4 : The Bad Night
Helaan napas panjang dari Javier keluar ketika dia tiba di apartemennya. Masih berusaha menghindari pertanyaan dari Olivia tentang apa yang telah dia lakukan, Javier lebih memilih untuk tidak kembali ke mansion-nya dulu. Lagipula, Javier berpikir tidak semua hal yang dia kerjakan harus Ibunya tahu. Ia sudah sangat besar untuk dapat melakukan apa pun sesuai keinginannya, termasuk menghukum Anggy Sandjaya.
Berbicara tenang wanita itu, seperti yang telah Javier tebak sebelumnya, Angel tidak akan percaya begitu saja dengan apa yang telah ia katakan. Ya, memang benar Angel mengangguk seakan percaya dengan apa yang dia katakan. Namun, pandangan mata biru Angel yang Javier lihat? Javier yakin ia tidak salah ketika ia melihat keraguan di sana.
"Sudah Mommy tebak kau tidak akan pulang dan lebih memilih tidur di sini."
Suara yang Javier dengar begitu dia masuk ke apartemennya lebih dalam, membuat Javier terlonjak kaget. Dan benar saja, di hadapannya Olivia sudah duduk manis di atas sofa dengan tangan yang memegang remot televisi. Sementara mata cokelat wanita itu menatap Javier dengan pandangan lelah.
"Kenapa Mommy di sini?"
Pertanyaan bodoh. Dan pertanyaan itu kemudian membuat Olivia berdiri dari duduknya untuk bergerak menghampiri putranya.
"Hanya menghampiri putra Mommy yang hilang. Sekaligus memberitahu calon menantu Mommy ke mana biasanya calon suaminya menghilang."
Apa? Javier tidak habis pikir dengan apa yang Ibunya katakan.
Calon menantu? Calon suami? Kata-kata macam apa itu! Mengingat tidak ada satu pun keinginan untuk menikah di kepala Javier setelah Angeline dipastikan akan menikah sebentar lagi.
Ya, Angeline akan menikah.
Dengan Rafael.
Rafael yang itu, si bajingan plin-plan.
Pemikiran itu membuat mood Javier langsung jatuh. Biarkan saja dia dibilang lelaki gagal move on, Javier tidak peduli. Karena sampai detik ini, sebenarnya masih sangat sulit merelakan Angel untuk yang lain.
Apalagi Angel masih setia datang di dalam mimpi Javier.
"Apa yang sedang Mommy katakan?" Javier bertanya sembari berusaha membuka ikatan dasi yang terasa mencekik lehernya. Namun kepala Javier langsung bisa memutar jawaban atas pertanyaannya sendiri ketika ia melihat wanita itu muncul dari arah dapur dengan celemek yang menutupi tubuh bagian depannya.
Oh, God! Bagaimana bisa Javier melupakan kebiasaan Olivia? Seharusnya Javier tidak melupakan fakta jika disaat Olivia tidak bisa menggali pernyataan dari dirinya, Ibu tersayangnya ini pasti akan mengorek informasi dari sumber yang lain.
Dan ya.... Itu dibuktikan dengan kehadiran Anggy Sandjaya disini. Wanita dengan nama tengah yang sangat absurd dan kemungkinan besar telah memberikan informasi yang cenderung merugikan Javier.
"Mommy, makanannya sudah siap...." Anggy mengatakannya dengan riang, sangat berbanding terbalik dengan wajah Javier yang terlihat seperti tak sengaja meminum susu basi sekarang.
"Ah, kau sudah pulang, Baby?" Anggy berkata lagi, kali ini sembari menatap Javier dengan senyum yang mengembang seolah dia baru saja menyadari kehadirannya.
Javier semakin menggeram, ini sudah pasti merupakan sesuatu yang tidak baik. Dan apa panggilannya tadi? Baby? Apa sebenarnya yang sedang wanita ini rencanakan? Dan tanpa sadar Javier sudah membunyikan alarm waspada dalam kepalanya.
"Wah benarkah?" Suara Antusias Olivia membuat Javier mengalihkan perhatiannya. Matanya tidak bohong ketika ia melihat Olivia sudah berjalan menuju Anggy kemudian memegang bahunya seakan mereka perdua sudah akrab sekali.
"Aku tidak percaya ketika kau berkata kau akan memasak kau benar-benar melakukannya. Ayo, Jav.... Mommy sudah lama sekali tidak memakan makanan Indonesia...." Olivia berkata dengan antusias, dan ejekan yang Anggy keluarkan dari matanya membuat Javier tidak melakukan apapun selain menggeram.
"Memangnya Mommy senang makanan Indonesia?" Anggy menekankan ucapannya di kata Indonesia. Tidak terlalu dalam, tapi itu sanggup membuat Javier paham.
