A Little Drama

By eerierie

8.9K 291 116

[TIAOM ONESHOT COLLECTION] Berisi kumpulan ff oneshot Tina Aom. Beberapa fanfiction terinspirasi dari lagu. W... More

Our Sunset
Fxxk U
12th 14
For You

Don't Say Goodbye

420 16 7
By eerierie

Fanfiction ini terinspirasi dari lagu "Love Again" by Girl's Day.

__________

So baby don't say goodbye
Turn things back to the beginning
Don't say goodbye
What do I do without you?

Aku.. Pie..

Iya, aku Pie, Pie Mindara.

Entah kenapa aku lupa namaku sendiri saat melintasi terminal ini. Terminal bis kota yang sering ku tumpangi saat kuliah dulu.

Terlalu banyak kenangan, aku tak boleh berlama-lama disini. Lihat saja, air mataku mulai berlinangan tanpa sebab.

"Ahh, apa-apaan sih aku ini! Orangnya tak ada! Orangnya tak ada!" Aku berlari sambil teriak seperti itu, membuat orang-orang melihatku dengan aneh.

Semakin cepat aku berlari, semakin deras air mataku mengalir. Perasaan ini terlalu kuat dan aku tak bisa menghalaunya!

Padahal hari-hari itu telah lalu, hampir bertahun-tahun lamanya. Tapi tetap saja...

___

"Aku pulang!" Seruku sambil membuka pintu rumah. Kulihat mamaku sedang memasak di dapur. Rumahku hanyalah rumah biasa, sekali buka pintu depan, langsung terlihat semua isinya.

"Ah, Pie! Kau basah kuyup! Kau tak bawa payung lagi?" Kata mama sembari berlari menghampiriku. Ia pegang kepalaku yang basah dengan penuh kasih sayang, perasaan khawatir terpancar dari matanya.

"Aku tak apa-apa mama, jangan khawatir!" Kataku sambil tersenyum semanis mungkin untuk membuatnya percaya.

Mama menatapku.
"Matamu sembab, kurang tidur kah? Terlalu banyak lihat layar kah?" Katanya lagi.

Ah, mama menyadarinya, untung saja aku basah karena hujan, jadi air mataku tersamarkan.

"Atau menangis?" Lanjutnya. Aku terbelalak, dadaku juga tercekat. Jangan membuat aku mengingat kenangan yang aku tangisi tadi!

"Ah mama ini. Aku baik-baik saja, percayalah." Ku kecup pipi mama, berharap ia tak akan menanyaiku lebih lanjut lagi.

"Aku percaya nak, tolong jaga dirimu. Kau anak semata wayangku, yang tersisa dari keluarga kecil kita." Tiba-tiba mama memelukku erat. Ah.. Ia juga mengatakan ini saat itu. Kalimatnya sama persis.

"Ma, kau akan ikut basah jika kau memelukku seperti ini." Kataku.

"Ah iya." Dengan segera ia melepaskan pelukannya.

"Setelah kau mandi aku janji makanannya sudah siap."

"Terimakasih ma"

"Tentu sayang, aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu." Jawabku sambil berlalu.

Betapa nikmatnya begitu dicintai seseorang.. Seseorang yang kita cintai juga. Andai saja kisah cintaku semudah aku dan mama yang saling mencintai.

Ahh tidak tidak... Jangan bicarakan cinta. Kisah cintaku miris, tak seindah kata cinta yang orang-orang pikir menyenangkan. Kisahku jauh dari kata menyenangkan.

Aku tak mau membicarakannya, nanti aku menangis lagi.

Cklek

"Apa kubilang, sudah siap saat kau selesai mandi kan?" Ucap mama bahagia. Aku pun balas tersenyum.

"Mamaku yang terbaik."

"Tentu saja!" Kata mama menyombongkan diri.

Tapi memang benar sih, kalau tak ada mama, mau jadi apa aku ini. Apalagi setelah ia meninggalkan aku.

Tuh kan dia lagi yang aku pikirkan.

"Kenapa ngunyahnya pelan sekali? Biasanya kau lahap kalau makan capcai. Kurang enak kah?"

"Tentu saja enak, ma!" Seketika aku menjawab. Aku jadi tak enak, aku terlalu banyak melamun hari ini.

Namun mama terus menatapku seakan ada yang tidak beres dalam diriku.

"Jangan lupa besok bangun pagi, jangan sampai ketinggalan bis. Titip salam dariku untuk paman dan nenek juga."

