Married by Accident

By litmon

5.2M 382K 57.6K

[ver. belum di edit] Jeon Jungkook dan Shin Jinri adalah tetangga yang terkenal selalu tidak akur. Jeon Jungk... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Litmon Info (Harap dibaca)
Chapter 22
Chapter 23
Pengumuman (Wajib Baca)
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
ask_litmon
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Pengumuman
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Tolong dibaca :'v
Chapter 59
OPEN ORDER MBA versi PDF

Chapter 41

88.6K 6.5K 1.2K
By litmon

Jungkook maupun Jinri terlihat sama-sama sibuk malam ini. Mereka berdua tengah mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa untuk liburan ke Jepang besok. Kamar pasangan Jeon itu terlihat semakin berantakan karena Jungkook maupun Jinri kompak membongkar isi lemari mereka.

Jinri memperhatikan barang-barang apa saja yang dimasukkan Jungkook ke dalam kopernya. "Jungkook-ah, bawa celana ekstra," ingatnya.

Jungkook yang tengah berdiri didepan lemari tampak menolehkan kepala. "Berapa yang harus aku bawa? Menurutmu aku harus membawa baju yang mana?" tanya nya sambil bersedekap di depan jejeran pakaiannya yang tergantung rapi di dalam lemari.

Jinri bangun dari posisi duduknya lalu menghampiri Jungkook. Ia memperhatikan isi lemari milik suaminya itu. "Bawa yang menurutmu nyaman dipakai dan tidak mudah kotor," sahut Jinri. Ia mengambil pakaian Jungkook yang menurutnya nyaman dipakai oleh laki-laki itu.

Jungkook menganggukkan kepalanya. "Pilihkan untukku." ucapnya dengan senyum tak berdosanya.

Jinri mendengus. Jika tahu begini sejak awal lebih baik ia menyiapkan semua barang sendiri saja ketimbang mengajak Jungkook untuk membantunya. Laki-laki itu tidak bisa membantunya, Jungkook lebih terlihat seperti merecoki daripada membantu.

Selesai menyiapkan pakaian Jungkook dan perlengkapan lain milik suaminya itu. Jinri kembali menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi. Ia menyusun pakaiannya dengan rapi di dalam koper bersama barang-barang yang mungkin ia perlukan saat di Jepang nanti.

Jinri merenggangkan pinggangnya yang terasa mulai kaku. Ia hanya dapat menatap pasrah keadaan kamar yang terlihat sangat kacau. Mereka berdua hanya pergi ke Jepang untuk berlibur tapi barang-barang mereka terlihat seperti ingin pindah ke Jepang.

Jungkook yang baru selesai mengecek kameranya ikut duduk disamping Jinri. "Apa semuanya sudah selesai?" tanya nya membuka percakapan.

Jinri menganggukkan kepalanya. "Semua sudah beres. Tinggal perlengkapan mandi yang belum aku masukkan," sahutnya. Ia kembali mengecek isi kopernya dan Jungkook.

Wanita itu terlihat mengernyit melihat isi koper Jungkook. "Kenapa kau hanya membawa dua boxer?" tanya nya dengan tangannya memegang dua boxer Jungkook yang ia tarik dari tumpukan pakaian laki-laki itu. Salahnya juga yang tidak mengecek pekerjaan Jungkook yang sebelumnya. Laki-laki itu memang tidak becus menyiapkan barang-barangnya sendiri.

Jungkook langsung mengambil kedua boxernya itu dengan tatapan setengah kesal. "Tidak usah diacungkan seperti itu juga. Memangnya aku harus membawa berapa? Koperku sudah sangat penuh," sahutnya kembali menjejalkan barang pentingnya itu ke dalam koper dengan sembarangan.

Jinri memukul tangan Jungkook ketika melihat laki-laki itu memasukkan boxer dengan sembarangan ke dalam koper. "Jangan membuat isi kopernya kembali berantakan, Jungkook-ah. Setidaknya kau bawa empat buah. Memangnya kau mau memakainya satu selama berhari-hari?" omelnya.

Jungkook terlihat mengangkat bahunya acuh. "Rencananya begitu jika memang darurat," sahutnya dengan cengirannya.

Jinri kembali memukul suaminya itu. "Dasar jorok!" pekiknya yang hanya disambut tawa keras Jungkook.

Lelah melihat keadaan kamar yang sangat kacau, akhirnya Jinri memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya terlebih dahulu ke ruang tengah. Sebenarnya, itu bukan alasan satu-satunya, ia cepat-cepat pergi ke ruang tengah dan menyalakan televisi karena drama kesayangannya menayangkan episode terakhir malam ini.

