Dunia Kepenulisan I (The Writ...

بواسطة Ariestanabirah

1.7K 205 0

Sraylira Melati, adalah calon penulis novel yang menyukai genre misteri. Suatu hari ia bertemu dengan Dilly P... المزيد

Chapter I.A
Chapter I.B
Chapter II.A
Chapter II.B
Chapter III.A
Chapter III.B
Chapter IV.B
Chapter V.A
Chapter V.B
Chapter VI.A
Chapter VI.B
Chapter VII.A
Chapter VII.B
Chapter VIII.A
Chapter VIII.B
Chapter IX.A
Chapter IX.B
Chapter X.A
Chapter X.B
Chapter XI.A
Chapter XI.B
Chapter XII.A
Chapter XII.B
Chapter XIII.A
Chapter XIII.B
Spesial I: Erika
Spesial II: Blueray

Chapter IV.A

37 5 0
بواسطة Ariestanabirah

-Sraylira Melati-

Anis memaksaku menemaninya ke sebuah tempat yang masih dirahasiakan. Penampilannya agak berbeda hari ini. Anis memakai dress terusan bewarna pink, senada dengan warna pita yang menjepit rambut hitamnya, kemudian di tangan kanannya tergantung sebuah tas mungil yang juga bewarna pink, sampai jika kau melihat ke bawah pun Anis memakai sepatu dan kaos kaki pink. Serba pink.

Satu kata, mencurigakan!

Dan setiap kali aku bertanya kami mau ke mana, dia pasti menjawab dengan,

"Ada deh.", "Mau tahu aja atau mau tahu banget?" atau "Rahasia dong!" Rasanya sebel banget dengarnya. Lebih baik tak usah ditanya.

Saat ini kami tiba di sebuah taman. Tak ada siapa pun di sini padahal taman ini cukup asri dan memiliki beberapa permainan anak. Sebuah ayunan, perosotan, dan lapangan pasir berukuran kecil yang mungkin cukup untuk dimasuki oleh sepuluh anak- menyambut kedatanganku dan Anis. Pohon-pohon akasia yang tersusun rapi serta bunga-bunga beraneka warna yang tersebar di sekeliling taman ini juga siap memberi kata selamat datang untuk para pengunjung taman. Sayangnya, tak banyak orang tertarik datang ke taman, anak-anak lebih suka di rumah bermain gadget atau sibuk di tempat les, begitupun orang tua yang tidak membiarkan anaknya bermain di taman karena anaknya dijejali gadget, les atau karena orang tua itu overprotective.

Mata Anis mulai mencari sesuatu, "Kok belum ada, ya? Biasanya jam segini," gumamnya. Aku mulai mencium sesuatu yang aneh pada kalimat Anis. Jangan-jangan dia mengajakku ke sini untuk bertemu seseorang? Jangan-jangan dia mau mengenalkan seorang cowok padaku? Ah tidak! Dia pasti akan menyikat cowok itu duluan sebelum berbaik hati menyodorkan padaku!

Eh sebentar. Mengapa pikiranku jadi semakin mengada-ngada?

"Anis, siapa yang kau tunggu?" tanyaku cepat dibandingkan aku mulai berspekulasi macam-macam gara-gara Anis.

Anis tak menjawab. Ia masih sibuk mengaktifkan antenanya, mencari radar seseorang. Otakku bergerak sendiri mencari jawaban yang saat ini pasti tak akan didapatkan jika aku bertanya pada Anis.

Beberapa petunjuk terlintas di pikiranku,

1. Taman bermain dekat rumah Anis.

2. Anis berpenampilan berbeda dari biasa.

Aku menghela napas panjang, "Memangnya Dyan akan kemari, ya?" tanyaku cepat. Anis memandangku dengan takjub, matanya terbelalak. Oh, tebakanku tepat. "Kau hebat Mela! Kau bisa membaca pikiranku, jangan-jangan kau memiliki indera ke enam?" balas Anis.

