About LOL (Losing Out Love)

By NaMeyya_

52.7K 5K 333

Ini kisahku... kau tahu? Cerita klasik dimana seorang gadis mencintai secara diam-diam, hingga akhirnya harus... More

Sneak A Peek
1_ Blackout
2_ Uproar Eleven !!!
3_ Rude but Sweet
4_ Yes... you, Girl!
5_ A Thief
6_ Not Over Yet
7_ Signs of Hope
8_ School Bell
9_ Friendship
10_ Wake Up, Snow White!
12_ Your Heartbeat
13_ You, Under The Tree & Crescent (1)
14_ You Under The Tree & Crescent (2)
15_ Cold Hearted Girl
16_ Fluorescent
17_ The Truth of Mistakes
18_ Like We Used To Be
19_ The Evil of Angel (1)
20_ The Evil of Angel (2)
21_ All About Crescent
22_ The Promise of Love
23_ Rise In Sunrise
24_ Stay with Me (1)
25_ Stay with Me (2)
About LOL by Illy (End)

11_ Stalker

1.4K 165 3
By NaMeyya_

Jakarta, 2015

Di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman hijau yang terlihat dari sela-sela gerbang yang tidak terlalu tinggi, sudah hampir setengah jam Al dan Agra diam di dalam mobil, berharap sang empunya rumah segera keluar. Mungkin saja pemilik rumah itu hendak jalan-jalan sore atau semacamnya.

"Pulang aja, yu!" Agra mendengus kesal. "Kita konyol banget tahu gak, sih! Mata-matain rumah orang!"

"Kan lo yang bikin gue penasaran, jadi lo harus tanggung jawab, donk! Temenin gue pokoknya!" Al bersikeras.

"Eh! Itu Illy keluar!" Agra menunjuk ke arah gerbang rumah itu.

Al mengikuti telunjuk Agra dan langsung mellihat Illy keluar dengan menggunakan sepedahnya. "Sepedah itu...."

"Iya, itu masih sepedah yang sama yang suka dia pakai waktu SMA," sambar Agra.

"Ayo, kita ikutin!" ajak Al dengan semangat 45.

"Lo gila? Ini jalanan di dalam komplek, dan kita di mobil ngikutin orang yang pakai sepedah, ya ketahuan, lah!"

"Ah, iya juga, ya." Tapi, Al tidak kehabisan cara. "Ah, kalau gitu gue keluar aja, dan ikutin dia sambil jalan." Cepat-cepat ia keluar dari mobil dengan membawa kaca mata hitam.

Agra menyusul Al keluar. "He-eh! Lo jalan juga pasti ketauan, Al!"

"Gak akan! Lo gak lihat? Gue tinggal pake hoodie ini, terus kacamata, heheh. Gue pura-pura aja lagi jalan-jalan sore. Tenang aja, gue pasti jaga jarak, biar gak kelihatan."

"Ya udah! Terserah lo!” Agra menyerah. “Gue tunggu di mobil aja."

Al terus berjalan mengikuti laju sepedah Illy yang sangat lambat. Entahlah, ia tidak mengerti Illy tengah bersantai, atau memang malas mengayuh. Tapi, itu membuatnya lebih mudah untuk mengikuti Illy.

Tiba di sebuah minimarket, Illy masuk dan Al menunggu di luar. Tak lama, Illy sudah keluar dengan satu kantong belanjaan yang tampaknya berupa camilan berupa snack.

"Oh, beli cemilan...," gumam Al. Tiba-tiba, ponselnya berdering.

"Al! Cepetan! Bensin gue keburu habis, nih!" Agra terdengar sangat tidak sabar di ujung sambungan telpon yang baru Al tempelkan ke telinganya.

"Lagian ngapain lo nunggu di dalam mobil? Lo tunggu aja di luar!"

"Panas! Mataharinya pas banget kena muka! Gue gak mau yah, kena sakit mata gara-gara melototin matahari sore!"