"Iya ma."

Liburan semester telah tiba, mama memintaku untuk berlibur di rumah nenek sendirian karena ia tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Sebenarnya rumah nenek tak begitu jauh. Aku bisa saja pergi kesana menggunakan sepeda motor. Namun motorku sedang diperbaiki di bengkel. Jadi aku harus berpergian menggunakan bis kota lagi, seperti dulu, saat-saat bersamanya..

Tuh kan teringat dia lagi! Ada apa sih denganku hari ini?!

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, berharap kenangan bersama ia lenyap dari pikiranku.

"Aku selesai." Aku menyimpan sendok di atas piringku sedikit kasar. Lamunan ini menggangguku, sungguh!

"Ngga tambah? Capcainya masih banyak tuh."

"Ngga ma. Aku ke kamar ya."

Mama mengangguk, ia tampaknya mengerti, aku sedang tak ingin banyak bercengkrama.

___

Hari ini aku aneh sekali. Terbayang kenangan manis dengannya sampai aku tak kuasa menangis seperti tadi saat perjalanan pulang. Jadi sekarang ku putuskan untuk melihat kembali dengan jelas kenangan-kenangan itu, dengan harapan wajahnya tak lagi terbayang di anganku.

"Kimhan..." Lirihku sembari membelai sosoknya di album foto besar ini.

Aku buka lemari yang penuh dengan barang pemberiannya. Mataku tak berkedip menatap seluruh kenangan berharga itu. Air mataku terjatuh lagi.

Seorang gadis tinggi berambut pendek biasa, gadis periang namun sedikit tomboy. Aku ingat sekali, baru kali itu aku punya teman tomboy, maka dari itu aku mendekatinya perlahan. Aku penasaran padanya.

Ia, dengan senang hati menerima keberadaanku, ia sungguh gadis yang baik saat itu. Kami berteman layaknya gadis biasa, mengerjakan tugas kuliah bersama, jalan-jalan ke mall dan tak jarang kami saling berpegangan tangan. Itu hal yang normal untuk persahabatan gadis kan?

Sampai suatu hari, ia bilang padaku ia takkan masuk kuliah untuk beberapa hari. Aku bertanya apa alasannya, namun ia tak mau menjawab. Bahkan aku telepon pun tak ia angkat sama sekali. Dan benar saja, selama seminggu ia tak masuk kuliah.

Pada hari minggu aku memutuskan untuk datang ke rumahnya, rupanya orang tuanya cerai dan tak satupun yang mau membawa Kimhan bersama mereka, walaupun mereka memberikan rumah ini untuk ia tinggali sendiri. Kupeluk ia dengan erat sembari berkata orang tua tak selamanya baik, namun ia langsung melepaskan pelukanku dan menatapku tajam, ia tak setuju dengan pernyataanku. Dari sana aku tahu, ia sangat menyayangi orang tuanya, bahkan setelah mereka meninggalkannya.

Aku peluk ia lagi dengan erat, aku sangat ingin melindunginya.

Dan malam itu dibanjiri dengan tangisannya. Aku menginap sementara untuk menenangkannya, dan memastikan bahwa semuanya akan berakhir baik-baik saja.

___

Esoknya..

"Ini kuenya, jangan lupa beri salam pada paman dan nenekmu."

"Iya ma."

"Bener nih ga mau makan siang dulu?"

"Aku belum lapar, jika nanti aku lapar, aku akan beli makanan di perjalanan."

"Oke, jaga dirimu ya sayang."

"Mama ini berlebihan sekali, aku hanya akan pergi ke rumah nenek."

"Tetap saja."

"Aku pergi ya ma."

"Hati-hati sayang!"

___

Terminal bis

Langitnya mendung, pasti sebentar lagi hujan turun.

Untung saja sudah dapat bis.
Kupandangi seisi bis kota ini, setiap sudutnya mengingatkanku kembali pada saat itu.

Dulu jika kami naik bis kota, mau bisnya kosong ataupun penuh, kami pasti berdiri. Sering kali kami kena omel, tapi tetap saja kami akan terus berdiri. Kami anak bandel.

Dan jika hari sudah terlalu malam, ia akan mengantarku pulang sampai tepat di depan rumahku. Walaupun seharusnya ia naik bis yang berbeda tujuan denganku, tapi tetap saja.. Ia memaksa ingin mengantarku karena khawatir.