Drama kesayangan Jinri itu juga yang membuat keberangkatan pasangan Jeon itu ditunda beberapa hari. Padahal sebenarnya jika mereka berdua berangkat sesuai jadwal yang dijanjikan, saat ini Jungkook dan Jinri sudah ada di Jepang.

Jungkook sempat kesal luar biasa karena Jinri dengan seenak jidatnya mengatakan keberangkatan mereka ditunda terlebih dahulu karena sebuah drama tidak jelas. Untung ia belum sempat memesan tiket saat itu. Terdengar aneh tapi itu nyata. Jinri memberi alasan jika di Jepang ia tidak bisa menonton drama kesayangannya itu dan berujung tidak tahu endingnya.

Katakan saja Jinri tidak ingin ketinggalan ending drama yang ia ikuti dari episode pertama dengan susah payah. Rasanya tidak akan puas jika tidak tahu ending drama yang sudah kita ikuti sejak episode pertama. Setidaknya itu yang dikatakan Jinri dan sukses membuat Jungkook menghela napas berkali-kali untuk menyabarkan dirinya sendiri.

Jungkook keluar dari kamar menyusul Jinri di ruang tengah. Ia duduk di samping wanita itu dan mulai ikut memperhatikan drama yang tengah ditonton oleh Jinri dengan sangat serius itu. Jungkook hanya penasaran seramai apa drama yang sampai-sampai membuat mereka mengundurkan keberangkatan ke Jepang.

Menyadari Jungkook yang duduk disampingnya, Jinri langsung mencari posisi nyamannya dengan bersandar pada laki-laki itu sambil memeluk lengannya. Itu adalah kebiasaan baru Jinri, setiap Jungkook menemaninya menonton televisi maka ia akan langsung bersandar dan memeluk lengan laki-laki itu.

Jinri sudah mendapatkan posisi nyamannya dan kembali menikmati drama haru birunya itu. Lain halnya dengan Jungkook, ia sudah beberapa kali menguap dalam beberapa menit ini. Semakin ia memaksa dirinya untuk memahami dan menikmati drama itu, semakin pula ia mengantuk. Tontonan Jinri memang tidak pernah cocok dengan seleranya. Sejak tadi yang disungguhkan drama yang katanya memiliki rating paling tinggi itu hanya adegan sedih yang tak berakhir.

Akhirnya, Jungkook tidak bisa mengontrol rasa kantuknya hingga ia tertidur diposisinya yang masih duduk di sofa. Ia sudah tidak memperdulikan suara isakan Jinri yang menangis terbawa suasana atau omelan istrinya itu tentang betapa bodohnya pasangan kekasih yang ada di drama itu.

Jungkook terbangun ketika merasa ada yang menepuk pipinya. Ia membuka sedikit matanya. "Hmm... Kenapa?" tanya nya dengan suara parau lalu mengubah posisinya menjadi menegapkan punggungnya.

Jinri hanya menghela napas maklum. "Pindah ke kamar." perintahnya singkat.

Jungkook mengalihkan pandangannya ke arah televisi yang sudah dimatikan. Lampu dapur juga sudah dimatikan, hanya lampu ruang tengah tempatnya sekarang yang belum dimatikan.

"Kau sudah selesai menonton dramamu itu?" tanya nya sambil merenggangkan kedua tangannya.

Jinri hanya menganggukkan kepalanya singkat. "Iya... Endingnya sangat mengecewakan. Bagaimana bisa mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah saja walaupun mereka sebenarnya masih saling mencintai? Seharusnya mereka tetap bersama untuk melewati semua ujian dalam hubungan mereka bukannya berpisah," protesnya dengan mengebu-ngebu.

Jungkook hanya menatap Jinri dengan ekspresi datarnya. "Mereka pasti punya suatu alasan untuk berpisah. Kau saja yang mungkin tidak paham alur ceritanya," sahutnya seadanya.

Jinri mengerling. "Apa? Kau tahu alasannya?" tanya nya dengan nada suara yang terdengar tidak terima karena Jungkook menunduhnya tidak paham alur cerita.

Jungkook tersenyum miring. "Tanyakan pada penulisnya." sahutnya singkat lalu bangun dari posisi duduknya. Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju kamar tanpa memperdulikan Jinri yang sudah menatapnya dengan dongkol.

Jinri mengerucutkan bibirnya sebal. "Ya! Jeon Jungkook! Jangan tidur dulu. Kau harus membantuku membersihkan kamar." teriaknya.

Wanita itu menyusul masuk ke dalam kamar dengan hentakan kaki kesal. Saat membuka pintu kamar, ia sudah menyiapkan sejumlah omelan mautnya jika Jungkook tidak mau membantunya membersihkan kamar yang luar biasa kacau.