"Iya-iya! Bentar lagi!" Al menutup telpon tanpa bermaksud untuk menuruti Agra. Ya, ia hanya ingin kembali fokus mengikuti Illy. Tapi, saat kembali berbalik ke depan minimarket, ternyata sepedah Illy sudah tidak ada begitu juga pemiliknya. "Illy ke mana? Cepat amat?" gumamnya, seraya membuka hoodie yang menutupi kepalanya.

"Al?"

Al mendengar suara perempuan yang sangat familiar memanggil namanya, tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia menoleh dan seketika melotot saat mendapati Illy, di atas sepedahnya sudah berbalik arah menuju rumahnya. "Eh, I-Illy… ha-hai…."

"Ngapain lo di sini?" tanya Illy heran, dengan tatapan curiga. Walaupun sebenarnya, ia kaget dan bingung saat tiba-tiba bertemu Al. Sedikit grogi juga, seperti ABG yang bertemu dengan gebetan-nya.
 
"Gue... umm… kebetulan aja sih, lewat sini," jawab Al akhirnya.

"Lo sendirian? Gak bawa kendaraan?" Illy mengedarkan pandangan ke sepanjang jalan, dan tidak melihat satu pun mobil atau motor terparkir di situ.

"Gue jalan kaki, heheh…." Al terkekeh garing. Ia tahu wajahnya pasti tampak konyol dengan mengatakan sedang kebetulan lewat dan hanya berjalan kaki. "Lagi olah raga sore," imbuhnya, melengkapi alibinya.

"Oh…." Setelah cukup lama menatap Al penuh selidik, akhirnya Illy hanya memasang wajah datar, dan bersiap kembali mengayuh sepedahnya. "Ya udah, kalau gitu selamat meanjutkan olah raga sore."

Al melongo, tidak habis pikir dengan sikap dingin Illy padanya belum juga hilang. Sebelum sepedah itu bergerak, ia cepat-cepat menghadang. "Eh, tunggu!"

“Apa?” Illy kembali menatap Al datar.

Al berpikir sejenak, kemudian mendapatkan sebuah ide. "Lo gak ngajakin gue mampir gitu? Gini-gini kan, gue sahabat lo pas SMA, tega banget lo!"

Illy menatap Al dari ujung kaki hingga ujung kepala. Entah apa yang ingin ia simpulkan, tapi ia segera turun dari sepedahnya. "Ya udah, lo yang bawa sepedanya sampai ke rumah. Gue gak mungkin boncengin lo, kan? Pasti berat."

Al bersorak-soray dalam hati, seperti ada semacam confetti yang ditembakan dan berhamburan ke sana ke mari. Tanpa basa-basi, ia mengambil alih kemudi sepeda. Ia tidak peduli apa pun alasan Illy yang tiba-tiba mau berlama-lama berdekatan dengannya. Satu hal yang ia tahu pasti, saat itu ia hanya tengah melakukan hal nekat, yang bahkan tidak terpikir akibatnya.

"Udah?" tanya Al pada Illy yang sudah duduk di jok penumpang.

"Udah," sahut Illy datar.

Sepeda itu pun melaju dengan kecepatan lebih lambat dari saat Illy yang mengayuhnya sendiri. Dari senyum lebarnya, terlihat sekali Al sengaja ingin lebih lama bersama Illy di sepeda itu.

Sampai di depan rumah Illy, Al sudah tidak melihat mobil Agra yang tadi terparkir satu rumah dari rumah Illy. "Herrgh! Dasar sobat gak bertanggung jawab!" rutuknya dalam hati. Kemudian, ia mengikuti Illy masuk ke dalam rumahnya.

"Lo duduk aja dulu, gue mau simpen ini." Illy membawa belanjaannya masuk.

Saat melihat-lihat rumah Illy, Al baru menyadari jika ia tidak pernah masuk ke dalam rumah itu. Bahkan, dulu saat mereka masih duduk di kelas satu SMA, ia hanya pernah mengantar Illy pulang sampai depan gerbang. Itu pun beramai-ramai dengan genk Eleven. Biasanya, sepulang dari rumah Rendy, dan di mobil Rendy. Genk Eleven memang sering berkumpul di rumah Rendy. Ya, karena rumah Rendy memang terbilang paling besar dan paling sepi penghuni dari rumah anggota genk Eleven lainnya.