Kali ini aku mengambil napas dan menahannya sebentar sebelum menghembuskannya kembali. Tak perlu kemampuan indera ke enam untuk menebak pikiran. Menghubungkan satu per satu fakta dan informasi dapat membuat seseorang dibaca seperti sebuah buku. Anis mungkin tidak tahu kalau caranya sesederhana itu. Ya, hanya dengan dua petunjuk saja aku bisa tahu pikirannya.

Aku duduk di ayunan sementara Anis masih sibuk mengedarkan pandangan untuk menangkap sosok Dyan. Tak lama berselang, seorang cowok setinggi 170 cm memasuki area taman sambil membawa kucing putih di pelukannya. Di pinggangnya yang ramping terdapat sebuah tas pinggang kulit warna coklat. Wajah cowok itu terkesan ramah, pipinya berisi, rambutnya tertutup topi sehingga aku tak tahu apakah rambutnya lurus atau keriting, hitam atau warna-warni? Apakah cowok ini yang dipanggil Dyan oleh Anis?

Mataku dengan cepat melirik Anis, oh! Dia sudah diam terpaku.

"Selamat pagi," sapa Anis ramah. Cowok itu tersenyum dan membalas sapaan Anis. Kucing putihnya juga ikut mengeong, tanda menyapa. Kucingnya lucu sekali, bulunya sangat tebal dan halus –tipe kucing yang rajin datang ke perawatan-, ah kucing kampung biasa itu jadi terlihat cantik dan elegan.

"Dy-Dyan sedang apa di sini? Jalan-jalan?" Anis bertanya dengan gugup. Aku menahan diri untuk tetap bereaksi tenang dan seolah-olah tidak kenal dengan Anis. Tapi, sudut mataku tetap saja tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak melirik dan ikut campur di dunia Anis. Telingaku juga merongrong untuk menangkap kata-kata yang diutarakan oleh Anis dan Dyan. Ah, apa boleh buat... aku membiarkan tubuhku bergerak sesuai kehendak mereka, sudah tak bisa dicegah.

"Aku setiap pagi sebelum beraktivitas mengajak Hepi jalan-jalan, sekalian cari inspirasi," terang Dyan sembari mengelus kepala kucingnya yang dibalas dengan suara manja oleh sang kucing.

Ah, aku ingin jadi kucingnya. Pasti itu kalimat yang ada di dalam hati Anis, aku tahu hanya dengan melihat matanya yang memandang iri pada sang kucing.

"Jadi nama kucing ini Hepi, ya? Laki-laki, kah?" Anis memberanikan tangannya untuk menyentuh Hepi, "Kucing manis!"

Ok. Aku salah mengatakan kucing itu cantik. Dia laki-laki!

Dan Anis sepertinya lupa kalau aku ada di sini. Dia sama sekali tak menghiraukanku, atau setidaknya ia mengenalkanku pada Dyan secara basa-basi. Huh. Saat ini aku hanya duduk berayun-ayun sendirian sementara Anis berjalan mengitari taman bersama Dyan dan Hepi. Sesekali mereka tersenyum dan tertawa, seperti dua orang yang sudah kenal lama dan akrab.

Aku jadi bertanya-tanya, apa maksud Anis mengajakku ke sini? Ia menjadikanku teman untuk menemaninya hingga Dyan datang, kah? Habis manis sepah dibuang ini namanya.

Anis benar-benar menyebalkan!

Dia semakin melupakanku. Dia, Dyan, dan Hepi mulai menjauh dari taman dan tiba-tiba menghilang dari penglihatanku. Tak tampak lagi sejauh mataku memandang. Tak lama kemudian handphone-ku berbunyi, sebuah pesan masuk –dari Anis-.

< Thanks ya Mela <3. Aku dan Dyan pulang duluan. Yes! Kami pulang bareng ;* >

Aku menutup handphone flip-flop itu dengan gemas. Sebuah pesan masuk lagi. Anis lagi, kah? Mau laporan kalau dia bahagia meski meninggalkan sahabatnya sendirian di tengah taman yang asing? Atau dia mau membunuh rasa gugup karena berduaan dengan Dyan? Eh bertiga dengan Hepi juga!