Namun, mulut Jinri langsung bungkam ketika melihat kamar sudah bersih dan rapi. Ia masuk ke dalam kamar dengan tatapan tidak percaya. Sejak kapan kamar menjadi sangat bersih? Ia ingat betul tadi bagaimana keadaan kamarnya bersama Jungkook itu.

Jungkook tersenyum tipis ketika melihat ekspresi terkejut Jinri. "Tidak usah terlalu takjub seperti itu. Kamar sudah aku bersihkan. Jadi, kau bisa beristirahat lebih awal malam ini." ucapnya.

Jinri kembali melempar tatapan tidak percayanya namun, kali ini pada Jungkook. "Kau yang membersihkannya?" tanya nya.

Jungkook memutar matanya jengah. "Tentu saja. Kau pikir siapa lagi? Mana mungkin hantu yang membersihkannya." sahutnya terdengar sedikit ketus.

Mendengar sahutan Jungkook yang sama sekali tidak terdengar santai. Jinri akhirnya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja sebagai tanggapan. Ia tidak terlalu mengubriskan suaminya itu.

"Baguslah." ucapnya lalu pergi menuju kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi.

Jungkook mendengus. "Ya! Kau tidak mengucapkan terima kasih dulu? Aku sudah meringankan pekerjaanmu." teriaknya.

"Terima kasihnya kapan-kapan saja." terdengar sahutan Jinri yang tidak kalah nyaring dari dalam kamar mandi.

Jungkook langsung turun dari atas ranjang ketika mendengar sahutan istrinya itu. "Oh, benarkah? Kalau begitu kau harus memilih. Mengucapkan terima kasih atau aku akan menguncimu di kamar mandi." ancamnya.

Jinri yang mendengar ancaman kekanak-kanakan suaminya itu hanya bisa menghela napas lelah. "Jangan keka⎯⎯" wanita itu membulatkan matanya ketika mendengar suara kunci pintu yang berputar.

"Ya! Jeon Jungkook! Apa yang kau lakukan?" teriaknya. Jungkook dengan usilnya mengunci pintu kamar mandi dari luar. Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak ketika mendengar teriakan Jinri dari dalam sambil mengedor-ngedor pintu.

-00-

Jimin baru saja sampai di New York pagi ini. Tanpa buang-buang waktu ia langsung pergi ke apartemen tempat Yoora kekasihnya tinggal. Jimin dengan santai memencet digit-digit kode pintu apartemen milik kekasihnya itu dengan senyum yang tak bisa ia bendung lagi.

Ia tidak sabar melihat keterkejutan kekasihnya itu ketika ia tiba-tiba datang. Jimin memang sengaja tidak memberitahukan kedatangannya pada Yoora dengan maksud untuk memberikan kejutan untuk kekasihnya itu.

Ruang apartemen tempat Yoora tinggal tidaklah terlalu luas namun sangat nyaman. Jimin langsung meletakkan kopernya di ruang tengah apartemen. Ia melepas mantelnya dan menyampirkan di lengan sofa.

Apartemen kekasihnya itu terlihat sepi. Apa Yoora belum bangun tidur pikirnya. Ia mengecek kamar gadis itu dan ternyata kosong. Jimin masuk ke dalam kamar, ia meraba ranjang yang masih terlihat rapi. Kasurnya terasa dingin yang menandakan sejak malam tadi Yoora tidak tidur disitu.

Jimin mengambil ponselnya di saku celananya untuk menghubungi kekasihnya itu. Namun, lagi-lagi gadis itu tidak mengaktifkan ponselnya.

Ia mendesah berat. Entah kemana gadis itu. Ia berharap Yoora hanya keluar berbelanja atau lari pagi seperi yang dilakukan gadis itu biasanya. Jimin tidak ingin berpikir yang macam-macam walaupun ia memiliki bukti jika gadis itu sebenarnya tidak pulang semalaman ini.

Satu setengah jam Jimin menunggu Yoora, akhirnya terdengar suara pintu terbuka dengan suara Yoora yang tengah tertawa. Gadis itu sepertinya tidak pulang sendiri, ada suara orang lain yang terdengar tengah berbicara dengannya.

Jimin bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke ruang depan untuk melihat siapa yang datang bersama kekasihnya itu.

Yoora tidak menyadari jika Jimin tengah berdiri tidak jauh darinya dengan tatapan yang sudah menunjukkan ketidaksukaan sampai teman gadis itu memberikan kode untuknya berbalik.

Gadis itu terkejut ketika melihat kehadiran kekasih Parknya itu. "Park Jimin." gumamnya terkejut.

Jimin tidak bereaksi. Ia hanya melemparkan tatapan tajamnya pada gadis yang tengah berdiri di belakang kekasihnya itu dan Yoora sadar akan tatapan Jimin.