Hari-hari kami jalani seperti itu, selalu bersama kapanpun dan dimanapun, tepat seperti janjiku padanya, aku tak akan meninggalkan Kimhan seperti yang orang tuanya lakukan di masa lalu.

Ah hujan sudah mulai turun dengan derasnya.

"I love you"

"It's the last, Pie"

"It's over"

Terngiang di kepalaku begitu jelas, mungkin karena hujan. Hari itu juga hujan deras, hari dimana Kim meninggalkan aku.

Kim meninggalkan aku.

Kim meninggalkan aku


Kim


Meninggalkan



             .....................

Air mataku mulai terjun bebas, dan aku membiarkannya begitu saja. Mungkin memang seharusnya sesekali aku tak menahan semua ini. Hujan yang memulai semuanya. Saat dimana hujan turun adalah saat terberat bagiku. Aku menelan ludahku sekali lagi, dan menyingkirkan air mataku. Aku tak boleh seperti ini. Setidaknya, jangan di tempat umum, karena nona yang duduk di sebelahku sudah menatap dengan aneh sedari tadi. Wajahnya tampak penasaran dan ingin melemparkan beberapa pertanyaan. Namun tidak, ia menahannya untuk dirinya sendiri.

Sesaat kemudian, bisnya berhenti untuk menaikkan penumpang lagi. Banyak penumpang baru yang masuk, bis kotanya jadi penuh. Aku mengerti, siapa yang mau naik sepeda motor ketika hujan deras begini. Bis kota cukup nyaman dan aman. Namun..

Ah sialan..

Apa aku tak salah lihat?

Sial sial sial


Kupejamkan mataku dan kutarik nafas dalam-dalam, lalu ku lihat kedua penumpang yang baru masuk dengan keadaan basah kuyup itu kembali.

Aku bisa memastikan kali ini, aku tidak salah lihat.

Aku tersenyum kecut dan air mataku turun tak terkendali.

Lagi

Kimhan sialan

"Nona tidak apa-apa?" Aku terbelalak dan menoleh ke sampingku, Nona yang sedaritadi memerhatikan aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Ah, tidak apa-apa, aku hanya sedikit mengantuk, tapi sebentar lagi aku sampai jadi aku tidak boleh tertidur." Jawabku canggung sambil mengelap air mataku kembali.

"Ini, aku punya tisu." Ia memberikan sebungkus tisu kecilnya padaku.

"Tidak usah, aku baik-baik saja." Aku menolak dan mendorong tisunya kembali padanya. Dan tak sengaja kulihat mereka, Kimhan dan seorang gadis dalam genggamannya, penuh canda dan tawa menikmati kehadiran satu sama lain, tak peduli dengan keadaan mereka yang basah kuyup, berdiri di samping pintu, di sebelah kondektur.

Seperti aku dan Kimhan dulu.



Seperti aku dan Kimhan dulu.


Namun bukan aku yang ada dalam genggamannya..

"Aku baik-baik saja." Lirihku lagi pada nona itu sambil memandangi mereka.

"Aku..."

"BERHENTI!"

Orang menatapku layaknya aku orang gila.

Aku tak peduli.

"HENTIKAN BISNYA!"

Aku teriak sekali lagi.

Aku tak kuasa menahan ini.

Tak cukupkah kau mengusik pikiranku lebih dari seharian penuh?
Tak cukupkah?
Sampai-sampai kau memperlihatkan kemesraanmu dengan gadis lain di depan mataku.

Aku tercekat dengan denyut jantung yang bergetar hebat. Aku berlari kian cepatnya ketika pintu bis terbuka. Melewatimu dan gadis yang kau genggam erat itu.

Dan pada saat itu juga, kau melihatku.

Kimhan sialan.

___

Flashback

"Aku tak akan mematahkan apa yang sudah ku katakan padamu, aku tak akan pernah meninggalkanmu!" Ucapku dengan isak tangis yang menggema.

"Kau tidak mematahkan janjimu, Pie. Aku yang meninggalkanmu. Selamat tinggal, Pie."

"Bagaimana dengan janjimu? Janji kita?!"

"Maafkan aku.."

"Ini konyol, kau bilang kau mencintaiku, tak akan pernah pergi dari sisiku.." lirihku sambil menatap punggungnya yang sudah basah kuyup itu.

Ia tak menanggapi sama sekali kata-kata yang telah aku lontarkan. Lalu kulihat ia melangkah makin menjauhi diriku. Kakiku melemas, aku tak sanggup lagi untuk menahan tubuhku.