Drrrrrrt.

< Temui aku sekarang juga di tempat biasa J. Cepat! >

Aku menelan ludah membaca pesan dari Dilly. Setelah beberapa hari kehidupanku aman dan sejahtera tanpanya, kini ia kembali lagi.

Anis dan Dilly benar-benar menjelma menjadi dua orang paling menyebalkan di duniaku!

< Kenapa aku harus datang?>

< Jika tidak, maka aku akan datang ke rumahmu. Ada sesuatu yang harus kita

bicarakan. Ayolah cepat! Aku sudah hampir sampai nih. >

< Bawel! Aku tak mau datang! >

Aku mengabaikan Dilly. Seenaknya saja dia memerintah! Aku berjalan cepat meninggalkan taman. Hujan mulai turun, aku merogoh isi tas dan menemukan payung lipat bewarna hitam corak marun. Aku membuka payung dan bergegas menuju halte terdekat untuk pulang.

****

Kaca bus basah oleh terpaan hujan yang semakin deras. Lagu hujan milik Utopia terdengar dari siaran radio yang dipasang oleh supir bis, Cocok. Kemungkinan besar kota ini dilanda hujan serempak. Setiap sudut kota yang dilalui bis ini juga hujan.

< Tiba-tiba hujan. Kalau kau tiba duluan, tolong tunggu ya.

Aku akan segera datang kalau hujan reda. Hati-hati di jalan. >

Aku menutup handphone. Jadi, Dilly menyuruhku menunggu setelah menyuruhku cepat?. Siapa juga yang mau datang!

Aku mengelap jendela bis di samping kiriku dengan tisu agar bisa melihat pemandangan di luar. Ah tapi percuma, hujan kembali mengaburkan pemandangan. Handphone-ku berbunyi lagi. Dilly lagi?

< Kau bawa payung, kan? Kalau tidak bawa, kau tak usah turun dulu ke kafe A.

Nanti saja kalau reda. Nikmati saja dulu suasana dalam bis. >

< Cerewet. >

< Aku hanya tak ingin penulisku sakit. >

< Aku bukan penulismu. >

< Kau penulisku. Hanya penulisku. >

< BUKAN! >

< *menjitak kepalamu* >

Aku mendengus kesal. Aku membaca ulang pesan-pesan Dilly. Ah, aku merasa ada yang janggal. Apa, ya?

1. Aku sudah hampir sampai.

2. Aku akan segera datang kalau hujan reda.

3. Kau bawa payung, kan?

Aku segera berhenti di pemberhentian bis. Dengan cepat aku keluar dan berganti bis ke arah kafe A. Satu kesimpulanku, Dilly terjebak hujan! Aku tak mengerti mengapa aku bisa berpikir seperti itu. Bisa saja kan dia mampir ke suatu tempat karena aku belum datang? Ketika di tempat itu, hujan turun sehingga Dilly menyuruhku menunggunya.

Ya, pasti begitu!

Tapi kenapa, tubuhku bergerak sendiri? Mataku mencari Dilly.

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

196 77 6
Setiap lirik punya cerita, setiap kata punya makna, setiap nada punya arti. Hidup itu bagaikan musik. Banyak jenis genre, tapi apa pun itu, musik sel...
710 120 25
Kelima pemuda telah dipertemukan bagai takdir, berbagi satu sama lain. Dan bertahan dengan satu satunya hal yang mereka dapat lakukan. Menyebut merek...
The Universe بواسطة Jufan Rizky

الخيال العلمي

1.2K 319 47
Babak ke dua Xade dalam melatih dan membawa Lubang Hitam ke Sanivia. Usai mendapatkan kekuatannya kembali, Vahn sang Lubang Hitam justru mengalami ke...
17.8K 692 24
Jika disuruh memilih Amaliya Zahra lebih baik tidak sama sekali terlahir kedunia ini. Terlahir sebagai anak haram yang tak pernah diharapkan oleh pi...