Yoora berbalik lalu memberi senyum tipis pada temannya itu. "Emily, terima kasih karena sudah mengantarku. Aku akan menghubungimu lagi nanti," ucapnya.

Gadis bernama Emily itu menganggukkan kepalanya pelan. "Hmm... Bukan apa-apa. Okey, aku tunggu." sahutnya dengan mengedipkan sebelah matanya genit pada Yoora. Sebelum pergi, gadis itu juga membalas tatapan tajam Jimin dengan senyum sinis.

Yoora langsung menutup pintu apartemennya setelah temannya itu pergi. Ia mencoba memberikan senyum manisnya pada Jimin.

Yoora menghampiri kekasihnya itu lalu memeluknya. Ia juga memberikan kecupan manis di bibir Jimin yang sama sekali tidak ditanggapi oleh laki-laki itu. "Kenapa kau tidak memberitahuku jika kau datang? Kau ingin memberiku kejutan, hm?" tanya nya dengan lengannya yang masih melingkar di leher kekasihnya itu.

Jimin melepas pelukan kekasihnya itu dengan kepalanya yang ia palingkan kearah lain. Ia bahkan langsung enggan menatap kekasihnya itu. "Darimana saja?" tanya nya terdengar dingin.

Yoora menelan air ludahnya pelan-pelan. Ia tahu Jimin sekarang pasti sedang menahan amarah. "Aku... Aku dari tempat kerja," sahutnya terdengar ragu-ragu.

Mendengar sahutan kekasihnya itu, Jimin langsung tertawa hambar. "Oh ya? Aku tidak tahu ditempat kerjamu mengijinkan staffnya untuk minum-minum dan menyuruh staffnya untuk tidak pulang semalaman," sindirnya dengan keras.

Gadis itu menundukkan kepalanya. "Jim, aku bisa jelaskan. Sekarang, aku hanya berteman dengan Emily." cicitnya.

Jimin hanya mendengus. Walaupun gadis itu tidak menjelaskan apa-apa padanya, ia sudah tahu apa yang dilakukan oleh kekasihnya itu saat ia tidak ada. Yoora kembali ke pergaulannya yang dulu. Pergaulan yang sempat menyesatkan gadis itu begitu jauh.

Emily, gadis blasteran Jerman-Korea itu bukanlah teman yang normal seperti yang dipikirkan orang-orang saat melihat kedekatan Yoora bersama gadis itu. Yoora pernah memiliki hubungan spesial dengan Emily. Mereka pernah menjadi sepasang kekasih.

Jimin tidak memungkiri jika kekasihnya itu dulu memiliki orientasi seksual. Ia kenal dan akhirnya dekat dengan Yoora juga karena kekasihnya itu dulu adalah pasien ibunya.

Jiminlah yang membantu gadis itu untuk bangkit dan sembuh dari orientasi seksual menyimpangnya itu. Yoora kembali normal dan berakhir jatuh cinta pada Jimin hingga akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Namun, sepertinya Jimin harus menelan kekecewaannya lagi ketika mengetahui kekasihnya itu masih bergaul dengan Emily.

"Kenapa kau masih bergaul dengannya? Ia bukanlah orang yang dapat kau sebut sebagai teman, Lee Yoora. Aku sudah berkali-kali memberitahumu jangan dekat-dekat lagi dengan gadis gila itu dan segala macam pergaulannya," suara Jimin naik satu oktaf.

Yoora menutup matanya sejenak. "Jangan selalu berburuk sangka padanya. Aku tahu, kau hanya takut aku kembali dengan pergaulan menyimpangku seperti dulu. Ia sudah berubah dan aku sudah sembuh. Kami hanya sedang membangun pertemanan yang normal," sahutnya masih bersikeras dengan argumennya.

Jimin mencoba mengambil napas dengan tenang di tengah emosinya yang sudah memuncak. "Hanya? Aku sangat takut, Lee Yoora. Bukan sekedar hanya lagi. Pertemanan normal seperti apa yang kau maksud? Apakah minum-minum, pergi ke klub malam dan tidak pulang semalamam itu yang kau sebut sebagai pertemanan normal? Yang ia lakukan itu hanya untuk menjerumuskanmu kembali." laki-laki itu kembali melempar argumennya.

Emosi Yoora juga mulai tersulut ketika mendengar suara Jimin yang semakin meninggi. "Pikiranmu yang terlalu kolot, Park Jimin. Kehidupanku disini dan kehidupanmu di Seoul tidaklah sama. Aku melakukan hal itu karena tuntutan, itu juga demi pekerjaanku. Kau tidak paham dengan situasiku sekarang." serangnya dengan suara yang meninggi.

