ALUNA UNTUK BARA

By niken_arum

519K 34.3K 1.2K

Konon katanya, pertemuan tanpa sengaja lebih dari tiga kali adalah sebuah pertanda. Pepatah itu diyakini oleh... More

Bab 1. Crush On You
Bab 3. Counting Every Minutes
Bab 4. The Flashback
Bab 5. Confession
Bab 6. A Visit
Bab 7. First
Bab 8. Silent Moment
Bab 9. The Eternal War
Bab 9. Spy
Bab 10. Thin Shadow
Bab 11. Curiosity
Bab 12. Reveal
Dare

Bab 2. Weird

57.5K 2.9K 136
By niken_arum


"Hai. Aku Bara."

Sebuah tangan terulur tepat ketika Aluna hendak keluar dari toko buku. Dan suara bariton itu, Aluna tahu siapa pemiliknya tanpa harus melihat wajahnya.

Pria itu.

Suara dan uluran tangan nya tak urung sukses membuat Aluna kaget dan menjatuhkan semua barang bawaan yang ada di tangannya.

Aluna hanya berdiri terpaku sementara pria itu segera berjongkok membenahi barang-barang yang berserakan dilantai.

"Ternyata kamu teledor sekali ya..."

Haaaaah...? Teledor?

Well. Aluna membisu. Dia merasa dia orang yang lumayan rapi dan menyukai segala sesuatu yang terkoordinir dengan baik. Dan sekarang pria itu bilang bahwa dia teledor? Dia kaget bukan teledor.

"Ya Tuhan..ini kan gara-gara dia mengagetkan aku. Lalu kenapa aku yang dibilang teledor? Benar-benar kelewatan." Aluna merutuk dalam hati dan sedikit kesal ketika pria itu menjatuhkan penilaian padahal belum mengenal dirinya. Dan penilaian itu terungkap dengan kata-kata bukan hanya di batin saja.

Aluna masih sibuk dengan pikirannya sendiri ketika pria itu menjentikkan jarinya tepat didepan wajahnya dan sukses membuat Aluna mengerjap karena kaget. Dan dalam hitungan menit sudah dua kali Aluna merasa kaget.

"Ini."

Pria itu tersenyum sambil mengulurkan barang belanjaan Aluna. Setumpuk buku untuk malaikat-malaikat kecilnya di sekolah. Dia akan membagikannya besok.

"Oh! Terima kasih."

Aluna menerima buku-buku itu dan ingin segera berlalu dari tempat itu. Tapi gerakan Aluna urung saat melihat pria itu mengulurkan tangan ke arahnya.

"Barawala. Kamu?"

Aluna menatap tangan pria bernama Barawala itu lama. Lalu tatapan Aluna beralih ke wajah pria itu. Wajah ramah dengan senyum manis. Mata pria itu bening. Warna mata yang unik. Abu-abu. Batin Aluna menyebutkan kalimat yang terpatah patah. Menilai satu demi satu.

"Aluna."

Aluna membalas singkat dan menarik tangannya cepat sambil mengangguk kecil. Dia berdeham pelan ketika Bara tidak berhenti menyunggingkan senyum. Salah satu senyum paling manis dari sekian banyak senyum manis yang pernah Aluna temui. Dua lesung pipi di dekat bibir. Tidak sama. Di sebelah kiri tidak terlalu dalam. Samar. Bagian kanan cukup dalam tapi dua-duanya menarik. Aluna kembali menilai dalam hati.

"Nama yang cantik. Secantik yang punya."

"Klise." Batin Aluna menyahut cepat. Kata-kata Bara terdengar seperti suara kain yang sengaja disobek dengan sangat panjang. Nyaring. Biasa saja karena banyak yang akan bilang seperti itu ketika pria berada di situasi yang sama. Gombalan tahun 70 an.

"Kamu sudah selesai belanja? Atau...masih mau pergi ke suatu tempat?"