Ini memang salahku. Aku yang membuatnya seperti ini ketika aku tahu sendiri bahwa keluargaku tak menerima hubungan yang menurut mereka tidak normal ini. Aku bisa apa sekarang.

Namun tiba-tiba Kim berlari, ia kembali datang padaku, menuntun wajahku secara paksa agar bibirnya bisa bertemu dengan bibirku.

Ku pejamkan mata ini agar aku bisa menikmati bibir lembutnya, seakan aku tahu bahwa ciuman ini untuk yang terakhir kalinya.

Ia menarik wajahnya dan menatapku lekat, namun aku tak bisa membaca raut wajahnya.

"I love you.." lirihnya, kedua tangannya masih berada di pipiku.

"Please say it again..." Ucapku penuh harap, aku butuh lebih dari yang ia katakan.

"It's the last, Pie" jawabnya, lalu ia mengajakku berdiri. Namun sekali lagi, tangannya masih memegang diriku dengan erat.

"Hug me then" pintaku.

"No, it's over" ia bilang dengan senyum kecil di ujung bibirnya. Lalu perlahan tangan hangatnya meninggalkan tubuhku yang masih gemetar ini, dan kali ini ia benar-benar berpaling, meninggalkanku sendirian di tengah hujan dan rasa dingin yang menyelimuti seluruh tubuhku.

Beginikah Kim? Kau tak mau memperjuangkan cinta kita hanya karena orang tuaku tak merestui hubungan kita? Cintaku begitu dalam, aku tak mau kehilangan semua ini, namun apa yang kau lakukan? Meninggalkanku sendiri, mengingkari janji bahwa kau tak akan pernah membuatku menangis. Lihat aku Kim, lihat apa yang kau lakukan padaku, ini semua terjadi secara singkat dan berakhir dengan sangat menyakitkan.

Apa kami benar-benar berakhir?

Flashback end

Kami benar-benar berakhir. Setidaknya jika kau tahu itu berhenti menunjukan dirimu dalam pikiranku, bahkan di depan mataku!

Terlalu jauh aku berlari, entah dimana aku sekarang. Hujan yang deras ini membuat pandanganku kabur. Seperti saat itu, tubuhku basah kuyup, kakiku melemas dan aku tak sanggup lagi untuk menahan tubuhku.

Seperti saat itu.

Kue untuk nenek tak lagi dalam genggamanku. Entah kemana, entah dimana, entah bagaimana. Aku tidak peduli.

Bahuku terlalu berat, dan lipatan mataku tak kalah beratnya. Dengan begitu semuanya menjadi gelap gulita.

___

PLAAAAKK

"MENJIJIKAN! BERANINYA KAU MEMBAWA ANAKKU DALAM KESESATAN!"

"HENTIKAN PAPA!"

Mama yang menggenggamku erat saat itu tak lagi kuat menahan karena aku terus memberontak sampai bisa melarikan diri dan menghadang papaku sendiri.

"KAU YANG MENJIJIKAN! MENAMPAR SEORANG GADIS YANG ANAKMU SAYANGI? BEGITUKAH SEHARUSNYA LELAKI BIJAK MEMPERLAKUKAN SEORANG GADIS SEUMURAN DENGAN ANAKNYA?" Pie balas teriak, mencoba melawan.

"GADIS DENGAN SEORANG GADIS, PIE! AYAH MACAM APA YANG MENGIJINKAN ANAKNYA BERHUBUNGAN DENGAN SESAMA JENIS?"

"KAU TAK AKAN MENGERTI!"

Aku menoleh ke arah Kim dan berbisik sebisanya "Kimhan, pulanglah"

"Tapi Pie-" dengan segera aku menggeleng dan meyakinkan Kimhan bahwa aku bisa menyelesaikan semua ini sendiri.

Kim hanya bisa menurut pada apa yang aku katakan, lalu ia berlari sekuat mungkin menjauhi halaman rumah gadis pujaannya.

"MAU KEMANA KAU?!" Papa kembali memanggil Kim dengan kasar, namun aku tak berhenti menghadangnya, membiarkan Kim pergi dari sisiku.

"Kau membelanya?" Kemarahan papa seakan meluruh ketika yang dianggapnya biang masalah sudah pergi.