Jimin terdiam. Matanya menyelam jauh ke dalam mata kekasihnya itu. Ia seperti tidak mengenal sosok Yoora saat ini. Apa yang terjadi dengan gadis itu selama ini?

Laki-laki itu tersenyum kecut. "Aku sudah tidak mengenalmu lagi, Lee Yoora. Kehidupan hebatmu itu berhasil mengubahmu hingga aku yang selalu berpikiran kolot ini bahkan tidak bisa mengenalmu dengan baik lagi. Aku datang kesini hanya untuk bertemu dengan kekasihku namun, sepertinya sosok itu telah mati di dalam dirimu," ucapnya dengan perkataan yang begitu menusuk.

"Kau bahkan tidak memakai cincin pertunangan kita lagi. Apa hubungan kita selama ini sudah tidak memiliki arti apa-apa untukmu?" lanjutnya.

Yoora terlihat terkejut mendengar kata-kata menusuk kekasihnya itu. "Tolong jangan katakan itu, Park Jimin. Kau salah besar!" teriaknya frustasi.

Jimin kembali tersenyum kecut. "Jelaskan apa yang salah dari perkataanku itu. Apa ini alasanmu menolak untuk kembali ke Seoul?" akhirnya pertanyaan itu kembali keluar dari mulut laki-laki itu. Yoora memang menolak untuk pulang ke Seoul dengan berbagai alasan setiap Jimin ingin menjemputnya.

Yoora memegang kepalanya dengan raut wajah yang terlihat semakin frustasi. "Tidak, Jim. Aku... Aku tidak bisa meninggalkan karirku disini begitu saja. Ini tidak ada hubungannya dengan hubungan kita. Tentang cincin, aku memang melepasnya tapi itu bukan berarti hubungan ini tidak ada artinya untukku. Aku mencintaimu, Jim. Percayalah padaku." jelasnya mencoba memberi pengertian pada kekasihnya itu. Yoora memegang pergelangan tangan kekasihnya itu dengan lembut.

Namun, emosi sudah terlanjur membutakan Jimin. Sejak awal ia memang sudah kesal ketika melihat Yoora kembali bergaul dengan Emily yang notabene penyebab hancurnya kehidupan kekasihnya itu. Setelah itu, masalah semakin bertambah dengan sikap Yoora yang sepertinya menganggap hubungan mereka ini layaknya sebuah permainan belaka.

Raut wajah marah bercampur kecewa terlihat jelas di wajah Jimin. Ia melepas genggaman tangan kekasihnya itu dari pergelangan tangannya. "Jika kau masih bersikeras dengan pendapatmu sendiri. Silahkan. Aku tidak akan memaksamu lagi untuk kembali ke Seoul. Kau bisa mengatur kehidupan yang kau inginkan tanpa diriku sekarang. Lakukan apa yang kau suka." ucapnya terdengar tegas. Tidak ada keraguan sama sekali dari suara laki-laki itu.

Yoora menatap wajah kekasihnya itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia tahu kemana arah pembicaraan Jimin.

Jimin melepas cincin pertunangannya dari jari manisnya. "Lupakan semuanya." ucapnya lalu membuang cincin itu ke tong sampah yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Setelah itu, Jimin mengambil mantelnya yang ia sampirkan di lengan sofa lalu menyambar kopernya dengan kasar. Laki-laki itu pergi melewati Yoora yang masih diam mematung.

Saat mendengar suara pintu apartemennya tertutup dengan keras, tubuh Yoora langsung merosot ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya. Ini bukanlah pertengkaran mereka yang pertama, ia dan Jimin memang sering bertengkar hebat walaupun dari luar mereka terlihat seperti pasangan yang selalu damai-damai saja. Mereka berdua bahkan sejak dulu mendapatkan gelar sebagai pasangan kalem di kalangan teman-teman mereka.

Jimin maupun Yoora memang pintar menyembunyikan semua masalah menyangkut hubungan mereka. Sebenarnya, banyak masalah berat yang mereka berdua lewati selama ini hingga hubungan mereka sering mengalami putus-nyambung.

Ini juga bukanlah pertama kalinya Jimin marah besar padanya. Laki-laki itu memang selalu bersikap manis dan memperlakukannya bak tuan putri namun, lain pasalnya jika Jimin sudah tersulut dengan emosi. Sosok manis dan lembut laki-laki itu akan hilang berganti dengan sosok Park Jimin yang lain. Jimin begitu mengerikan ketika marah dan biasanya laki-laki itu tidak pernah main-main dengan perkataannya.

Jika ia sudah mengatakan 'lupakan semuanya' berarti ia benar-benar pergi dan mengakhiri hubungan mereka.