"Eh, ini Al, kan?" Sandra turun dari tangga, tak jauh dari ruang tamu. Ia tersenyum dalam ekspresi takut yang disembunyikan.

Al segera bangkit dan menghampiri Mama Illy itu, lalu mencium tangannya. "Tante Sandra, apa kabar?”

"Baik, kamu kapan ke sini? Bukannya kamu di Bandung, ya?"

"Iya, aku udah beberapa tahun stay di Bandung, tante. Tapi, sekarang aku buka usaha di sini, jadi kayaknya bakalan sering ke Jakarta lagi.” Al tersenyum ramah. “Tadi kebetulan ketemu Illy di jalan, jadi mampir sebentar."

Untuk beberapa saat Sandra hanya menatap Al, dan teringat malam saat Illy kembali pingsan beberapa hari lalu. Perasaan cemas itu semakin menyeruak. "Oh, gitu. Ya udah, tante tinggal masuk dulu ya, Al. Kamu jangan sungkan di sini."

"Iya, tante. Makasih."

Tak lama setelah Sandra naik ke lantai dua rumah itu, Illy keluar dari dapur dengan membawa segelas orange juice. Ia masih mengenakan baju yang sama dengan saat keluar tadi, terusan cifon berwarna baby blue di bawah lutut, dan sweater senada.

"Thanks." Al mengambil minuman itu dan langsung menyeruputnya, sampai gelasnya nyaris kosong. Memata-matai orang membuatnya kehabisan banyak cairan tubuh.

"Haus?" Illy melongo.

"Hehe, iya." Untuk beberapa saat suasana terasa sangat canggung. Al mulai mencari topik berbasa-basi. "Umm… kamu lagi sibuk apa?"

"Gak sibuk apa-apa," jawab Illy singkat.

"Gak nulis?"

"Nulis, tapi gak ada deadline. Jadi gak sibuk."

"Oh...." Topik pertama habis, Al mulai bingung. "Oh ya…" Ia baru saja terpikir mengenai Rendy dan semua pengamatan Agra tentang hubungan Illy dan Rendy. “Soal-”

"Ada tamu, ya?"

“…” Belum sempat bertanya, orang yang akan Al tanyakan sudah ada di depan pintu.

"Rendy?" Illy menatap Rendy heran. Seingatnya, Rendy baru pulang dari rumahnya belum lama, saat makan siang. San setahunya juga, sore ini seharusnya Rendy bersiap untuk jadwal janji dengan pasiennya di rumah sakit.

"Aku ke sini lagi, gak papa, kan? Sebelum ke rumah sakit," Rendy menjelaskan sebelum Illy bertanya.

"Oh, gak papa." Illy mengangguk seraya tersenyum.

Rendy masuk, kemudian duduk di sebelah Al. "Wah… ada angin apa nih, tiba-tiba lo ke sini?" tanyanya tanpa berbasa-basi.

Al mendelik samar. "Gak ada apa-apa, gue kebetulan aja lewat. Ini juga udah mau pulang, kok."

"Kalau gitu kalian bareng aja," usul Illy.

"Gak usah." Al spontan menolak.

"Gak papa, Al. Kita bareng aja." Kali ini, Rendy yang menawari Al.

Karena tidak enak jika menolak, akhirnya Al mengiyakan.

Tidak berlama-lama, Al dan Rendy segera berpamitan pada Illy dan Sandra.

"Aku berangkat, yah. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku," pesan Rendy sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Al mengikuti Rendy dari belakang dengan wajah sedikit malas. "Aku juga pamit, tante, Ly."

“Iya, kalian hati-hati,” sahut Sandra.

Mobil Rendy sudah meninggalkan rumah Illy saat ia menoleh pada Sandra dengan tatapan menyelidik. "Mama yang suruh Rendy ke sini, kan?"

"Sayang, Mama cuma gak mau kamu kenapa-napa aja."

