Cinta dalam Secangkir Cappuci...

By ghivanchristine

1K 23 11

Perubahan itu pasti terjadi, bahkan orang yang dicinta pun bisa berubah More

Pandangan Pertama dua cangkir Cappucino
Inikah Cinta ?
Di Ambang Keraguan
Dahulu Semua Indah
Love at First Sight
Pertemuan Kedua
I Do Love You
He has changed

I Miss the Old You

45 3 0
By ghivanchristine

Ya, satu chapter lagi berhasil diselesaikan author. Di sini Verlyn mulai ragu. Menurut kalian bagaimana harusnya akhir keraguan Verlyn? Bagaimana pendapat readers tentang chapter ini? Terlalu dangkal atau cukup menggigit. Don't forget your comments and I'd be very happy if your finger touch the 'vote' icon.

Verlyn's POV

Suara anak-anak yang menghambur keluar kelas usai kursus Inggris bergaung hingga ke ruang kantor, di mana aku sedang merapikan lemari buku. Gemuruh suara anak-anak, membuat aku menghentikan kegiatan dan melangkah membuka pintu kantor. Sejenak aku berdiri mengamati anak-anak di lorong tunggu. Beberapa asyik bercakap-cakap dengan temannya, sebagian tenggelam dalam smart phonenya, kebiasaan manusia modern, autis dengan dunianya yang terpampang dalam smart phone. Sebagian besar dari mereka langsung berlari menemui sang penjemput yang sudah menanti. Melihat diriku yang berdiri di depan kantor, anak-anak memberi salam dan beberapa mulai mengajak aku bercakap-cakap bahkan bergurau dengan mereka.

"Ah, that's my mom. Bye, Miss Verlyn."

"Bye, Ronney, see you next week." aku membalas lambaian Ronney.

Para pengajar mulai memasuki ruang kantor. Kelas berikutnya akan dimulai satu jam lagi. Murid-murid kelas sebelumnya sudah mulai meninggalkan tempat kursus, digantikan dengan aliran para murid yang akan mengikuti kursus di jam berikutnya.

Aku kembali merapikan lemari rak buku, mengelompokkan buku-buku tersebut dan mencatatnya dalam katalog.

"Need my help?" Alicia, partner sekaligus sahabatku menawarkan bantuan.

"No need. I'm almost done."

Alicia mengambil tumpukan buku dari tanganku, kemudian menyusunnya di lemari.

"Is that a new book?" Alicia mengulurkan sebuah buku dengan gambar balon udara di depannya ke hadapanku.

"Yes. The one I told you about. Remember?"

Alicia membalik-balik halaman buku tersebut dan membacanya sejenak,"Yes, I remember. You are right. This is a very good book." Alicia tersenyum senang.

"Rencana honey moon ke mana, Ver?"

Aku belum sempat menjawab pertanyaan Clara, ketika Lisda juga membuka suara,"Persiapannya sudah sejauh mana, Ver?"

"Do you need our help?" Desta, rekan guru yang terkenal penolong menawarkan bantuan. "Don't hesitate to ask us if you need help."

Aku merasa bersyukur, partner dan rekan-rekan pengajar, yang sudah aku anggap sebagai sahabatku begitu penuh perhatian dan siap sedia menolong diriku. Bagaimana mungkin, aku sampai hati mengatakan kepada mereka semua bahwa setelah resmi menjadi Ny. Teddy Pranata, aku tidak akan ada bersama-sama dengan mereka. Aku tidak akan lagi bersama mereka berjuang mengajar anak-anak berbahasa Inggris dan berjuang meningkatkan mutu kursus mereka. Sejak awal, aku dan Alicia mendirikan 'Champion', rekan-rekan pengajar yang ada di sini sudah memberikan support yang sangat besar kepada kami berdua. Jadi, bagaimana aku bisa sampai hati meninggalkan mereka semua, terlebih membiarkan Alicia mengelola kursus ini sendiri. Memang Teddy sudah mengijinkan aku untuk tidak menarik modal yang sudah aku tanamkan dalam kursus ini, tapi Teddy tetap memaksa aku untuk tidak lagi mengajar dan menyerahkan kepengurusan 'Champion' sepenuhnya ke tangan Alicia. Hingga detik ini, aku belum mengatakan apa pun kepada rekan-rekan sejawatku, bahkan tidak kepada Alicia. Sungguh, aku tidak ingin meninggalkan 'Champion' yang sudah aku bangun dengan tetes keringat dan kerja keras. Terlebih lagi, aku merasa tidak sanggup untuk meninggalkan dunia mengajar. Rasanya mengajar itu sudah mendarah daging dalam diriku.