-00-

Jungkook dan Jinri sudah tiba di bandara. Mereka berdua masuk dengan membawa koper masing-masing. Jika dilihat secara sekilas orang-orang mungkin bisa salah paham mengira mereka berdua adalah pasangan selebritis karena airport fashion mereka yang terlihat serasi dan ditambah visual mereka yang memang mencolok.

Mereka berdua memakai pakaian dan mantel couple hari ini. Jungkook memakai sweater hitam dengan model turtle neck yang ia padukan dengan mantel tebal yang memiliki warna sama dengan sweaternya sedangkan Jinri memakai sweater model turtle neck berwarna putih dan mantel yang sama dengan yang dipakai oleh Jungkook.

Jungkook menghentikan langkahnya. "Sebenarnya kita berdua harus memakai masker," ucapnya tiba-tiba.

Jinri mengeryit bingung. "Memangnya untuk apa?" tanya nya tidak paham.

Jungkook tersenyum lebar. "Agar terlihat seperti selebritis. Biasanya, mereka akan menggunakan masker, kapan perlu menggunakan topi maupun kacamata untuk menutupi wajah mereka. Lalu mereka berjalan dengan sedikit menunduk dengan tangannya yang membawa passport dan ponsel." Jelasnya sambil memperagakan bagaimana gaya artis-artis yang biasanya akan pergi dan datang di bandara.

Jinri tertawa pelan. "Jangan terlalu banyak berkhayal. Kau terlihat konyol seperti itu," ejeknya.

Jungkook ikut tertawa. "Tapi apa yang aku katakan ini memang benar. Kau bisa mencoba lain waktu. Aku yakin satu atau dua orang akan salah paham mengira kau salah satu anggota girl band terkenal yang sedang diam-diam berlibur sendiri." ucapnya sambil terkekeh.

Kini, mereka berdua tengah duduk diruang tunggu pesawat. Penerbangan mereka masih sekitar 40 menit lagi. Jadi, untuk mengisi waktu, mereka berdua lebih memilih untuk mengobrol berbagai hal lucu sampai Jungkook tertawa terpingkal-pingkal yang berhasil menarik perhatian orang-orang disekitar mereka.

Lelah tertawa, akhirnya mereka berdua kembali diam sambil mengambil napas. Jungkook juga sempat ditegur oleh seorang nenek yang kebetulan duduk di samping mereka berdua untuk diam.

Jinri mendekatkan mulutnya ke telinga Jungkook. Ia membisikkan sesuatu. "Ingat. Jangan membeli makanan di dalam pesawat," peringatnya.

Jungkook mengerling. "Lalu bagaimana jika aku lapar? Harga makanan di dalam pesawat tidak membuat kita bangkrut. Hematmu terlalu berlebihan," protesnya tidak terlalu setuju dengan larangan berbelanja karena dalam rangka berhemat uang anggaran berlibur ala Jinri itu.

Jinri memberi senyum manisnya. Ia mengambil sesuatu di dalam kantong mantelnya. "Tenang. Aku sudah membungkus biskuit kesukaanmu. Jika kau lapar, kau bisa memakannya di dalam pesawat," sahutnya sambil memberikan biskuit jahe dengan bungkusan lucu. Jinri membungkusnya menggunakan bungkusan plastik bermotif kepala Iron Man yang atasnya diikat dengan pita berwarna pink.

Jungkook mengangkat biskuit jahe dengan bungkusan motif Iron Man itu dengan takjub. "Ini terlihat hebat. Kau bahkan bisa menjualnya untuk penumpang lain," pujinya.

Jinri menjentikkan jarinya ketika mendengar saran dari suaminya itu. "Haruskah kita menjualnya? Uangnya bisa kita gunakan untuk membeli cola atau kopi panas." ucapnya dengan bersungguh-sungguh.

Jungkook menatap Jinri dengan tatapan aneh. Sarannya itu hanya untuk candaan, ia tidak bersungguh-sungguh. Tapi, sepertinya Jinri menanggapinya. Wanita itu benar-benar ingin menjual biskuit jahe di dalam pesawat. Sepertinya, jiwa bisnis di dalam diri istrinya mulai bangkit.

"Kau tidak harus menjualnya. Kita bisa saja diusir dari pesawat karena ulahmu." komentar Jungkook yang berhasil membuat senyum Jinri luntur begitu saja.

-00-

Setelah melakukan perjalan sekitar satu jam lebih. Jungkook dan Jinri akhirnya dapat menghirup udara segar Jepang. Sampai 5 hari ke depan, pasangan Jeon itu akan menikmati waktu berlibur mereka di negeri matahari terbit itu sekaligus merayakan hari natal mereka untuk pertama kalinya sebagai pasangan suami-istri.

Jinri yang paling terlihat antusias. Wanita itu sejak tadi tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Tentu saja Jinri bahagia, sebentar lagi ia akan bertemu kedua orangtuanya setelah berbulan-bulan tidak bertemu.