"Aku sudah selesai dan sebaiknya aku pulang sekarang." Aluna menghela napas dan menambahkan kalimat tidak baik berbicara dengan orang asing di batinnya.

Aluna mengangguk dan berbalik. Dia melangkah menuju halaman toko buku dan menjangkau trotoar. Sejenak Aluna berhenti sebelum berjalan ke arah halte busway yang ada tepat di depan toko buku. Dia segera berada dalam antrian untuk masuk ke shelter.

"Boleh aku antar?"

"Eh? Aku naik busway." Aluna menunjuk ke arah dalam selter.

"Kalau begitu aku juga naik busway."

Bara mengeluarkan sebuah kartu dan memindai harga karcis untuk 2 orang.

Aluna tertegun saat Bara dengan sigap meraih barang belanjaannya dan menggenggam tangannya. Bara menarik tangan Aluna lembut untuk masuk ke shelter.

"Eh?" Aluna menatap tangannya yang digenggam erat oleh Bara. Mereka akhirnya berdiri bersisian dalam antrian bersama beberapa orang lain. Aluna menghela napas dan membenarkan letak tas selempangnya. Dia menggigit bibir dan merutuk karena digandeng seperti itu terlihat murahan karena mereka baru saling mengenal. Tapi, Aluna bahkan merasa enggan melepaskan tangannya. Dia bahkan berdesir ketika sambil merunduk ke arahnya, Bara mengeratkan genggaman tangannya.

Bara mendorong Aluna untuk masuk perlahan ketika akhirnya busway datang. Bara tersenyum ketika Aluna duduk dan dia terpaksa berdiri. Dia tidak melepaskan barang belanjaan Aluna sementara satu tangannya memegang ring busway. Aluna menghembuskan napasnya pelan. Dia tersenyum tak enak hati ketika Bara lekat menatapnya. Aluna menyadari satu hal, Bara sepertinya tidak mudah menyerah.

Busway terus melaju. Berhenti di halte dan menambah muatan. Penuh sesak Jakarta tercermin oleh suasana di dalam busway itu tapi sepertinya Bara tidak merasa terganggu atau kesal.

"Kau baik-baik saja, Luna?"

"Huum?" Aluna mengangguk dan tersenyum tipis. Bukankah seharusnya dia yang bertanya hal itu pada Bara?

Enam kali pemberhentian. Akhirnya mereka sampai di daerah Kelapa Gading. Aluna turun di selter dan berjalan keluar. Dia berdiri di pedestarian dan menatap Bara yang berdiri di depannya.

"Aku tinggal di belakang ruko ini. Terima kasih sudah mengantar."

Aluna meraih barang belanjaannya namun Bara menggeleng.

"Aku harus melihatmu masuk rumah."

"Eh?"

"Ayo."

Bara menarik tangan Aluna dan mengajaknya berjalan di trotoar. Lagi-lagi Aluna menatap tangannya yang digenggam oleh Bara.

"Kau lapar?"

Aluna reflek mengangguk dan segera menyesalinya.

"Aku akan memesan sesuatu nanti kalau sudah sampai rumahmu."

"Itu...rumah kost. Aku tinggal dengan enam orang lain."

"Oh...baiklah. Kita pesan makanan untuk mereka juga."

Aluna tersentak. Dia tidak menyangka tanggapan Bara akan seperti itu.

"Tidak perlu..." Suara Aluna menggantung. Lebur oleh senyum Bara yang menoleh ke arahnya. "...belok sebelah sini."

Aluna menarik tangan Bara untuk berbelok ke kanan dengan sedikit kencang hingga Bara tertawa dan mengaduh. Mereka berjalan sebentar sebelum akhirnya berdiri di depan sebuah pagar rumah berwarna hitam. Aluna mendorong pagar itu.

