My Blued Mood

بواسطة bastardoxus

227 5 2

Finally, we have a date. Hello my favorite Blued official host! But wait, don't you know that I am one of you... المزيد

My Blued Mood

227 5 2
بواسطة bastardoxus

B-Cafe, 7 p.m, Saturday Night

"Sorry, kamu Ken? Blued?" suaramu yang agak sedikit berat itu membuatku langsung mematikan rokok di asbak setelah menyadari kehadiranmu. Aku berdiri mengulurkan tangan untuk berjabatan sebelum menyuruhmu duduk.

"Oh, hai! Kamu Staro?'' tanyaku mencoba meyakinkan bahwa kau adalah orang yang memang aku tunggu.

''Panggil Billy, aja Ken. Kita sudah ketemu di dunia nyata sekarang. Staro itu maya.''

Aku tersenyum kecil sambil menatap wajahmu yang dihiasi lesung pipit. Alis matamu yang tebal menjaga keindahan matamu yang bulat besar. Hidungmu yang mancung dan bibir merahmu yang tipis tertata begitu sempurna pada dasar tulang wajah bersihmu yang tegas. Jari-jarimu sempat menata rambut hitammu perlahan.

''I never thought that mostly official host on blued more good looking if you see them in person like this. Too good to be true, Billy," jelasku sambil menyerahkan daftar menu padamu. "Coffee?"

Kau tertawa kecil. ''Really, huh? Thanks bro. You too, Ken. I didn't expect you will look like this as well. Your profile picture on Blued look... hm."

"Ugly?"

"No. You are basically very handsome. Aku cuma mau bilang, you better like this,'' katamu sambil menunjuk kepalaku.

Aku memegang kepalaku pelan sambil menggigit lidah. ''Aku baru potong rambut. Salah potong. So, ya botakin sekalian.''

''Cute ah! Apalagi tato di leher belakang itu.'' Kali ini kau menunjuk leher belakangku.

''Why? Sexy, huh?''

''Estetika yang indah.''

Aku sengaja memandang matamu dalam sambil merasakan wajahku memerah. ''Ternyata kamu lebih gombal dibandingkan saat live.''

Kau sedikit mengangkat bahu. ''I don't care, Ken. Now, cuma ada kamu dan aku. We have to celebrate it.''

''How?''

Kau memanggil pelayan kafe dengan petikan jari. ''Americano.''

''How? How? How?'' tanyaku lagi.

"With your cup and my cup."

"Coffee?"

"Yes." Lalu kau tertawa.

''Kenapa harus kopi?''

"Any request?''

"Celebrate it on somewhere."

"Bed? No, Ken!"

"Hm, bukan itu maksudku." Aku sedikit menyenderkan bahu dan menyilangkan tangan. ''Kenapa kau harus mengajakku ke kafe kopi dan merayakan pertemanan kita dengan kopi? Aku tidak suka kopi.'' Aku lalu menggeser segelas teh hijau yang aku pesan ke arahmu.

''Lalu kenapa kamu datang, Ken?'' tanyamu santai.

''Ya, karena kamu.''

''Karena kamu menang, Ken.''

''Aku tidak sengaja masuk room kamu padahal. Aku tidak suka kamu sebenarnya.''

''Terus?''

''Iseng,'' jawabku sambil menyalakan sebatang rokok.

''Aku tahu kamu straight.''

Aku hampir tersedak. Rokokku terjatuh. ''Eh? What?''

Kau meminta sebatang rokokku. Lalu menyalakannya. Aku sempat terpana. Indah sekali caramu menyalakan rokok itu. Ah, sudahlah.

''Iya, beberapa teman kamu sudah chat aku secara pribadi. Kalian kelompok pria straight iseng yang buat akun blued hanya untuk adu hebat. Siapa yang bisa menaklukan seorang gay terlebih official host, dia menang kan?''

Aku mengepulkan asap tinggi-tinggi. ''Well, ketahuan ya. Kalau kau sudah tahu sedari awal. Kenapa kau menjadikanku pemenang kencan di adu gombal itu.''

''Karena aku ingin kamu menang.''

''Alasannya?''

''Karena perjuanganmu maksimal. Sebulan ini kamu selalu hadir di room aku dan kita berkomunikasi berjam-jam tiap harinya. Itu hingga larut.''

''Itu kan biasa?'' ucapku sambil tertawa kecil.

''Bagiku tidak biasa,'' jelasmu sebelum mulai mencicipi Americano-mu yang baru tiba. ''Kau berbeda.''

''Ya, ya, ya. Itu kan menurutmu.''

''Perasaanku bilang begitu.''

''Bahaya, Billy. Jangan bawa perasaan.''

''Harusnya kamu yang harus waspada, Ken. Sekarang aku balik tanya. Kenapa kamu rela datang kemari.''