"Kita tak akan pernah tahu apa yang akan kau lakukan jika aku tak membelanya." Kubilang dengan tegas walau air mata masih di pelupuk mataku.

Papa mendekat dengan mata yang memelas.

"Sadarlah, Pie.. Yang kau perbuat itu tidak benar...."

Papa semakin mendekat dan memelukku erat.
"Kau menyalah artikan kasih sayangmu kepada seorang sahabat Pie.."

"Papa..."

"Aku tak tahu apa lagi yang harus kuperbuat ketika kau sendiri yang memilih jalan dirimu seperti itu. Tolong jaga dirimu. Kau anak semata wayangku, yang tersisa dari keluarga kecil kita."

"Sudah berkali-kali kukatakan padamu bahwa yang kau rasakan pada Kimhan itu bukan cinta.."

Saat itu juga aku menggertak dan berusaha lari dari pelukan papa dengan penuh amarah. Papa dan mama hanya bisa menatap kepergianku, anak semata wayang mereka.

Hujan kembali turun dengan deras. Kutatap pujaan hatiku yang  duduk termenung di tengah taman dekat kediamannya.

"Kimhan.." lirih Pie.

Perlahan, aku peluk Kimhan perlahan. Sampai-sampai tak kuasa aku menahan isak tangisku.

"Aku harap kau tak mendengar apa yang papaku katakan. Apapun itu, aku tak peduli. Aku akan tetap mencintaimu seperti biasanya, Kimhan."

"Memang benar apa yang papamu katakan. Aku tak pantas untukmu. Sudah sebaiknya aku pergi. Masih banyak lelaki tampan dan baik hati di luar sana, lagi pula tak akan ada yang mampu menolakmu."

"Kimhan, camkan ini. Aku tak mau orang lain. Lelaki ataupun perempuan, aku tak mau! Aku tak akan mematahkan apa yang sudah ku katakan padamu, aku tak akan pernah meninggalkanmu!" Lirihku dengan isak tangis yang menggema.

"Kau tidak mematahkan janjimu, Pie. Aku yang meninggalkanmu. Selamat tinggal, Pie."

"Bagaimana dengan janjimu? Janji kita?!" Aku tanpa sadar menggoyang-goyangkan bahu Kim.

"Maafkan aku.." balas Kim seraya berdiri dari kursi taman.

"Ini konyol, kau bilang kau mencintaiku, tak akan pernah pergi dari sisiku.." lirihku sambil menatap punggung Kim yang sudah basah kuyup itu.

Ia tak menanggapi sama sekali kata-kata yang telah kulontarkan. Lalu kulihat ia melangkah makin menjauhi diriku. Kakiku melemas, aku tak sanggup lagi untuk menahan tubuhku.

Ini memang salahku. Aku yang membuatnya seperti ini ketika aku tahu sendiri bahwa keluargaku tak menerima hubungan yang menurut mereka tidak normal ini. Aku bisa apa sekarang.

Namun tiba-tiba Kim berlari, ia kembali datang padaku, menuntun wajahku secara paksa agar bibirnya bisa bertemu dengan bibirku.

Ku pejamkan mata ini agar aku bisa menikmati bibir lembutnya, seakan aku tahu bahwa ciuman ini untuk yang terakhir kalinya.

Ia menarik wajahnya dan menatapku lekat, namun aku tak bisa membaca raut wajahnya.

Aku tak mau ini berakhir, aku tarik lagi wajahnya supaya aku bisa mengecupnya kembali.

"Pie"

Iya Kimhan teruslah memanggilku seperti itu, aku tak mau kehilanganmu.

Bibir dinginnya perlahan berubah menjadi hangat, dengan begitu aku terus menciumnya, dia pasti kedinginan.

"Pie" lirihnya di tengah ciuman kami.

"Tatap aku Pie"

Perlahan kubuka mata ini, mengikuti kemauan Kimhanku. Asalkan ia tidak pergi dari sisiku, aku mau melakukan apapun. Hanya untuknya.

Kutatap matanya, mata yang sungguh hangat, yang ingin terus kumiliki sampai seterusnya. Aku semakin terenyuh larut padanya.

"Aku melihatmu pingsan di tengah jalan tadi, maka dari itu kau disini." Ucap Kim lagi.

Apa

APA?

Aku membuka mata lebar-lebar dan melihat sekeliling. Benar yang ia katakan, aku ada di rumah sakit.

Aku menatap Kim sekali lagi.