"Lunaaa...baru pulang? Waaah...bawa pacar?"
Aluna mendongak dan menghela napas panjang. Di teras, teman karibnya, Firli sedang duduk-duduk. Gadis itu berdiri seketika dan menyalami Bara. Dia mempersilahkan Bara untuk masuk. Firli memang mudah akrab dengan seseorang. Temannya sangat banyak.

"Bara." Bara menyambut tangan Firli dan mengulurkan barang belanjaan Aluna ke tangannya. Aluna segera meletakkan buku-buku yang dibelinya ke kamar. Dia kembali lagi dan berdiri di samping Firli dengan canggung.

"Wah. Namanya keren." Firli memuji Bara dan membuat Bara tertawa pelan.

"Berapa orang yang sedang di rumah?" Bara bertanya dan terlihat mengamati sekeliling.

"Enam. Di kandang semua." Firli menunjuk kamar kost satu persatu.

"Huum..." Bara mengeluarkan ponselnya dan beranjak keluar ke teras.

"Mau apa dia?"

"Pesan makan."

"Wah. Untuk semua?"

Aluna mengangguk dan Firli menyenggol bahunya pelan.

Dan atmosfer segera berubah tiga puluh menit kemudian ketika seorang kurir mengantarkan makanan yang melimpah ke rumah itu. Teman-teman Aluna yang ramah tetaplah anak kos yang menyukai sesuatu yang gratis. Mereka memuji muji kebaikan Bara dan suasana seketika melebur dalam keakraban.

Aluna menatap Bara. Pandangan mereka bertemu. Aluna berpikir, Bara adalah salah pria yang pandai mengambil hati orang. Aluna kembali tersenyum tak enak hati sementara teman-temannya makan sambil bercakap.

Satu setengah jam kemudian. Aluna berdiri berhadapan dengan Bara di depan pagar rumah. Aluna menekuni ujung sandalnya.

"Mana ponselmu?"

Aluna mendongak dan menatap Bara heran.

"Aku harus menelpon temanku. Minta jemput."

"Ponselmu?"

"Low batt. Tidak cukup untuk menelpon."

"Oh."

Aluna mengulurkan ponselnya dan Bara segera menekuninya. Sesaat kemudian Bara kembali mengulurkan ponsel Aluna dan tersenyum.

"Katanya mau nelpon?"

"Iya. Nelpon kamu."

"Eh?"

"Tidak apa-apa kan bicara tidak formal?"

"Huum." Aluna mengangguk pelan.

"Nanti aku telpon lagi. Pulang dulu ya, cantik."

Bara mengacak rambut Aluna yang akhirnya hanya sanggup menunduk dan tersipu. Bara benar-benar melakukan jurus kuno itu. Meminjam ponsel hanya untuk mendapatkan nomornya. Dan Aluna merasa dia terjebak dalam jurus itu walaupun dia memikirkan kemungkinan Bara melakukan hal itu.

Aluna menatap Bara yang berjalan tanpa menoleh lagi ke arahnya. Bahkan dari caranya berjalan saja, Bara terlihat menarik. Dia benar-benar pria yang pantas memakai baju apapun. Aluna memukul kepalanya pelan tepat ketika Bara menghilang di belokan.

"Apa-apaan kamu Luna?"

Aluna menghela napas panjang dan mendongak. Dia berdiri terpaku di depan pagar untuk beberapa saat sebelum masuk ke rumah

*

"Bro. Ngapain sampai sini?"

Bara menatap seorang pemuda yang celingukan mengamati sekelilingnya. Bara memang menelpon sahabatnya, Renan Gazali, untuk menjemputnya. Dan pemuda itu datang dengan keheranan memenuhi kepalanya.

Bara mengabaikan Renan dan masuk ke mobil Renan. Temannya itu masih mengamati sekeliling mereka. Bara membunyikan klakson dan Renan segera masuk lagi ke mobilnya.

"Nyasar?"