"Wah, lagi gossip apa nih?"
Semua menoleh ke arah Sir Panji yang baru masuk ke ruang guru, diikuti Sir Daniel.

"Bukan gosip. Kita sedang menanyakan persiapan pesta pernikahan Miss Verlyn." Lisda menerangkan.

"Ah, sebentar lagi ya Miss Verlyn?"

"Five months to go, Sir Panji" jawabku.

"Setelah menikah, Miss Verlyn masih akan aktif mengajar di sini, kan?"

Pertanyaan Sir Daniel membuat lidahku kelu.

"It's impossible for Verlyn to leave this course, isn't it?" Alicia bertanya harap-harap cemas.

"Ya, mana mungkin Miss Verlyn meninggalkan 'Champion' yang dibangunnya dengan susah payah." Desta menambahkan.

"Ya kita semua tidak ada yang mau kehilangan Miss Verlyn. Jadi, Miss Verlyn tidak mungkin meninggalkan kita." perkataan Lisda barusan menusuk hatiku. Untunglah waktu menunjukkan kelas berikutnya hampir dimulai.

"Sepertinya kalian harus bersiap memulai kelas selanjutnya." Aku mengingatkan sekaligus merasa lega tidak harus menjawab rentetan pertanyaan mereka.

Ruang guru mulai sepi, murid-murid sudah mulai memasuki ruang kelas. Aku meneliti kembali daftar persediaan buku di meja kerjaku. Setelah yakin benar, aku meng-copy satu lembar dan memberikannya kepada Alicia.

"I think you should keep this record too. I have arranged the books."

Alicia membaca daftar yang kuberikan dan meneliti barisan buku di lemari yang baru saja kurapikan.

"Perfect!" Alicia tersenyum senang.

"Alice, sorry tapi aku harus pulang sekarang. Nanti kamu saja membereskan semuanya setelah kursus selesai."

Kursus akan ditutup setelah kelas yang baru saja dimulai nanti berakhir. Itu adalah kelas terakhir hari ini.

"Don't worry! You can count on me."

Aku mengambil tasku dan mengecup ringan pipi Alicia ,"See you tomorrow."

Aku tenggelam dalam pikiranku saat menggemudikan Juke putihku. Aku tidak tahu bagaimana harus menyampaikan kabar buruk ini kepada rekan-rekan di 'Champion'. Membujuk Teddy juga tidak mungkin. Teddy sudah bertekad bulat kalau calon istrinya harus meninggalkan dunia mengajar juga menulis. Teddy tidak peduli kalau dunia itu sudah menjadi bagian hidupku. Yang Teddy pedulikan hanya gengsinya. Setiap kali aku berdebat dengannya mengenai hal ini, Teddy selalu mengakhirinya dengan ,"Apa kata orang, istri direktur mengajar dan menulis?"

Ah, Teddy, tidakkah kau mengerti menyuruhku berhenti dari dunia mengajar dan menulis sama saja dengan membunuh sebagian jiwaku. Lagi pula, apa sih jeleknya mengajar. Ya, jelek-jelek begini, aku juga punya kursus, di gedung yang sudah kubeli tunai dengan tetesan keringat. Apakah Teddy tidak ingat ketika kami berdua merayakan pembelian gedung dan pembukaan 'Champion'? Apakah dia sudah lupa ketika dia memberiku semangat, saat aku menangis dan merobek robek naskah cerita yang hendak ku kirim ke penerbit lain, karena aku mendapat balasan dari penerbit yang ku kirim sebelumnya bahwa naskahku ditolak. Tidakkah Teddy ingat ketika dia dengan diam-diam mengirimkan naskah novelku ke penerbit lain ? Saat itu, aku sudah menyerah. Aku tidak lagi berniat mengirimkan karyaku ke penerbit. Berkali-kali sudah karyaku ditolak. Dan saat itu, Teddy-lah yang bertindak. Aku bersyukur, Teddy mengambil langkah tersebut, karena penerbit yang dikirimi Teddy, menerima naskahku dan bersedia menerbitkannya. Aku ingat sekali, kami merayakannya dengan pergi ke Dufan. Menaiki wahana yang memompa adrenalin, berteriak meluapkan emosi yang terpendam dalam setiap wahana. Aku masih ingat perkataan Teddy saat dia mengajakku menjajal wahana Halilintar. Aku beralasan nanti aku akan berteriak-teriak.