Illy menghela nafas pelan. "Mam, please… aku gak selemah itu."

"Gak selemah itu? Terus kemarin kamu sampai blackout lagi itu kenapa? Bukannya itu juga setelah kamu ketemu sama Al? Sekarang kalian ketemu lagi, gimana Mama gak takut?"

"Ya, itu…" Illy terdiam. Ia ingat betapa shock dirinya saat bertemu Al malam itu. Bukan karena bertemu Al, tapi karena mengetahui Al sudah bersama gadis lain. Dan sekuat apa pun tekatnyauntuk meninggalkan Al, tetap saja ia tidak pernah mempersiapkan dirinya untuk situasi seperti itu. Rasanya tetaplah sangat menyakitkan.

"Kenapa diam?" Ibu Illy mempertegas pertanyaannya, saat Illy tidak juga melanjutkan alasannya.

"..." Illy tetap tidak menjawab. Akhirnya, ia memilih menghindari pertanyaan itu sekaligus menghindari Sandra. Ia bergegas masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat.

~~~

Di perjalanan pulang, Al hanya diam, sama sekali tidak berminat untuk memulai percakapan dengan Rendy. Apalagi, jika mengingat pertemuan terakhir mereka dalam acara prom night SMU dulu. Ia sangat membenci kenangan itu, walaupun tetap berusaha bersikap baik saat kembali bertemu kembali dengan Rendy.

Tapi, justru Rendy lah yang memulai pembicaraan di antara mereka. "Gue yakin lo gak kebetulan lewat aja, kan?"

"Enggak," jawab Al terus terang.

"Ingat, Al. Lo udah punya calon istri."

"Calon tunangan, lebih tepatnya," Al menimpali, masih dengan nada datar.

"Ya, apa pun itu, lo tetap gak bisa sembarangan ke rumah cewek lain. Jangan bilang kalau kebiasaan lo main-main sama cewek belum hilang? Jadi, lo cuman main-main sama yang namanya… umm…" Rendy mengingat-ingat.

"Namanya Citra," sambar Al.

"Ah, iya, Citra."

"Gue gak main-main, kok. Lagian gue gak seburuk yang lo pikir! Dan ini juga bukan urusan lo kan, sebenarnya?"

Nada sinis Al cukup memancing emosi Rendy yang seketika menepi di jalanan yang cukup sepi. Ia kemudian menatap Al tajam. "Sebenarnya mau lo apa? Kenapa tiba-tiba lo datang lagi ke sini? Lo mau ngejar Illy lagi?"

Al menyeringai. "Kenapa? Lo takut gue rebut dia dari lo? Umm… gue jadi penasaran, sekaligus gak yakin sama hubungan kalian."
 
Rendy semakin terusik karena pertanyaan Al, tapi tetap menahan diri, tidak ingin memulai perkelahian atau semacamnya. "Sebaiknya lo jauhin Illy. Dengan status lo yang udah jadi calon tunangan orang itu, lo gak pantas deketin dia."

Al memicing. "Kenapa? Toh, belum tentu juga sekarang gue punya niat buat ngejar dia lagi. Dan lagian, gue juga gak mungkin bisa buat dia suka sama gue, kan? Sama kayak usaha gue dulu yang sia-sia. Atau, lo cuma lagi takut aja? Lo merasa terancam?"

Rendy sudah tidak bisa menahan diri lagi. "Lo gak tahu apa-apa, Al! Dan keberadaan lo sekarang cuma bikin hidup Illy gak tenang! Sikap lo yang nekat gini yang bikin gue gak mau lo deket-deket dia lagi!!!"

"Lo ngomong apa, sih? Sumpah! Gue gak ngerti. Dan lo juga gak punya hak buat ngatur-ngatur gue!" Al menyahut dengan nada suara yang juga meninggi.

"Al, please! Gue masih hargai lo karena dulu kita sahabat dekat, dan gue gak mau merusak itu. Jadi, jangan bikin gue lebih emosi!"

"Kalau lo mau gue jauhin Illy, kasih gue alasan yang kuat! Aneh, gue gak lakuin apa-apa, cuma nyapa dia doank, kenapa lo speanik ini? Lo sendiri yang barusan bilang kalau kita dulu sahabat dekat, masa gak boleh sambung silaturahmi yang udah lama putus?" Al menatap Rendy tajam.