"Huum." Bara memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya. Mobil Renan segera melaju ke pusat kota tanpa Renan bertanya apapun lagi setelah Bara menyebutkan nama sebuah toko buku.

Lalu lintas yang semakin padat. Bara melompat keluar dari mobil Renan dan menuju pelataran parkir toko buku tiga puluh menit kemudian. Mereka akhirnya melajukan mobil masing-masing dan berpisah di sebuah perempatan jalan. Bara melajukan mobilnya ke arah kediaman Borgoiba dan tiba dua puluh menit kemudian.

Pagar tinggi menjulang berwarna hitam dan emas itu terbuka secara otomatis ketika Bara membunyikan klakson. Penjaga rumah bersiaga dan memberi hormat pada Bara.

Mobil Bara menukik masuk ke garasi dan Bara segera masuk ke rumahnya. Dia masuk ke kamar dan menuliskan sebuah pesan pada Aluna. Senyum terus terpatri di bibir Bara yang berjalan mengambil handuk. Dia melemparkan ponselnya ke ranjang setelah selesai mengetikkan pesan.

Bara masuk ke kamar mandi dan membersihkan badannya cukup lama. Dia keluar dengan berbalut handuk dan segera menyambar ponselnya.

"Ooh...! Tidak membalas huuh?"

Bara memastikan sekali lagi papan pesannya dan benar saja, Aluna memang tidak membalas pesannya. Bara menghampiri lemari bajunya dan mengambil sebuah t-shirt dan celana pendek. Dia kembali menatap ponsel yang tadi dia lemparkan lagi ke ranjang. Dia menghela napas panjang dan bertanya dalam hati. Apakah semua gadis seperti itu? Jual mahal? Apa Aluna melakukan hal seperti itu?

Bara berdeham dan membuka pintu yang mengarah ke balkon kamarnya. Dia berulang kali menghembuskan napas dan tertawa gemas. Bagaimana mungkin itu terjadi padanya? Dia bahkan ingin bertemu gadis itu lagi.

*

Aluna menimang ponselnya. Dia sudah mandi dan memilih berada di kamarnya. Dia duduk di ranjang dan membaca sekali lagi pesan Bara. Sekelumit pesan yang membuat Aluna mencebik.

"Cantik."

Pesan itu simpel tapi sanggup membuat Aluna berpikir bahwa Bara sangat luwes berinteraksi dengan perempuan. Banyak pertanyaan berkecamuk di hati Aluna. Apakah Bara seperti itu pada setiap wanita?

"Huuh..." Aluna menghembuskan napas pelan.

Bara yang masih misteri. Siapa pria itu? Dari tampilannya, Aluna bisa tahu, Bara paling tidak adalah pekerja kantoran. Atau eksekutif muda di sebuah perusahaan. Penampilannya menggambarkan itu. Bara sopan.

"Tengil."

Mulut Aluna justru mengeluarkan kata yang berbanding terbalik dengan isi kepalanya. Dia tertawa pelan dan akhirnya mendesah panjang. Aluna berdiri dan menuju mejanya. Dia harus menyiapkan materi mengajar untuk murid-muridnya besok. Aluna mulai memilah buku-buku yang tadi dia beli. Segera saja dia larut dalam kesibukannya dan melupakan sesuatu.

Pesan Bara yang belum dia balas.

*

Jakarta.

Kapan lagi bikin naskah dengan setting kota sendiri. Ya kan? Naskah ini udah pernah publish tapi aku merombaknya secara total tanpa mengubah alur dan isi cerita.

Kalian? Sehat terus ya.

👑🐺
MRS BANG

Continue Reading

You'll Also Like

547K 42.6K 18
[SEBAGIAN DI PRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU BARU BACA] Dilarang ada hubungan antara senior dan peserta OSPEK, Galen, sebagai Ketua Komisi Disiplin terpa...
263K 774 15
cerita pendek dewasa seorang gadis yang punya father issues
3.5M 254K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
2.7M 11.7K 30
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...