"Tentu saja, Paman Javier mendirikan resort disana. Sayang sekali kami tidak pernah mengunjunginya lagi...." Olivia menjawab seiring langkah mereka yang menuju meja makan.
Anggy sedikit menoleh untuk melihat apakah Javier mengikuti mereka. Dan ternyata iya. Itu membuat senyum penuh ejekan terpasang cantik di wajah Anggy sekarang.
"Javier pernah ke Indonesia?" Anggy bertanya penasaran.
"Dia terakhir pergi kesana bulan yang lalu."
Bruk! Javier merasakan sebuah beton dijatuhkan di atas kepalanya begitu Ibunya mengatakan hal ini. Dasar! Menyebalkan sekali melihat senyum kemenangan terlihat di wajah Anggy saat ini.
"Ah.... Bulan lalu...." Anggy mengulangi perkataan Olivia. Tentunya dengan seringaian jahatnya pada Javier.
"Apakah Javier perlu membawa peta kesana, Mom? Kau tahu, ada orang yang berkata padaku jika Indonesia itu adalah negara antah berantah."
"Orang yang berkata padamu mungkin tidak pernah lulus pelajaran Geography. Salahkan orangtuanya yang tidak mengajarinya dengan benar," canda Olivia. Namun candaan Olivia ternyata mampu membuat Javier tersedak oleh tawanya sendiri.
"Kau kenapa, Jav?" tanya Olivia heran. Wanita itu kemudian menatap Javier dan Anggy yang sedang memindahkan mangkok dari pantri ke meja makan secara bergantian.
"Tidak, Mom... Aku baik." Javier masih menahan tawanya. Sungguh aneh, mengingat beberapa menit sebelumnya moodnya terjun bebas melihat wartawan menyebalkan ini ada disini.
"Kuharap kalian suka bubur ayam," ujar Anggy begitu ia sudah duduk di atas kursinya. Tugasnya sudah selesai, itu bisa dilihat dari semangkuk bubur dengan suwiran ayam di atasnya yang sudah tersaji di depan masing-masing orang.
"My favorite one. Terimakasih, Sayang." Olivia mengatakannya dengan girang. Dan di detik kemudian ia sudah menyuapkan sendok demi sendok bubur itu kemulutnya dengan ekspressi wajah seakan ia benar-benar menikmatinya.
"Kau perlu aku suapi, Baby?" Pertanyaan ini Anggy tujukan untuk Javier, mengingat sampai saat ini Javier masih diam dengan tangan yang sudah memegang sendok.
Javier lantas menatap Anggy dengan pandangan curiganya. Bisa saja karena terlalu kesal Anggy menaruh bubuk racun ke dalam sini, bukan?
"Itu enak, Jav.... Namanya bubur ayam," ujar Anggy, sengaja mengabaikan pandangan curiga Javier. Wanita itu lantas bergerak mengambil sendoknya, sebelum berhenti untuk berbicara pada Javier lagi.
"Kau bisa melafalkan namanya, Jav? Sepertinya tidak, mengingat kau saja tidak bisa melafalkan nama tengahku." Anggy berkata dengan wajah sedih, dan setelah itu Anggy menyendok bubur di mangkoknya sebelum mengarahkannya pada mulut Javier.
"Ayo makan Jav...," ucapan penuh paksa Anggy membuat tidak ada yang bisa Javier lakukan selain membuka mulutnya. Bukan karena Javier takut pada Anggy, tetapi Ibunya di seberang sana sudah menatapnya penuh peringatan.
"Anak pintar. Bisa aku pastikan jika saat ini kau bisa menyebutkan kata Putri maupun bubur ayam." Anggy tertawa geli bersamaan dengan mata Javier yang melotot ketika bubur itu sudah masuk ke dalam mulutnya.
Demi apa.... Ini pedas sekali! Wartawan ini benar-benar....
Entah sudah berapa cabai yang Anggy masukkan kedalam bubur yang dia suapkan pada Javier. Yang jelas rasa pedasnya sangat melebihi rasa pedas yang pernah Javier rasakan sebelum ini.
Dengan segera Javier meraih gelas berisi air di depannya. Cukup membantu, meskipun tidak banyak. Javier masih merasakan dengan jelas jika saat ini ia masih merasakan lidahnya terbakar.
"Tidak, woman... Aku sudah kenyang...," tolak Javier ketika Anggy sudah akan menyuapkan makanan terkutuk itu padanya setelah ia minum.
"Baby... Aku sudah memasak ini susah-susah untukmu...."
"Tapi aku benar-benar sudah kenyang, Sayang...." Javier mengatakan itu dengan penekanan di setiap katanya sembari melirik Olivia.