Dari arah kejauhan terlihat lambaian tangan Nyonya Shin dan Tuan Shin yang memang sengaja tidak bekerja hari ini untuk menjemput kedatangan anak dan menantu mereka.

Jinri terlihat langsung berlari menghampiri kedua orangtuanya. Ia langsung memeluk ibu dan ayahnya dengan haru. Jungkook hanya tersenyum maklum ketika melihat adegan penuh keharuan antara anak dan orangtua di depannya ini.

Jungkook sempat diabaikan oleh ketiga orang didepannya ini sampai Nyonya Shin menyadari jika putrinya tidak datang sendiri. Nyonya Shin menghampiri Jungkook lalu memeluk menantunya itu dengan hangat. "Oh, menantu tampanku. Apa kabar, nak?" sambutnya dengan senyum penuh kasih sayang.

Jungkook membalas senyum ibu mertuanya itu dengan senyum terbaiknya. "Kabarku baik, Eommoni." sahutnya.

Setelah itu, giliran Tuan Shin yang memeluk menantunya. "Terima kasih karena sudah datang, nak." ucapnya sambil menepuk punggung Jungkook cukup keras.

Jungkook kembali tersenyum lalu membalas pelukan ayah mertuanya itu. Kedua orangtua itu terlihat sangat bahagia ketika menyambut mereka berdua. Entah kenapa, Jungkook dapat merasakan kebahagian itu.

Mungkin karena terlalu bahagia, Tuan Shin sempat memamerkan menantunya itu pada orang-orang disekitar mereka yang juga tengah menunggu kedatangan kerabat mereka. "Ini menantuku dari Seoul. Ia dan anakku akan berlibur disini." ceritanya dengan bahasa Jepang yang fasih pada seorang bapak-bapak yang sepertinya sebaya dengan dirinya. Bapak itu mengatakan Jungkook sangat tampan dan tampak serasi dengan Jinri. Pujian itu membuat senyum Tuan Shin semakin lebar saja. Jinri bahkan berpikir senyum ayahnya sekarang bahkan dapat mengalahkan cerahnya sinar matahari.

Maklum sajalah, itu adalah hal wajib dilakukan semua orangtua didunia ini jika sudah memiliki menantu. Mereka akan dengan senang hati memamerkan menantu mereka pada teman-teman, keluarga maupun orang yang kebetulan lewat dengan bangga.

Sesampai mereka di kediaman keluarga Shin. Nyonya Shin langsung menunjukkan kamar untuk anak dan menantunya itu dan menyuruh mereka untuk beristirahat.

Namun, Jinri tidak mengubris perkataan ibunya. Setelah berganti pakaian dengan yang lebih nyaman, wanita itu memilih untuk membantu ibunya menyiapkan makan siang. Sedangkan, Jungkook masih di dalam kamar. Laki-laki itu tengah menerima panggilan dari Hoseok. Mungkin masalah pekerjaan.

Nyonya Shin memperhatikan Jinri yang tengah memotong wortel disampingnya. "Sayang, kau sedang diet? Tubuhmu terlihat lebih langsing sekarang," tanya Nyonya Shin penasaran.

Jinri menghentikan kegiatan memotong wortelnya. Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak, Eomma. Mungkin ini akibat nafsu makanku yang berkurang beberapa minggu ini karena aku cukup sibuk sebelum libur," sahutnya dengan senyum tipis.

Nyonya Shin langsung memicingkan matanya curiga. "Nafsu makanmu berkurang? Apa kau sudah isi? Kau harus memeriksanya, sayang," duganya dengan harap-harap.

Jinri cukup terkejut ketika ibunya langsung menyimpulkan jika mungkin saja ia hamil hanya karena nafsu makannya berkurang. "Ti⎯Tidak, Eomma. Aku sudah memeriksanya dan hasilnya negatif," sahutnya mencoba memperhalus kata-katanya. Tidak mungkin ia memberitahukan pada ibunya jika sebenarnya ia menunda kehamilannya. Ia bahkan sudah memasang alat kontrasepsi di rahimnya sekitar dua bulan yang lalu. Ibunya pasti akan kecewa jika tahu hal itu.

Nyonya Shin sempat terlihat kecewa. "Tetap berusaha, okey? Berikan segera Eomma dan Appa seorang cucu. Ah... Eomma sudah tidak sabar menggendong seorang cucu." ucap Nyonya Shin terdengar sengaja di nyaring-nyaringkan agar Jungkook dapat mendengarnya. Laki-laki itu tengah melangkah ke dapur ketika Nyonya Shin berkata seperti itu.