"Kebetulan sekali kita ada di bis yang sama tadi, ketika kau teriak dan berlari dari bis, aku mengikutimu."

"Kau tak bilang apa-apa pada mamaku kan." Ucapku datar dengan wajah sesinis-sinisnya. Aku tak mau memperlihatkan fakta bahwa aku sangat merindukannya.

"Tidak. Kau tahu aku tak berani berhubungan dengan orang tuamu lagi."

"Bagus." Jawabku cepat, lalu aku menoleh ke jendela. Memalukan sekali, pikirku.

"Apa kau tak mau menjelaskan sesuatu?" Tanya Kim canggung.

"Tak perlu penjelasan. Malam itu kau katakan sejelas-jelasnya bahwa kita telah usai bukan?" Ucapku tanpa menatapnya.

"Bukan itu. Kau berteriak histeris- ah maksudku, jika kau keberatan tidak masalah bagiku. Kau sudah baikan sekarang."

"Aku hanya butuh penjelasan kejadian yang baru saja terjadi." Aku menoleh menatapnya seolah bertanya. Aku tak mau menggunakan suaraku.

"Kau membalas ciumanku. Apa kau masih merindukan aku?" Ucap Kim datar.

Dadaku tercekat mendengarnya, semua itu nyata. Bibir yang kukecup penuh kehangatan itu nyata. Aku harus berkata apa?!

"Um.." Mulaiku grogi. "Aku kira kehadiranmu hanya mimpi." Pelan aku membalasnya, berharap aku tak memperlihatkan aku yang sebenarnya.

"Dimana gadismu tadi?" Sekarang giliranku bertanya.

"Tadi ia bersamaku disini, ia sudah pulang duluan karena terlalu malam."

Oh, dia tak membantah..

"Kenapa kau tak pulang juga?"

"Aku rasa aku tak harus menjawab pertanyaanmu lagi karena kau tak menjawab pertanyaanku sebelumnya."

"Pertanyaan yang mana?" Tanyaku lagi pura-pura tidak tahu.

"Aku yakin kau tahu yang mana."

Aku menatapnya kilat dan menoleh ke jendela lagi. Ku tarik nafas ini dalam-dalam.

"Kenapa kau tak memanggil suster ketika aku sadar?"

"Kau menciumku, aku tak bisa berkutik." Jawabnya ringan.

Aku menatap Kim lebih sinis lagi. Oh Tuhan, bisakah ia berhenti mempermalukan aku seperti itu.

"Jadi benar ya, kau masih merindukan aku." Ucap Kim memastikan lagi.

Aku tak mau menjawab. Biarlah ia percaya apa yang mau ia percaya. Walaupun yang ia katakan sebenarnya sangatlah tepat. Lagipula apa yang bisa kau lakukan jika kau tahu aku masih amat sangat menyukaimu. Kau sudah punya gadismu, biarkan aku melanjutkan hidupku.

Aku hanya bisa menunduk dan menatap tangannya. Tangan hangat yang biasa menggenggamku itu, kini bukan milikku. Aku menelan ludahku lagi dan menatapnya.

"Kau mau menggenggamnya?" Tawarnya tiba-tiba.

Tanpa pikir panjang aku menggenggam lengannya dan berjalin diantara jemarinya. Oh aku sangat merindukan tangan ini.

Kulihat ia tersenyum kecil, namun aku tak mau membuatnya tambah berpikir macam-macam lagi, aku berpaling.

"Kau tahu, setelah saat itu juga aku kesusahan menjalani hidup. Sama sekali tidak ada yang menopangku. Tidak sepertimu, kau masih punya orang tua bersamamu. Aku terpaksa menjalani ini dan itu sendirian."

"Papaku meninggal dunia setahun kemudian." Jawabku dingin.

"Aku tahu. Kau tahu betapa beratnya keinginanku untuk menenangkanmu, sama seperti yang kau lakukan padaku ketika orang tuaku pergi? Tapi aku tak melakukan itu. Aku berlaku tidak adil. Aku ini brengsek Pie, jangan kau ingat lagi aku apalagi hubungan kita yang lalu." Tegas Kim.

"Omong kosong."

"Kau tahu kenapa aku mengatakan itu padamu? Karena aku mau yang terbaik untukmu Pie. Kau benar-benar sangat keras kepala ketika kubilang bahwa banyak lelaki yang mau denganmu? Lihat sekelilingmu Pie, buka matamu, buka hatimu, lupakan aku!"