“…”

Dari sorot mata Rendy, Al yakin jika Rendy menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi, karena tidak mau terus berdebat, ia bergegas keluar dari mobil itu. Lebih baik mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Setelah menutup pintu, ia masih sempat menatap Rendy dari jendela. "Sikap lo ini bikin gue mikir, kalian itu sebenarnya pacaran atau enggak?"

“…” Rendy masih terpaku. Matanya belum juga melepaskan Al yang sudah berjalan menjauh di depan mobilnya. "Apa? Dia tahu? Gimana kalau dia nekat deketin Illy, lagi?"
Munafik jika Rendy mengatakan hanya takut kedekatan mereka akan berdampak buruk pada kondisi Illy. Karena sebenarnya, ia jauh lebih takut kehilangan Illy yang bahkan belum bisa ia miliki.

***

Jakarta, 2007

Illy membuka matanya perlahan. Dilihatnya jarum infus yang entah sejak kapan sudah terpasang di tangannya. Detik berikutnya, ia melihat gaun Snow White yang masih ia kenakan. "Acaranya… pementasannnya gimana…? Kenapa aku malah di sini?!"

Illy yang panik hendak turun dari tempat tidurnya. Saking paniknya, ia bahkan tidak menyadari jika Mama dan teman-temannya sekarang ada mengelilinginya di ranjang rumah sakit itu.

Sandra memegangi tangan putrinya, di bantu oleh Cassie. "Illy… kamu tenang, pementasannya udah selesai. Penampilan kamu bagus banget, sayang," katanya, mencoba menenangkan.

"Iya, Ly. Lo tenang aja, acaranya sukses, kok," Cassie menambahkan.

Illy kembali berbaring dan berusaha mengingat-ingat. Setelah beberapa saat, akhirnya ia ingat adegan terakhir saat Snow White tertidur dan dipastikan tidak terbangun lagi di atas panggung itu, ia malah terbangun di rumah sakit. "Sebenarnya aku kenapa?"

"Kamu… kamu tadi pingsan. Tapi, gak usah pikirin pementasannya, penampilan kamu bagus, kok." Sandra mengusap rambut Illy.

Illy mengerti jika Sandra hanya ingin menghiburnya. Ia yakin, pementasan itu dipastikan kacau karenanya. Ia kemudian beralih melihat Al dan Rendy di ujung ranjang yang masih mengenakan seragam kebanggaan mereka. Mereka tampak gagah dalam seragam Pramuka dan PMR. Agra pun ada di samping mereka.

"Maaf ya, kita gak sempat lihat pementasan lo," kata Al seraya berjalan mendekat ke samping Illy. Diikuti oleh Rendy.

"Iya, tadi dari acara pelantikan kita langsung ke sini, Ly. Kita lega sekarang lo udah gak papa,” Rendy menambahkan.

Illy masih memperhatikan penampilan mereka dalam senyum simpulnya. "Kalian… gak kaya biasanya, kelihatan lebih keren pake baju itu," katanya.

Al dan Rendy saling melihat satu sama lain, kemudian ikut tersenyum.

"Ya… emang kita selalu keren, kok. Lo aja yang baru sadar, heheh…." Al terkekeh garing.

“Yang pasti gue lebih keren dari dia kan, Ly?” canda Rendy.

“Kerenan gue, lah!” timpal Al, tidak terima.

“Terus aja berebut keren!” tukas Cassie malas.

Illy akhirnya tertawa, dan mulai melupakan pementasannya yang kacau. Di ruangan rawat itu, sekarang mereka sama-sama tertawa. Mereka sama sekali belum tahu kenyataan apa yang akan mereka dapati setelah itu.

♡♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

32.2M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
1.5M 117K 37
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...