Ya, Javier memutuskan untuk mengikuti permainan Anggy juga. Karena jika tidak, Olivia akan mengetahui jenis drama kebohongan apa yang ia buat, dan sudah pasti tidak membutuhkan waktu lama bagi Angel untuk menemukan bukti jika apa yang telah ia katakan hanyalah sebuah kebohongan.
"Makanlah, Jav.... Daddymu saja selalu memakan masakan Mommy meskipun dia sudah kenyang." Olivia menyahut, dan itu membuat Javier menghembuskan napas pasrah.
Daddynya-Kevin Leonidas memang seringkali terpaksa menghabiskan makanan masakan Ibunya walaupun itu seringkali tidak bisa disebut sebagai makanan. Rasanya sangat-sangat parah.
Tapi yang pasti Javier tahu itu itu dilakukan Daddynya karena beliau tahu, Olivia sudah berusaha. Ibunya memasaknya dengan penuh cinta. Berbanding terbalik dengan medusa di sampingnya sekarang. Karena tanpa perlu menjadi paranormal, Javier tahu apa yang ada di kepala Anggy Sandjaya. Wanita ini ingin meracuninya. Itu terlihat jelas di matanya yang bersinar senang saat ini.
Ya, Tuhan.... Tambah volume nyawaku.... Javier berdoa dalam hati, sebelum bersiap-siap membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Anggy. Dan sekali, dua kali, tiga kali, bahkan berkali-kali kemudian Javier harus menahan mulutnya yang terasa terbakar.
"Kau tahu, Anggy... Federick dan Christine, sepupu Javier... Saat ini menetap di Indonesia. Mereka mendirikan bisnis pariwisata mereka disana." Disela penderitaan Javier, Olivia malah bercerita pada Anggy. Dan sialnya, topik pembicaraan mereka tidak lepas dari negara pencipta makanan sial ini.
"Benarkah? Di Indonesia bagian mana Mom?"
Satu lagi hal yang membuat tidak hanya lidah Javier yang terbakar, tapi juga kepalanya. Kenapa ia baru sadar jika Anggy juga turut memanggil Ibunya Mommy?
"Papua, mereka mendirikan resort disana." Anggy mengangguk paham dengan tangan yang kembali menyodorkan suapannya pada Javier, sementara mata Javier sudah mulai memerah saat ini.
"Mommy sudah selesai... Mommy pulang dulu. Tumben sekali Javier makannya lama sekali," goda Olivia yang tidak tahu situasi.
"Hati-hati, Mom... Mommy tidak mau membawa pulang dia juga?" Javier bertanya dengan nada suara tersiksa. Itu membuat Olivia melotot memperingatkan dan segera beranjak meninggalkan mereka.
Dan setelah Olivia menghilang dari sekitar mereka, tanpa menunggu lama Javier langung menenggak sisa air di gelasnya sementara Anggy langsung tertawa kencang.
"Javier... Javier... Javier.... Bagaimana? Kau sudah bisa menyebut namaku sekarang?"
"KAU!" Javier berteriak sembari bangkit dari duduknya. "Apa yang kau katakan pada Mommy? Dan untuk apa kau kemari!" Javier menatap Anggy tajam, sementara jemarinya terlihat menyugar rambutnya frutasi.
Anggy tersenyum sembari membenarkan posisi tubuhnya. "Tidak, Jav... Aku hanya mengikuti permainanmu...." Anggy tersenyum manis.
"Selain itu.... Aku adalah pemegang istilah; keep your friends close, and your enemy closer," lanjut Anggy dengan senyum menyebalkannya.
"Kau menantangku?" Javier bersuara dengan nada rendahnya. Ia sangat heran, bagaimana wanita udik ini begitu berani terhadapnya?
Anggy bangkit dari duduknya dan menatap Javier tanpa rasa takut. "Aku tidak pernah menantangmu, Javier... Aku menanggapi permainanmu," ujar Anggy sebelum wanita itu bergerak menuju pintu.
Anggy kemudian berhenti, dan menoleh pada Javier lagi.
"Kau tidur di luar ya? Tunanganmu ini lelah dan ingin tidur. Selamat malam, Javier..."
Javier hanya diam merespon perkataan Anggy. Dan disaat Javier sudah tersadar dengan apa yang Anggy katakan.... sudah terlambat.
Anggy sudah menutup pintu kamarnya tepat di depan wajah Javier setelah usaha lari Javier yang ternyata sia-sia.
"Anggy! Buka pintunya!" teriak Javier yang sama sekali tidak di respon Anggy.
Benar sekali, Javier Leonidas sudah kalah telak dengan Anggy Sandjaya malam ini.
Benar, malam ini dia kalah. Tapi hanya malam ini.
***