"That's the very reason you have to take that ride. I know kamu kesal dan jengkel karena penerbit menolak naskahmu. Hatimu pasti penuh sesak. Ingin berteriak dan meluapkan kekesalanmu. Di sinilah tempatnya."

"Tapi, aku sudah senang sekarang. Akhirnya ada penerbit yang bersedia menerbitkan novelku, Ted."

"But do you feel you wanna scream?" Teddy menggodaku.

Aku tertawa,"Like hell, I wanna scream,Ted. But this time because I am happy and you know what you are my reason to be happy." Aku mulai menggombal.

Teddy tersenyum sambil mengusap kepalaku dengan sayang. "Come on, let's try Halilintar." Teddy menarik tanganku menuju ke wahana tersebut.

"Ted !" Aku berteriak, berusaha menghentikannya.

"Why?" Teddy melihat wajahku yang memancarkan ketakutan.

"I'm afraid."
Teddy mengeratkan pegangannya di tanganku, "Trust me, Verlyn. You are safe with me."

Akhirnya, aku menyerah dan membiarkan Teddy membawaku ke wahana 'Halilintar'. Walaupun jantungku rasanya hampir meloncat keluar dari dadaku, tapi demi Teddy.

Langkahku terhenti ketika Halilintar yang akan kami naiki berhenti di hadapan kami. Tanganku menggenggam lengan Teddy erat. "Ted..." bisikku pelan.
Teddy mengelus lenganku, "Trust me. Scream as loud as you can."

Walaupun takut, aku memaksakan diri. Saat kereta Halilintar mulai dipenuhi mereka yang ingin menguji adrenalinnya, Teddy berbisik di telingaku, "I have prepared a surprise for you."

Roda di otakku mulai bergerak, "Surprise?" Ucapku dalam hati. Surprise seperti apa yang disiapkan Teddy. Aku berharap, Teddy tidak melakukan ide gila dengan menghentikan kereta halilintar di tengah perjalanan saat posisi berada di tempat tertinggi.

Kereta Halilintar mulai berderak, berjalan perlahan. "Just scream, Lyn."

Halilintar sudah akan sampai pada klimaxnya, dia sudah sampai di puncak dan mulai berderak pelan, siap meluncur. Aku pun bersiap berteriak. Dan...Halilintar meluncur dan aku pun berteriak sekencang-kencangnya.

Dalam teriakan riuh rendah dari semua orang yang bermain Halilintar, sayup-sayup aku mendengar ada satu teriakan yang berbeda. Bukan suara jerit campuran rasa takut dan excitement. Teriakan ini seperti kata-kata.
Samar-samar kudengar "love...love you...I love you."  Otakku lekas memprosesnya, 'I love you'? Orang waras mana yang berteriak 'I love you' di atas Halilintar. Wait wait... sepertinya ada lanjutannya. Kupasang telinga tajam-tajam dan akhirnya aku berhasil mendengarnya "I love you, Verlyn." 

Verlyn ? Verlyn kan namaku. Atau ada penumpang Halilintar lainnya yang bernama Verlyn. Halilintar  mulai melaju melambat mendekati pemberhentian dan suara teriakan orang kurang waras itu makin jelas terdengar karena teriakan ketakutan sudah mulai mereda. Sekali lagi telingaku menangkap teriakan itu "I love you, Verlyn."

Wait...kenapa teriakan itu rasanya dekat sekali dengan telingaku. Dan sepertinya aku mengenali suara siapa itu. Jantungku berdetak cepat, kali ini bukan karena Halilintar yang membuat debaran di jantungku. Tapi suara tersebut. Ya, aku mengenali. Itu suara Teddy. Oh, please God. Not Teddy. He is not stupid enough to make such a crazy scene. Takut-takut aku menoleh ke arahnya dan OMG...Teddy tersenyum lebar sambil berteriak sekencang-kencangnya "I love you, Verlyn."