"Ke..napa.."

"Kau menciumku seakan kita masih kita yang dulu." Jelas Kim singkat.

Aku menggertak. Memang benar. Pikiranku memanipulasi semuanya.

"Gadis tadi.. adalah adik suamiku." Dengan pernyataan itu sontak aku menatap Kim kaget.

"Lalu kenapa kalian ber- bergandengan?" Tanyaku berusaha bersikap biasa saja.

"Hujan? Kami berlari dan supaya tidak kehilangan satu sama lain aku menggandeng tangannya. Bukankah wajar?"

Aku melemas.. suami.. Apakah pernyataannya sama dengan apa yang aku pikirkan?

"Kau tak salah dengar, Pie. Aku menikah tahun lalu. Aku pikir kalau aku bisa berubah, kau pun tentu bisa!"

Dadaku semakin sakit mendengarnya. Bisakah kau berhenti bicara.

"Dan aku mau melakukan apapun supaya kau bisa berubah, melupakan kita yang dulu!"

Aku maunya kau yang bersamaku. Beraninya.

"Apapun, Pie!"

"Apapun?" Tanyaku meyakinkan.

"Apapun." Tegas Kim lagi.

"Cium aku."

Kim terbelalak mendengar permintaanku. Dengan tangannya yang masih menggenggamku, aku mengeratkan genggamanku, aku serius, tak main-main. Dan jika boleh, aku tak ingin kau menolak.

Dadaku berdegup kencang setelah keheningan panjang melanda. Kim belum bereaksi apa-apa, aku masih menunduk malu. Aku berubah pikiran. Lancang sekali aku minta ciuman dari istri orang, kau boleh meno-

Tiba-tiba Kim meraih daguku dan menciumku dengan lembut.

Hanya sebentar, sebentar saja.

"Kukira kau tak akan minta."

Bibirnya bergetar di bibirku dengan air mata mulai berlinangan di pipinya.

Oh


Oh

"I love you" lirihnya dalam ciuman kami.

Aku tahu. Entah bagaimana aku tahu.

"Say that again." Kuminta, sungguh untuk yang terakhir kalinya.

"No, it's over"

Aku tersenyum. Tak ada lagi air mata yang terjun bebas ke pipiku.

Namun tidak seperti dulu, ia memelukku dengan erat.

[THE END]

16.12.19
_______________

Hi! Udah lama banget ya dari terakhir kali aku publish tulisanku hehehe.
Aku nulis ini dalam rangka anniversary Yes or No yang ke-9, ga kerasa ya, ya ampun, yon, tiaom dan kimpie sudah selama itu 😭😭

Dan seperti yang ku bilang di atas, fanfiction oneshot ini terinspirasi dari lagunya "Girl's Day - Love Again"

Entahlah, dari pertama denger langsung suka lagu itu. Kalian juga coba denger lagunya deh, supaya makin kerasa baca ff ini 😂👌

Sebenernya sekarang-sekarang aku bingung. Aku mulai banyak ide buat nulis cerita lagi. Tapi kalau misalnya disini audiencenya kurang minat, aku bisa aja ganti platform, atau bahkan ganti karakter buat cerita yang bakal kutulis.. gimana nih.

Tapi tenang aja, buat cerita yang udah darisananya pake karakter kimpie, tetep bakal pake kimpie. Dan akhir-akhir ini aku lanjut nulis "How Can I Love You" juga.

Segitu aja dari aku malam ini. Jangan lupa komen kalau berkenan
Kasih 🌟 kalau suka 💕
Salam, chu.

Continue Reading

You'll Also Like

87.9K 2.5K 39
Francesca Astor came to Love Island to find her soulmate, and once she sets her eyes on him, she's never letting go. Rob Rausch x Fem!oc #1 robertrau...
1.5M 26.8K 58
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...
798K 48.2K 120
Y/N L/N is an enigma. An outgoing, cheerful, smiley teenage boy. Happy, sociable, excitable. A hidden gem in the rough of Japan's younger soccer pl...
797K 29.5K 97
๐€ ๐’๐Œ๐€๐‹๐‹ ๐…๐€๐‚๐“: you are going to die. does this worry you? โช tua s1 โŽฏโŽฏโŽฏ 4 โซ ยฉ ๐™ต๐™ธ๐š…๐™ด๐™ท๐š‡๐š๐™ถ๐š๐™ด๐™ด๐š…๐™ด๐š‚...