Jungkook hanya menatap Jinri dengan senyum seolah memberikan semangat kepada istrinya itu karena selalu di tanya kapan memberikan cucu setiap bertemu dengan orangtua mereka.

Laki-laki itu baru saja ingin membantu Jinri mencuci sayuran ketika ponselnya kembali berdering. Jungkook mengambil ponselnya di saku celananya. Nama Namjoon tertera di layar.

Jungkook langsung mengangkatnya. "Halo... Hyu⎯" belum selesai ia menyelesaikan perkataannya, suara cempreng Hana langsung menyapa pendengarannya.

"Kookie-ya, kau dan Jinri sudah sampai di Jepang? Kalian dimana sekarang?" tanya Hana terdengar dari seberang sana.

Jungkook memutar matanya sebal mendengar suara kakak perempuannya itu. "Sudah. Aku dan Jinri sudah dirumah," sahutnya terdengar malas.

"Baguslah, jika kau sudah sampai dirumah mertuamu. Jinri mana?" Hana langsung menanyakan Jinri dengan suara terlalu antusias.

Jungkook melirik Jinri sebentar yang terlihat tengah menatapnya dengan penasaran. "Jinri sedang di dapur membantu Eommoni menyiapkan makan siang. Noona, kau ingin berbicara dengannya?"

"Oh iya, ini sudah jam makan siang. Tidak... Tidak, Jungkook-ah. Aku hanya bertanya. Sebentar lagi, aku dan Namjoon Oppa sampai di rumah mertuamu. Aku sudah mengatakan pada Eommoni jika siang ini kami berdua ingin menumpang makan siang," ucap Hana di seberang sana yang terdengar tanpa beban sama sekali.

Jungkook hampir saja berteriak memarahi kakaknya itu. "Noona! Kalian ada di Jepang? Dan... Apa maksud kalian ingin menumpang makan siang disini? Apa kalian berdua bangkrut hingga makan siang saja menumpang, Noona?" omel Jungkook dengan suara pelan.

"Memangnya kenapa? Eommoni yang mengundang kami untuk makan siang sejak beberapa hari yang lalu. Kau tidak usah khawatir. Tunggu saja, mungkin sekitar 30 menit lagi kami akan sampai." sahut Hana sekali lagi terdengar santai-santai saja.

Jungkook menghela napas dengan berat. Semoga kakaknya itu tidak membuat malu di rumah mertuanya. Namjoon dan Hana memang tidak pernah kenal dengan namanya sungkan atau malu. Bagaimana bisa mereka berdua tiba-tiba datang di kediaman keluarga Shin untuk menumpang makan siang.

Ia bahkan tidak tahu jika pasangan aneh itu ada di Jepang sekarang. Setahunya, Namjoon dan Hana merayakan natal tahun ini di Ilsan. Tapi, jika ingat-ingat kembali tidak ada yang perlu dibingungkan dengan kehadiran pasangan itu yang tiba-tiba ada di Jepang. Pasangan keturunan dewa angin itu (itu perkataan Yoongi) memiliki kebiasaan bepergian bak angin. Hari ini mungkin saja Namjoon dan Hana ada di Jepang, besoknya mungkin kalian akan terkejut ketika melihat pasangan itu sudah berselfie-ria di Ilsan.

Itulah kehebatan yang hanya dimiliki oleh Namjoon dan Hana.



-TBC-


Litmon balik lebih awal malam ini soalnya setelah ini litmon punya urusan lain wkwk

Akhirnya ya, Jimin dan Yoora hadir ke permukaan dengan konflik mereka. Mereka berdua ternyata punya masalah yang cukup sensitif pemirsah. Part Jimin-Yoora masih berlajut, akan litmon selipkan lagi di chapter berikutnya. Mungkin banyak yang udah lupa sama pasangan ini karena sejak awal cuma pasangan ini yang tidak terlalu menonjol karena ldr'an. Setiap pasangan di ff MBA ini punya cerita sendiri2 dan punya giliran untuk nongol dengan cerita mereka. Kali ini giliran jimin yang litmon nistakan wkwk seperti biasa jika ada yang kurang suka part cerita dari pasangan lainnya, kalian bisa skip langsung.

Jangan lupa vote dan komentarnya. Maaf jika ada typo, karena litmon memang selalu kesandung typo di setiap cerita :'v

Sekian dari litmon. Terima kasih dan selamat membaca 💕

Continue Reading

You'll Also Like

462K 16.2K 50
Cerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!
570K 57.6K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
389K 14.8K 84
[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu...
18.8K 2.4K 41
Short Title : ROCG Alternate Title : ι‡η”ŸδΉ‹η–―ε“₯ε„Ώ Author : ζ°΄ι‡‘ζœ¨ Translator Eng : MTLNovel Translator Id : bluereblue ...