Aku belum sempat berkata-kata bahkan sebenarnya aku belum sempat mencerna apa yang baru saja aku lihat dan dengar. Halilintar makin melambat dan tidak ada teriakan kecuali teriakan Teddy yang segera disambut dengan gemuruh tepuk tangan tepat pada saat Halilintar berhenti.

'I LOVE YOU, VERLYN' kembali bergaung untuk yang terakhir kali di lintasan Halilintar. Beberapa peserta yang sudah keluar dari tempat duduk mereka mendekati gerbong kami dan berdiri sambil bertepuk tangan. Teddy membantuku yang masih linglung. Aku membiarkan saja, Teddy menuntunku keluar dari wahana Halilintar  diiringi sorak sorai dan tepuk tangan para peserta lainnya.

"What was that?"aku bertanya linglung.
"A surprise for my love." Teddy menjawab santai.
"You screamed 'I love you' throughout the ride?"
"Tell me you like it." Teddy tersenyum penuh percaya diri. Bukannya mengangguk setuju, aku malah mencibir,"You sounded like a crazy man."
Teddy malah terkekeh mendengar jawabanku.
"Yes, I am. I'm crazy in love with you."
Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya dan berjalan maju hingga berdiri tepat di hadapanku. Kedua tangannya lembut memegang lenganku. Wajahnya semakin dekat dengan wajahku. My heart skips a beat. Aku merasakan wajahku mulai merona merah. Teddy meraih kedua tanganku, membawanya ke bibirnya serta menciumnya dengan lembut,"I love you with all my heart, Verlyn." ucapnya sepenuh hati.

Aku tidak bisa menjawabnya karena aku terlalu sibuk menenangkan degup jantungku. Aku rasa pipiku semakin merona. Teddy tersenyum melihatku yang tertunduk malu. Dia kembali ke sisiku dan merengkuh bahuku dari samping," Come on,let's get something to eat." ucapnya sambil menjawil hidungku. Kebiasaan yang sering dilakukan Teddy apabila aku tersipu malu menerima pujian darinya.

Tapi sekarang? Teddy yang sekarang bukan Teddy yang aku kenal. Dia berubah total. Tidak ada lagi kesederhanaan dalam dirinya, tidak lagi binar cinta dalam matanya, tidak ada lagi kemanisan dalam kata-katanya. Teddy yang sekarang bersikap selayaknya seorang direktur. Mengatur segala sesuatu, bahkan karir dan kehidupanku, calon istrinya tidak luput dari pengaturannya.

Apakah semua kerja keras dan jerih lelahku layak dipertaruhkan demi status 'Ny. Teddy Pranata?'. Benar, dulu Teddy sungguh mempesona diriku. Teddy yang selalu mendukung apa yang aku kerjakan, memberiku semangat di saat aku membutuhkan tapi sekarang? Teddy yang sekarang adalah Teddy yang selalu berkata, "Aku akan memenuhi kebutuhanmu, berapa yang kau perlukan, aku akan penuhi."

Aku mengerang kecil. Tidakkah kau tahu, Teddy, aku hanya ingin kau menerima profesiku. Aku hanya ingin kau menghargai apa yang sudah aku capai dengan susah payah. Aku tidak ingin kemewahan. Bukan itu. Aku tidak peduli kau itu direktur atau bukan. Bukannya aku tak senang punya calon suami direktur. Aku bangga dengan semua pencapaian Teddy. Dia sudah bekerja sangat keras hingga bisa menjadi dirinya saat ini. Aku bangga, tapi aku tak ingin semua itu mengubah Teddy, Teddy-ku yang dulu bersahaja, Teddy-ku yang selalu memompa semangatku. I miss you, I miss my old Teddy.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 254K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
439K 49.2K 28
Yg gk sabar jangan baca. Slow up !!! Bagaimana jika laki-laki setenang Ndoro Karso harus menghadapi tingkah istrinya yang kadang bikin sakit kepala. ...
2.4M 109K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
4.7M 134K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...