dari Vanes?" kata Iqbaal sinis. "Tidak. Terima kasih."

"Aku gak sejahat itu." Atau mungkin belum.

"Terus apa?"

Salsha tersenyum misterius. Ada banyak ide di otaknya.

"Jangan menjauh dari aku."

***

Whopps! Don't forget to leave a comment and vote.

What do you think about this part?

Cium beceq
bieber

Continue Reading

You'll Also Like

296K 23.9K 32
Andara Prameswari tidak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan mantannya di SMA. Apalagi dalam posisi sebagai seorang atasan dan bawahan. Aj...
Aurora By Ainiileni

General Fiction

41.4K 3.1K 45
Sembilan tahun telah berlalu, bertemankan sepi yang menyiksa hati. Alexa mulanya telah menekadkan hati untuk tetap sendiri sebab semua mimpi yang ing...
592K 28K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
104K 18.7K 44
#Miniseri 6 "Mengenalmu, adalah sebuah jalan untukku merasa utuh." (Erlangga Thariq) "Bertemu denganmu, adalah jalan yang tak pernah kuinginkan terja...