Aku pura-pura berpikir sambil mengusap-usap lenganku yang bertato.

Kau menyimpan rokokmu di asbak lalu sedikit mendekatkan wajahmu ke arahku. Aroma parfum di tubuhmu lebih kuat daripada aroma asap rokok milik kita berdua. ''Kamu straight dan aku gay. Bertemu disini. Ada penjelasan?''

''Hm, karena kamu mengajakku bertemu.''

''Harusnya kamu kan bisa nolak, Ken.''

''Ya, karena aku kasihan sama kamu, Bill.''

''Kenapa kamu kasihan? Karena kamu menutupi identitas. Karena kamu bohong dengan semua gombalan-gombalan itu? Aku sudah tahu sih.''

''Lalu, kenapa kamu juga datang, Bill? Harusnya kamu bisa balas dendam dong. Ajak aku janjian lalu batal datang. Fair enough.''

Kau mengaduk-ngaduk cangkir kopi. ''Karena aku ingin bertemu. Itu saja.''

''Aku juga.''

Mata kita beradu sesaat. Lalu aku sengaja mengalihkan pandangan. Mencoba mencari topik baru untuk mengalihkan pembicaran.

''Kamu benar-benar tidak tampak seperti gay,'' kataku tenang.

''Kamu juga tidak tampak seperti straight,'' ucapmu tenang.

''Wait, damn you!'' Aku lalu mendekat menunjukkan tato-tato di kedua lenganku padanya.

Kau tertawa lepas.

''Hahaha, sorry. You look manlier than me though, Ken. And, for your information. Not all gay harus terlihat feminim.''

''Ah oke. I know that.''

''Lalu kenapa?" tanyamu.

''Kenapa apanya?''

''Kenapa kamu lebih memilih live room aku dibandingkan gay-gay yang lain, Ken? Banyak yang lebih menarik dan lebih dekat jaraknya denganmu sebenarnya.'' Kau bertanya sambil bertukar posisi duduk. Sekarang kau tepat ada di sampingku. ''Sorry, gw pindah kesini, asap rokoknya mengarah ke wajah. Angin berlawanan.''

Aku menggeser posisi dudukku sedikit miring agar bisa melihat wajahmu. Siluet lampu yang menyinari tubuhmu membuat itu terlihat sedikit bercahaya dan membuatku silau. ''Let you guess why?''

''I am asking you!''

Mata kita kembali beradu. Ada sesuatu yang membuatmu menarik. Matamu, bibirmu, seluruh gesturmu. Aku tertarik seperti magnet. Pembawaanmu yang ramah dan sangat tenang membuat setiap jawabanmu memilki kelas tersendiri.

''No answer, huh?'' tanyamu.

''Boleh ada pilihan untuk tidak menjawab?''

''Tidak boleh.''

''Aturan darimana itu?''

''Aturan dariku. Baru saja aku buat.''

''Kok bisa?''

''Karena kamu yang menanyakanku soal aturan itu, Ken. Jadi ya aku buat aturan baru.''

''Oke, kalau begitu boleh menunda jawaban?''

''Kalau itu boleh,'' kau tersenyum seperti anak kecil yang sedang memamerkan deretan gigi-gigi putihnya yang rapi. ''Aku harap jawabanmu nanti punya nilai lebih.''

''Ya, tapi kan ini bukan ujian.''

''Iya, tapi ini penegasan.''

''Untuk menegaskan apa?''

''Sesuatu yang harus ditegaskan?''

''Sesuatu itu apa?''

''Sesuatu yang ada padamu.''

Pembicaraan ini mulai membingungkan. Kita terdiam. Ada jeda cukup lama.

Aku menikmati teh hijauku dan kau menikmati kopimu. Aku mampu mendengar setiap hela nafasmu di tengah keheningan itu. Aku melirik ke arahmu dan menatap wajahmu cukup lama. Aku tersadar saat kau menatapku balik dan permisi. ''Aku ke toilet sebentar.''

Setelah kau pergi aku menghela nafas cukup panjang. Jantungku sedikit berdebar. Mungkinkah karena aku ketahuan? Atau karena...?

Nafasku mulai tidak beraturan. Aku langsung menyusulmu. Kau sedang bercermin di depan kaca saat aku masuk ke dalam. Aku berjalan pelan mendekatimu, merangkul bahumu, lalu menciumimu dengan lembut.

Maaf Billy, aku tidak bisa menunda jawaban.

***

[BASTARDOX.220118]

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

90.3M 2.9M 134
He was so close, his breath hit my lips. His eyes darted from my eyes to my lips. I stared intently, awaiting his next move. His lips fell near my ea...
28.8M 915K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
74.6K 3.7K 70
Well, this is my first attempt of trying short stories. It is the collection of love stories.